3. Keluarga Besar

395 48 4
                                    

Pulang sekolah, Lee bersama Alka dan Devon menunggu Aara di depan kelas gadis itu. Mereka berencana untuk berangkat bersama ke kafe orang tua Aara atau kafe milik paman mereka.

Sebetulnya bukan kali itu saja Alka dan Devon menjemput Aara di kelasnya untuk pulang bersama. Bisa dibilang hampir setiap hari mereka berkewajiban untuk mengantar Aara pulang atau pergi ke rumah kakek dan nenek mereka bersama-sama. Sesekali, ketika Aara dijemput ayahnya, barulah mereka terbebas dari kewajiban itu. Itu hal baru bagi Leedan. Namun, sepertinya Alka dan Devon tidak merasa keberatan sama sekali melakukan hal itu—menjadi bodyguard Aara.

Semua murid di sekolah sudah hafal dengan kebiasaan Alka dan Devon. Apalagi sekarang ditambah dengan Leedan, membuat banyak sekali kaum hawa merengek pada Aara untuk dikenalkan padanya, tetapi tidak dengan para murid pria. Mereka mengeluh karena dengan bertambahnya satu lagi penjaga Aara, itu berarti kesempatan mereka untuk bisa dekat dengan Aara semakin mustahil.

Aara cukup populer di sekolah. Meski ceroboh dan heboh, tetapi dia memiliki paras yang cantik dan kecerdasan di atas rata-rata. Perpaduan dari ibu yang memiliki darah Pakistan dan seorang ayah yang berdarah Blackstone. Yah, seantero jagat raya pastinya sudah tahu kualitas keluarga Blackstone yang tersohor.

Devon menyikut lengan Alka saat Aara keluar kelas dengan wajah murung.

"Kenapa lagi dia?"

Alka mengangkat kedua bahunya. "Nanti kita akan tahu. Dengan atau tidak diminta, dia akan bercerita dengan sendirinya."

Leedan mendengarkan percakapan itu dengan dahi berkerut, tetapi tidak menanyakan apa maksudnya. Ia baru tahu maksudnya ketika mereka berempat sudah berada di dalam mobil.

Alka bertugas mengemudi dengan Aara duduk di sampingnya, sementara Devon dan Lee duduk di bangku belakang. Alka dan Devon tidak berkata atau menanyakan sepatah kata pun pada Aara. Mereka tetap bersikap seolah tidak terjadi apa pun. Lagipula, Aara bukan tipikal cewek yang kuat memendam kegundahan di dalam hatinya. Cepat atau lambat dia pasti akan bicara.

Benar saja, begitu mobil melaju meninggalkan parkiran sekolah, dia mulai memuntahkan kekesalannya.

"Tahu tidak, semua cewek di sekolah hari ini pada nyebelin?" Aara bicara sambil bersedekap dengan mulut mengerucut ke depan beberapa senti.

"Seingatku, semua cewek di sekolah sudah menyebalkan dari dulu. Tanpa terkecuali." Alka mengomentari sambil berkedip ke arah Devon dan Leedan.

"Ohh, hari ini lebih dan lebih menyebalkan dibanding biasa." Aara yang tidak sadar bahwa sang kakak tengah menggodanya pun tak terpengaruh. "Dan aku yang terus-menerus jadi sasaran."

"Oke. Apa yang mereka lakukan padamu hari ini Adik Kecil?" Devon bertanya dengan sabar seperti sedang bertanya pada balita.

"Semua meminta dikenalkan pada Lee." Ia mendengus keras sambil mengibaskan rambut panjangnya ke belakang bahu. Lalu, sorot matanya berhenti pada wajah Leedan yang seperti tidak terganggu dengan kabar itu. "Sebagian besar dari mereka menitipkan salam padamu."

Lee berkedip sekali, tapi tidak memberikan tanggapan. Ia tak peduli ratusan atau bahkan jutaan salam itu karena pikirannya sedang menyerap semua gerak-gerik Aara yang menggemaska. Dulu, ia tak pernah menyadari itu. Saat mata Aara membelalak lebar, saat mulutnya mengerucut, atau saat payudaranya sedikit terangkat ketika dia melipat lengan di depan dada. Sial! Meski bertubuh ramping, tapi payudaranya cukup padat dan besar.

Lee mengembuskan napas secara perlahan, berusaha mengusir bayangan seronok dalam kepalanya. Lalu, ia memalingkan wajah ke pemandangan di luar. Rupanya Aara salah mengartikan sikapnya itu.

"Tapi, jangan khawatir, Lee, sebagai seorang kakak, aku tidak akan membiarkan mereka semua mendekati atau bahkan menyakitimu."

Devon dan Alka berusaha menahan tawa mendengar sumpah Aara pada Leedan.

Sepupu Rasa PacarWhere stories live. Discover now