3. Kopi

41 4 3
                                    

ORIONA POV

Telat. Untuk pertama kalinya dalam masa SMAku. Aku, Oriona Sarain yang dikenal tidak pernah melanggar aturan ini terlambat datang ke sekolah. Ini semua gara-gara papa dan rencana gilanya itu.

Aku berhenti sejenak saat melihat gerbang sekolah yang sudah dijaga Pak Sulaiman. Aku mencoba mencari alasan yang tepat kalau saja nanti diintrogasi. Sakit perut atau ban sepeda kempes ? atau habis nabrak semut terus terpaksa ikut ke UGD ?. Konyol.Aku merasa akan tetap masuk ruang BP walaupun sudah membuat alasan yang sangat bagus. Yaiyalah, sudah telat tiga puluh menit begini.

Aku menarik nafas dalam-dalam dan dengan mantap aku kembali melajukan sepedaku menuju gerbang sekolah. Saat aku akan melewati gerbang sekolah dimana ada Pak Sulaiman, tiba-tiba rasanya aku ingin bolos sekolah saja. Tapi kalau bolos, malah akan membuatku lebih tidak disiplin. Ini sangat buruk, buruk, dan burukkkk.

"Riona ?"

Tuhkan Pak Sulaiman mengenalku. Padahal aku sudah berusaha menutupi wajahku dengan poni yang sengaja aku sisir ke depan wajah dengan tangan.

"Pak Sulaiman ?"

Aku mencoba memasang wajah tak bersalah sambil menyisipkan senyum.

"Malah balik nanya. Sekarang ayo ikut bapak!. Kamu juga!."

Kamu juga ?. Aku melihat arah tangan Pak Sulaiman yang sedang menunjuk sesuatu di belakangku dan...

"Astagaaaaa!!."

Ternyata itu Dodik. Dodik teman sekelasku waktu kelas sepuluh.Yang membuat aku kaget adalah wajah Dodik yang sudah seperti panda. Kantung mata besar dan seragam yang kusut. Ditambah lagi badan Dodik yang luar biasa gendut itu. Makin tidak bisa dibedakan yang mana panda dan yang mana Dodik sekarang.

"Oriona ? mimpi apa gue semalem !? Kok bisa sih lo telat gini, udah mulai belajar nakal hah ?."

"Apaan sih dik, urusin aja perut panda lo itu! Heran deh."

--

Dua puluh lima menit diceramahin sama Pak Sulaiman di ruang BP sukses membuat telingaku panas. Yang harus perbaiki sifat lah, gak boleh ngasih contoh jelek ke adik kelas, dan bla bla bla bla. Apalagi di ruang BP banyak guru yang terus menatapku dengan tatapan mematikan. Dikira abis bunuh orang apa ya ?. Mungkin semua orang di sini heran, bagaimana bisa seorang Oriona Sarain ini terlambat?. Mungkin saja.

Keluar dari ruang BP aku langsung menuju kelas. Untung saja sekarang sedang waktunya wali kelasku mengajar. Jadi bisa aku pastikan di kelas sedang sibuk memilih ketua kelas dan tidak ada pelajaran untuk sementara waktu.

Dengan percaya diri aku membuka pintu kelas dan berharap Pak Tono wali kelasku sudah keluar. Tapi nyatanya Pak Tono masih di kelas. Pak Tono sedang menulis sesuatu di papan yang membuat semua murid di kelasku tidak menyadari kehadiranku. Aku sedang berdiri di pintu sambil memikirkan kata yang tepat untuk menyapa Pak Tono. Ah dapat!

"Permisi Pak Tono, sekarang jalan sepanjang sekolah macettttt banget pak."

Aku mencoba memberi senyum termanisku untuk Pak Tono yang akhirnya menyadari kehadiranku. Aku tau kalo Pak Tono bukan tipikal guru yang galak dan ketat akan kedisiplinan, jadi aku cukup santai.

"Oriona Sarain, Silahkan duduk!"

Pak Tono membalas senyumku sambil menunjuk ke arah bangku pojok kanan belakang yang memang masih kosong dan disampingnya aku melihat sudah ada laki-laki yang kemarin. Laki-laki yang tertidur sejak bel sekolah dimulai kemarin. Tunggu! Bangku pojok belakang? Dengan laki-laki?

"Maaf sebelumnya Pak, kemarin saya sudah duduk dengan Meta di sana."

Aku menunjuk bangku yang kemarin aku duduki bersama Meta. Tapi Meta tidak disana. Meta duduk di bangku paling depan dengan Nadia. Luar biasa. Aku sampai menaikkan sebelas alis mataku melihat Meta duduk bersama Nadia. Dan Meta hanya tersenyum kecil kepadaku sambil menunjuk-nunjuk Pak Tono dengan jarinya.

HOARDERWhere stories live. Discover now