4. Siap

421 55 6
                                    

"Apa kau mengalami banyak kesulitan?"

Lee mantap kakeknya dengan wajah datar dan murung seperti yang selalu menghiasi wajahnya di setiap waktu. Ia dipanggil ke ruang kerja kakeknya sehubungan dengan laporan para guru di sekolah tentang kesulitannya mengikuti pelajaran di sekolah.

"Kau bisa kembali Homeschooling kalau sekolah membuatmu tertekan."

"Tidak." Lee menjawab singkat.

"Lalu?" Kakeknya meneliti dengan tatapan yang seolah bisa menembus isi hatinya yang terdalam, tetapi Lee cukup berpengalaman untuk tidak menampakkan emosi sekecil apa pun.

"Lee hanya butuh adaptasi."

"Dua bulan lagi ujian kelulusan. Orang tuamu ...." Kakeknya berhenti bicara. Sepertinya tahu bahwa ia sudah memasuki topik terlarang.

Lee menelan ludah, lalu menunduk dalam. "Lee tahu," ujarnya dengan nada sendu yang dalam, membuat kakeknya menghela napas berat.

"Ya sudah, lakukan semampumu saja. Ingat, kau bisa minta bantuan siapa saja yang kau percaya di keluarga ini. Atau Kakek perlu memanggil Grandpa untukmu?"

"Tidak perlu." Lee menjawab cepat. Ia tak bisa bertemu Grandpa sebelum rencananya berhasil. Karena Grandpa pasti bisa membaca atau menebak isi pikirannya. Tidak! Ia tidak bisa membuat semua rencananya gagal sebelum waktunya. "Lee akan berusaha lebih keras lagi."

Lee keluar dari ruang kakeknya menuju halaman belakang. Ia duduk di tepi kolam koi yang teduh. Hatinya dilanda kegelisahan, tetapi bukan karena peringatan dari kakeknya. Ia sangat ingin bertemu dengan Aara. Teramat ingin sampai rasanya ia rela menerobos lautan api dan badai demi bisa bertemu dengan kakak sepupunya itu.

Perasaan itu tak bisa dibendung dan tak bisa dialihkan. Rasanya begitu menyiksa hingga menyesakkan dada. Di kepalanya terus berputar berbagai tingkah Aara yang berhasil ia simpan dalam memori di otak. Ya Tuhan, mengapa perasaan itu kian hari kian kuat hingga ia tak tahu lagi bagaimana cara untuk menghindar dan kembali.

Ia memejamkan mata sembari mengatur napas, berharap itu bisa sedikit meredakan gejolak dalam dada. Ternyata tidak membantu. Hati dan kepalanya terus berteriak agar ia datang bertamu ke rumah Aara, tetapi alasan apa yang akan ia kemukakan pada Uncle Aaro dan istrinya?

Sungguh, akhir pekan itu begitu menjengkelkan. Bagaimana bisa sekolah harus libur di hari Sabtu juga? Bukankah libur di hari Minggu saja sudah cukup? batinnya menggerutu.

Ia pun berbaring di atas lantai baru samping kolam sambil memijat pelipisnya. Saat itulah ia menangkap suara perdebatan antara kakek dan neneknya. Yah, itu jadi salah satu hal yang ia benci dari dirinya-telinganya terlalu sensitif terhadap suara meski suara itu berada cukup jauh darinya. Mungkin, itu efek terlalu lama tinggal sendiri di tengah hutan, pikirnya.

Akan tetapi, terkadang suara-suara itu membuat telinganya sakit karena terlalu berisik.

"Kanda jangan terlalu memaksa dia." Ia mendengar neneknya berbicara pada kakeknya dengan nada sedikit menegur.

"Aku hanya khawatir dia tidak lulus, Dinda."

"Itu tidak akan jadi masalah." Neneknya mendebat. "Dia bisa mengulang tahun depan. Dia baru mulai membuka diri, jangan terlalu ditekan. Itu bisa membuatnya merasa berat bersekolah di sekolah formal."

"Itu dia masalahnya. Aku memaksanya lulus tahun ini karena kalau Devon dan Alka tidak ada, bukankah tahun depan akan menjadi semakin berat baginya?"

"Ohh. Kupikir karena Kanda malu kalau Lee tidak lulus."

"Ahh, kau ini. Aku tak peduli dia lulus atau tidak, aku mau dia nyaman dan bahagia di sini. Kapan kau mau melihat kandamu ini sebagai sosok yang benar? Pikiranku buruk terus padaku."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 25, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Sepupu Rasa PacarWhere stories live. Discover now