33 : Yudhistira dan Arjuna

349 32 10
                                    

Naya mendesah kesal. Berulang kali ia mencoba menutup mata agar tertidur, tapi rasa kantuk yang dirasakannya saat di pesta Ares seakan hilang. Ia menendang selimutnya dan bangkit dari tempat tidur. Melihat Dini yang sudah terlelap di ranjang seberang, ia menghela napas panjang, benaknya memutar kejadian di lantai atas cafe ketika Ares mengatakan sesuatu yang membuatnya terkejut.

"Aku rasa, aku udah jatuh cinta sama kamu, Nay."

Mendengar perkataan Ares, Naya tercengang. Apa aku salah denger? Ia beranggapan bahwa Ares sedang bercanda, tapi ekspresi cowok itu membuat anggapannya tak bertahan lama, "Ma-maksud Kakak?" tanyanya ragu-ragu.

Ares mengedikkan bahu, "Aku juga nggak nyangka bisa ngrasain perasaan itu."

Pandangan Ares beralih menerawang jalanan di bawah, selama beberapa waktu suasana hening. "Aku menderita depresi ringan," Ares berhenti sejenak untuk melihat reaksi Naya, gadis itu hanya menatapnya sendu, "sejak kecil aku dituntut harus menguasai setiap hal yang diinginkan ayah atau ibuku bahkan hal yang nggak kusenangi sekalipun. Bersikap santun, terkadang mengobrol dengan bahasa asing biar terlihat pintar, berprestasi terus menerus biar ada yang bisa dibanggakan orang tuaku di depan rekan-rekannya, dan omong kosong lainnya. Aku harus jadi yang terbaik di antara anak-anak rekan ayah."

Ares tertawa pendek, "Kata ayah, aku harus jadi seekor singa. Kuat, berkuasa, nggak takut apapun hingga nggak ada yang berani menentang. Saking takutnya mengecewakan ayah, waktu aku nglakuin kesalahan dikit aja, aku bisa ngerasa jadi anak yang gagal, sendirian, dan nggak berguna. Itu terjadi berkali-kali sampai akhirnya aku sering ngerasa gelisah, sulit konsentrasi, sampai bermimpi buruk hampir setiap malam. Benar-benar menyiksa."

Naya menyentuh lembut pundak Ares, membuat cowok itu mengalihkan pandangan ke arahnya, "Aku yakin Kakak pasti bisa ngelewatin masa-masa itu."

Ares menatap gadis di hadapannya dalam, "Ya, aku yakin aku bisa melewatinya karena aku punya antidepresan yang lebih manjur daripada obat dokter." Tak melepaskan pandangan dari Naya, Ares meraih tangan gadis itu, "Kau adalah antidepresan yang membuat semua mimpi burukku hilang. Suaramu membuat candu yang membuatku selalu pengen mendengarnya dan mendengar lagi. Sejak aku mendengar suaramu pertama kali, mungkin juga aku udah jatuh cinta sama kamu, Nay."

Jantung Naya bertalu-talu, orang yang selama ini dikaguminya menyatakan perasaan. Gimana bisa? Batinnya bertanya-tanya. Ia menelan saliva dengan susah payah, mulutnya masih terbungkam, sedangkan tatapannya mengunci sepasang netra kakak kelasnya itu.

Ares membuka kotak hadiah yang dibawanya, mengambil kalung putih yang ada di dalamnya, dan memakaikannya ke leher Naya. Gadis itu praktis membenahi letak rambut panjangnya, Naya melirik liontin yang tergantung di kalung itu, liontin berbentuk G-clef dalam nada, "Ini hadiah yang pengen kuberikan kalau kamu datang ke konserku."

Naya tersenyum, ia meraba liontin yang tergantung, " Cantik."

"Lalu, gimana jawabanmu, Nay?"

Naya bergerak rikuh, "A-aku...." Sejujurnya, ia tak tahu harus menjawab apa. Perasaannya campur aduk. "A-aku...."

Ares tertawa, "Aku terlalu mendadak lagi, ya? Kalau gitu, jangan dijawab sekarang, aku akan kasih kamu waktu."

Lamunan Naya buyar, ia bertanya-tanya tentang perasaannya. Harusnya ia senang dan langsung menerima perasaan Ares, bukannya Ares adalah orang yang sangat dikaguminya? Tapi entah kenapa ada sesuatu yang seakan menahannya untuk berkata 'iya'. Ia meraba dadanya yang masih berdebar-debar, sejujurnya ia tak bisa mengenali perasaannya akhir-akhir ini.

Jewel In The King's HeartWhere stories live. Discover now