Royal Prince | 08

691 83 4
                                    

Setelah kedatangan Saga ke panti, Citra meminta waktu dua hari untuk mencari alasan—agar dia bisa mendapatkan cuti dari tempat kerjanya. Mengingat ini adalah bulan terakhirnya bekerja, Citra perlu memberikan alasan yang jelas kepada Supermart. Sudah menjadi kesepakatan Citra dan Saga agar siapa pun tidak boleh tahu rencana mereka. Setidaknya sampai Citra bertemu dengan Tania dan menemukan jawaban untuk permintaan kerajaan.

Dan, di sini lah Citra sekarang. Di dalam sebuah mobil Mercedes Benz hitam milik kerajaan, menatap laut Nevalia yang terhampar luas di sisi kanan jalan. Pak Hasan tak henti-hentinya menjelaskan banyak hal tentang Nevalia sepanjang perjalanan, salah satunya tentang pendapatan terbesar negara yang berasal dari minyak bumi, gas alam, dan air mineral. Pak Hasan juga mengatakan bahwa air mineral itu berasal dari mata air gunung di belakang istana, bernama Gunung Alma.

Jarak menuju istana agak sedikit jauh dari Bandara Internasional Nevalia. Setidaknya Citra sudah menempuh perjalanan lima belas menit dari Negambia—ibu kota Nevalia. Citra pernah melihat beberapa foto kota Negambia dari internet dan tidak menyangka bahwa kota itu jauh lebih indah jika dilihat secara langsung. Meski tidak memiliki banyak gedung pencakar langit, Negambia masih bisa dibilang sebagai kota metropolis karena susunan bangunannya yang rapi dan bersih. Di Negambia juga tidak terlalu banyak kendaraan roda empat atau motor. Kebanyakan orang memilih menaiki transportasi umum yang sudah disediakan, berjalan kaki, atau bersepeda dari satu tempat ke tempat lain.

Rasanya Citra hampir tidak percaya bahwa ada negara seindah ini di satu pulau yang sama dengan Kalimantan. Wajar jika pemerintah memiliki wacana untuk memindahkan ibu kota Indonesia ke Pulau Kalimantan beberapa tahun mendatang. Pulau ini memiliki banyak potensi. Apalagi selain Nevalia, ada Malaysia dan Brunei Darussalam yang menyatu dengannya.

"Apa Nona baik-baik saja?" Pak Hasan tiba-tiba bertanya.

Citra menatap Pak Hasan dan tersenyum. "Baik. Saya baik-baik aja, Pak."

"Syukurlah." Pak Hasan menghela napas, membalas senyuman Citra. "Saya pikir Nona sedang tidak baik, karena sejak tadi Nona hanya diam mendengarkan ucapan saya. Pasti Nona bosan, ya, mendengarkan cerita saya?"

"Oh, nggak, Pak. Saya ... cuma agak deg-degan." Citra menurunkan padangannya. "Ini pertama kalinya saya datang ke istana secara langsung. Biasanya kan saya hanya melihat istana dari gambar-gambar dan video yang ada di internet. Belum lagi ... saya udah lama nggak bertemu Tania. Saya cuma sedikit khawatir."

Pak Hasan terkekeh kecil. "Nona Citra tenang saja. Saya yakin semuanya akan baik-baik saja."

Ya, semoga saja, ucap Citra dalam hati.

Setelah beberapa saat, mobil kerajaan tiba di sebuah gerbang hitam besar yang dijaga oleh beberapa orang dengan pakaian tentara Nevalia. Di dekat gerbang itu, ada satu tugu berlapis emas yang bertuliskan; Istana Nevalia Nagaraa. Setelah mobil berjalan melewati gerbang, Citra dibuat takjub oleh luasnya area kerajaan, yang hampir seperti tidak ada ujungnya.

Di antara jalan dua arah menuju istana, berjejer belasan tiang bendera yang mengibarkan beberapa bendera Nevalia. Ada juga pepohonan rindang di sisi kiri dan sisi kanan jalan yang terlihat seperti sebuah perkebunan.

"Luas tanah kerajaan kami 189.999,5 M². Sedikit lebih kecil dari luas tanah Istana Nurul Iman di Brunei Darussalam. Tapi, di balik sisi kanan pepohonan yang Nona Citra lihat saat ini, ada lapangan besar—di mana Raja dan anggota keluarga kerajaan sering menggunakannya untuk berolahraga atau berkuda.

"Lalu di balik sisi kiri terdapat danau buatan yang terhubung langsung dengan sumber mata air Gunung Alma. Di sana juga ada paviliun, di mana ada aturan adat kerajaan yang berbunyi; Jika salah satu anggota kerajaan menikah, mereka wajib bermalam di sana selama tiga malam."

Royal Prince (Republish)Where stories live. Discover now