Part - Heaven Denied

9 0 0
                                    

Ibu seharusnya genap berusia 45 tahun hari itu. Tapi tak ada perayaan, yang ada malah pemakaman.

Usiaku baru 12 tahun. Pagi itu, aku yang menemukannya di ruang kerja, karena tak melihatnya terlelap di sisiku.

Aku yang naif kala itu, hanya berharap melihatnya sedang melukis seperti biasa. Namun, saat yang kudapati justru sebaliknya.

Tubuhnya sudah berlutut di lantai layaknya seseorang yang sedang menyembah.

Aku tahu ada sesuatu yang salah dengannya.

"Okasan," panggilku lirih. "--kasan." Ibu.

Ibuku diam tak menyahut, tak bergerak.

Aku mengambil satu langkah kecil menghampirinya. Dia masih diam dan bergeming.

"Okasan," suaraku mulai bergetar, berusaha menahan tangis dan rasa takut.

Ibu, jawab!

Tapi dia diam, dan tetap diam sampai aku berdiri di sisi tubuhnya. Aku berlutut, dan menyentuhnya. Dingin. Aku terisak, tak kuasa menerima kenyataan. Aku menggoyang-goyangkan tubuhnya, berusaha membangunkannya dari tidur. Dia hanya tertidur, kubohongi diriku.

Tubuhnya yang kaku jatuh ke sisi yang lain, dan aku melihat darah yang pernah menggenang telah mengering di lantai, tangan, serta dadanya yang tertancap pisau.

Sudah tak ada lagi dusta yang mampu mengkhianati kesaksianku. Jelas, dia telah pergi untuk selamanya.
Ku tarik tangannya, ku peluk tubuhnya. Aku coba menggendongnya sekuat tenaga, namun hanya berhasil menggesernya beberapa senti.

"Okasan, okite! Okite, okasan!" Ibu, bangun! Bangun, ibu! Bentakku padanya.

Aku marah. Aku benar-benar marah karena dia tak segera bangun. Aku tak peduli jika darahnya mengotori kulitku juga. Aku hanya ingin ibuku bangkit berdiri. Aku hanya ingin...







....aku ingin dia kembali.

***

(Yua Yoshihara, Freya's mother - illustration by Katia Elson)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

(Yua Yoshihara, Freya's mother - illustration by Katia Elson)

***

CCTV selalu dipasang di setiap sudut rumah masa kecilku, karena seseorang pernah berusaha mencuri lukisan ibu. Hari itu, yang mereka tangkap bukan pencuri, tapi kejadian yang masih tak masuk akal dalam kepalaku.

Ibuku pergi dari kamarnya, meninggalkanku terlelap di kamarnya. Wajahnya tampak resah, langkahnya terlihat enggan. Seolah dia tahu, malam itu dia tak punya pilihan lain.

Ibu masuk ke ruang kerjanya. Begitu membuka pintu, dia tampak tertegun seperti melihat hantu, tapi tak ada apa pun di depan arah pandangnya.

Buru-buru, ibu menutup pintu di balik punggungnya, seolah tak ingin sesuatu yang sedang berada bersamanya keluar dari ruangan itu. Langkahnya begitu hati-hati. Dia tampak tersudut.

"Tidak, bukan Freya yang kau inginkan!" Katanya pada angin. "Tolong jangan libatkan Freya dalam kesepakatan kita."

Selang berapa waktu, ibuku berujar lagi, kali itu terdengar pasrah, "dia tidak bersalah. Jangan buat dia menanggung dosaku."

Tiba-tiba sebuah pisau yang biasa ibu gunakan untuk memotong kain kanvas, terlempar dan terjatuh di depan kakinya.

Ibu melihat ngeri ke arah pisau itu. Dia tahu ini adalah akhir baginya, jika ia ingin aku hidup.

Mau tak mau, ibuku berlutut mengambil pisau dari lantai, kemudian bangkit berdiri dengan hati yang berat. Dia berjalan mendekati jendela dengan langkah perlahan namun pasti. Lalu diangkatnya pisau itu dengan kedua tangan menghadap ke dadanya.

Ibuku memejamkan mata, dia tersenyum setelah membayangkan sesuatu. Tangisnya jatuh dan dia berkata, "Freya, maafkan ibu, nak," gumannya. Wajahnya menengadah ke langit seraya ia berdoa, "jadikan dia lebih baik dariku."

Kemudian, ditancapkannya pisau itu ke dadanya sendiri. Perlahan darah merah segar menetes dari sela-sela luka, lalu mengucur dan ibuku jatuh berlutut. Ia mendesis, menyeringai kesakitan. Ibu benar-benar berusaha tak berteriak agar tak membangunkanku.
Dia menahan rasa sakit itu seorang diri sebelum akhirnya meregang nyawa. [ ]

 [ ]

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Simulated World of Alpha NineWhere stories live. Discover now