Sembilan

23.8K 361 10
                                    

Sorry ya gaes terlambat beberapa menit. Thank you yang udah setia menunggu.

Happy Reading!
Jangan lupa meninggalkan jejak vote dan komen ;)






Pagi telah tiba. Kaila melihat figur Budi masih terlelap memeluknya. Kaila merasa ada yang aneh pada tubuh pria itu.

Dia menjulurkan telapak tangannya ke dahi Budi. Benar dugaannya, pria itu mengalami demam.

Kaila melepaskan diri dari pelukan Budi. Dia menuruni ranjang dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah selesai Kaila duduk di tepi ranjang. Wanita itu menepuk pelan pundak Budi.

"Pak, bangun dulu sepertinya bapak demam. Biasanya bapak minum apa?" Kaila mengotak-atik kotak P3K di kamarnya.

Budi membuka matanya perlahan. Wajahnya terlihat pucat. Mungkin akibat dia kurang istirahat dan semalam begadang menjaga Kaila yang berulang kali mengigau.

"Paracetamol bapak bisa? Saya biasa kalau demam pakai paracetamol." Kaila menawarkan 1 bungkus paracetamol pada pria itu.

Budi menganggukkan kepala. Kemudian dia merubah posisinya untuk duduk menyandar di kepala ranjang. Kaila membantu pria itu untuk bangkit dan setelahnya wanita itu membuka bungkus obat.

Kaila menyodorkan air putih untuk Budi mendorong obatnya masuk kerongkongan. Pria itu terlihat lemas tidak seperti semalam.

"Bapak kenapa tiba-tiba demam? Se-hectic apa pekerjaan bapak kemarin?" Kaila menyelimuti tubuh pria itu.

Wanita itu kemudian hendak pergi keluar saat Budi tidak menjawab pertanyaannya. Tangannya ditarik oleh pria itu dan dia kembali terduduk di tepi ranjang.

"Kamu mau kemana? Jangan pergi." Budi berkata lemah.

"Bapak ini kebiasaan. Saya tanya nggak dijawab malah nanya balik. Pertanyaan itu dijawab dengan jawaban pak bukan dijawab dengan pertanyaan." Kaila menjawab ketus.

Sepertinya tanggal merah wanita itu akan datang tidak lama lagi. Dia menjadi sangat sensi saat ada yang tidak sesuai keinginannya.

"Iyaa saya hanya kelelahan saja. Kemarin memang sangat hectic apalagi harus berpindah ke beberapa kota sekaligus. Dan semalam saya harus begadang karena kamu." Budi akhirnya menjawab jujur.

Kaila memundurkan kepalanya terkejut. Wanita itu menautkan alis bingung.

"Saya kenapa pak semalam? Perasaan saya tidur dengan aman." Kaila berusaha mengingat hal yang terjadi semalam.

"Kamu terus menerus mengigau sepanjang malam. Bahkan sampai berdiri hendak keluar kamar. Gimana saya nggak khawatir dengan tingkah kamu yang tidur sambil berjalan dan berbicara itu?" Budi memanyunkan bibirnya.

Baru kali ini Kaila melihat Budi yang seperti anak kecil. Pria itu jauh berbeda ketika sakit. Entah kenapa Kaila ingin mencubit bibirnya yang maju beberapa centi itu.

"Eng maaf ya pak, saya gatau kebiasaan saya itu terulang lagi." Kaila meringis takut.

"Saya keluar bentar ya, pak. Mau ambil es buat kompres bapak sama bubur yang udah di siapin Anggi." Lanjut Kaila.

Budi akhirnya melepaskan wanita itu. Dia kembali menutup mata yang terasa berat. Satu lengannya diangkat untuk menutupi mata.

Kaila kembali membawa makanan dan juga es untuk mengompres dahi Budi. Wanita itu menarik meja kecil di kamarnya untuk meletakan makanan.

Kemudian dia meminta Budi untuk duduk dan memakan buburnya. Tetapi karena Budi berubah, Kaila harus menyuapi pria itu. Dan sudah seperti bocah, Budi tidak mau memakan buburnya.

Internship with BenefitWhere stories live. Discover now