Part 3

116 17 10
                                    

Happy Reading
...

Azalea, Gia dan Ratu bertemu untuk merayakan ulangtahun Lea.

"Maaf banget ya Lea, karena gue ada dinas di luar kota, ngerayain ulangtahun lo jadi telat 1 hari." Yang meminta maaf adalah Gia.

"Santai aja Gi, lo pada masih mau ngerayain ulangtahun gue gini aja, gue udah seneng," respon Lea.

"Itu mah harus, Lea," timpal Ratu.

"Gue tebak, lo pasti dapet kado tas lagi kan dari Kak Raden," ucap Gia.

"Iya Gia, suami gue taunya mah kalau ngasi kado tas doang. Dikira gue mau buka toko tas kali ya," respon Lea. Gia dan Ratu tertawa renyah mendengar jawaban dari Lea itu.

"Tapi beliau telat lagi nggak ngucapinnya?" tanya Ratu penasaran.

"Ya iyalah, yakali dia yang ngucapin duluan. Udahlah males gue bahas Mas Raden."

"Maklumi ajalah Lea, modelan Kak Raden kan udah gitu dari sananya. Kalau dia tiba-tiba jadi romantis, baru patut kita terkejut."

"Eh Lea, ngomong-ngomong lo udah jadi nanya alasan Kak Raden nerima lo jadi pacar waktu kita SMA itu belum sih? Jujur sampai sekarang gue masih penasaran."

Lea menggelengkan kepalanya. "Nggak, gue nggak berani nanya. Takut jawabannya nggak sesuai ekspektasi gue."

"Ya tapi kan lo akhirnya dijadiin istri sama Kak Raden. Entah kenapa ya, gue yakin banget Kak Raden itu sebenarnya penggemar rahasia lo waktu kita SMA," respon Gia.

"Ada benernya juga loh yang dibilang Gia, Lea. Buktinya juga setelah lo putusin Kak Raden, dia nggak pernah pacaran lagi. Lo jadi mantan satu-satunya Kak Raden," timpal Ratu.

"Tapi gue masih kurang yakin deh, kalau Mas Raden nggak pernah pacaran lagi setelah putus dari gue. Lo salah informasi kali, Gia." Lea menyangkal pendapat Gia dan Ratu.

"Gue tuh dapet informasinya dari orang terpercaya Lea, udah pasti akurat. Lagian nih ya, kalau lo nggak percaya lo kan bisa mastiin langsung ke Kak Radennya. Susah emang, kalau suami istri males komunikasi."

"Gue tuh bukannya males komunikasi sama Mas Raden. Cuma kadang malesnya tuh kalau Mas Raden diajak ngobrol jawabnya hmmm hmmm mulu, jawabannya irit."

"Iya juga sih. Coba sesekali masukin kursus komunikasi Lea," ejek Ratu.

"Sialan lo!" Lea memicingkan matanya.

"Tapi kalau ngomong sama lo kan masih mendingan sih, Lea."

Ditengah pembicaraan mereka tentang Raden, sayup-sayup mereka mendengar pembicaraan dua orang wanita yang duduk di dekat meja mereka, topik yang dibahas kedua wanita itu berhasil membuat Lea terdiam sejenak.

"Gue harus gimana Win, suami gue mau nikah lagi."

"Kok bisa Qia?"

"Dia udah nggak sabar lagi nunggu gue bisa hamil Win. Gue harus gimana? Gue juga nggak pengen begini kan Win, gue juga pengen punya anak. Tapi ini kan diluar kapasitas gue." Wanita itu menitikkan air mata.

"Dia udah beda, dia nggak keliatan sayang lagi sama gue. Apa gue mundur aja ya Win, gue nggak bisa dimadu."

Melihat Lea yang tiba-tiba terdiam, membuat Gia dan Ratu jadi ikut merasa tidak enak hati.

"Lea, lo jangan mikir yang aneh-aneh ya. Jalan hidup orang itu berbeda-beda." Ratu mengusap bahu Lea, menenangkan.

"Tapi apa semua laki-laki pemikirannya begitu ya? Lama-lama akan bosan, kalau kita tidak bisa memberikan anak." Mood Lea langsung turun drastis

"Kita kan udah selesai makan nih, jalan-jalan yuk ke Mal, gue pengen beli sepatu nih." Gia mengalihkan pembicaraan.

"Gia, Ratu. Gue takut, ini udah tahun ke tiga untuk aku dan Mas Raden."

Ratu menggenggam jari jemari Lea. "Lea sayang, lo nggak boleh takut untuk hal yang belum terjadi dalam hidup lo, itu nggak baik. Dan gue percaya, Mas Raden itu nggak akan pernah ninggalin lo apapun keadaannya." Ratu ikut menenangkan Lea, dengan mengusap-usap punggung Lea.

"Udah ya Lea, jangan mikir yang aneh-aneh lagi."

"Terimakasih ya, udah selalu ada untuk gue." Lea menatap Gia dan Ratu dengan tatapan sayang.

"Udah ah, yuk kita ngabisin uang suami," ucap Gia sambil terkekeh.
...

Pulang jalan-jalan dengan Gia dan Ratu. Lea disambut oleh suaminya di teras rumah, sepertinya Raden sengaja menunggu kepulangan Lea.

"Mas ngapain di sini?" tanya Lea, sambil salim ke Raden.

"Nunggu kamu," jawab Raden.

"Tumben."

"Di kantor aku kepikiran sama kamu terus, takut kamu masih ngambek." Sejujurnya Lea selalu takjub kalau Raden sudah bicara panjang lebar.

"Oh iya, aku masih ngambek kok ini, Mas." Lea tentu harus jual mahal dulu.

Raden menarik pinggang Lea mendekat, lalu ia memeluk Lea secara tiba-tiba. Lea yang tidak siap, langsung dengan mudah masuk ke dalam pelukan Raden.

"Masih ngambek?" bisik Raden di telinga Lea. Jangan tanyakan lagi, Lea sudah pasti salah tingkah. Payah sekali memang, sudah 3 tahun jadi istri Raden, belum cukup untuk membuat Lea mengatasi kegugupannya kalau sudah diperlakukan semanis ini oleh Raden.

"Apa sih, Mas. Main peluk-peluk aja." Lea memukul pelan dada bidang, Raden.

"Udahan ya ngambeknya?" Raden mengecup pipi Lea.

"Tapi Mas harus janji dulu." Lea melepaskan dirinya dari pelukan Raden.

"Hmmm," jawab Raden, jawaban yang selalu berhasil membuat Lea kesal.

"Nggak ada jawaban hammm hemm hammm hemm ya Mas, ulangi jawabannya!" Lea berkacak pinggang.

"Apa dulu janjinya?" Tentu tidak semudah itu untuk membuat Raden mau berjanji.

"Tahun depan, Mas harus jadi orang pertama yang ngucapin ulangtahun ke aku." Permintaan yang sangat sederhana sebenarnya.

"Itu aja?"

"Dih gayanya, itu aja bisa mas tepati aku udah sujud syukur Mas."

"Iya, Mas usahain ya." Raden tersenyum, sangat manis.

"Bukan diusahain, tapi janji!"

"Iya, iya. InsyaAllah."

"Oke ditunggu ya, Mas. Ingat ya Mas, kalau orang yang ingkar janji itu namanya orang munafik!"

"Iya Lea." Raden menjawil hidumg Lea, gemas.

"Mas udah makan?" Nada suara Lea sudah terdengar ceria, secepat itu perubahan mood-nya. Lea menggamit lengan suaminya, untuk ia gandeng.

"Belum, tapi Mas udah masak. Kamu udah makan?" Keduanya berjalan bergandengan tangan, masuk ke dalam rumah.

"Udah sih, Mas. Tapi aku masih mau makan. Masakan Mas itu sayang untuk dilewatkan."

Begitulah Lea, mood-nya selalu bisa cepat berubah-ubah. Dari yang masih merajuk, bisa dengan cepat kembali ceria.
...

Tbc

🥰

Hingga SenjaOnde as histórias ganham vida. Descobre agora