7 - Hukuman

6.6K 1.2K 74
                                    

Chapter 7

Gara-gara sikap Garvin yang makin menyebalkan setiap harinya, Katrin jadi super malas menghiraukan cowok itu. Bersama Garvin, hanya membuat Katrin terjebak dalam emosi yang tak berujung. Jadi, Katrin mencoba tak memedulikan kehadiran cowok itu.

Ketidakpeduliannya itu juga berlaku di kelas matematika. Kalau Garvin menjelaskan jawaban dari soal-soal yang diberikan Pak Anjar, Katrin hanya akan merespons dengan kata-kata seperti "oh gitu", "ya", "nggak", atau "gue paham", padahal penjelasan Garvin nggak ada satu pun yang masuk ke otaknya. Namun dia terlalu malas untuk berinteraksi lebih jauh.

Tapi ternyata, mengabaikan orang yang rela membagi ilmunya itu adalah bentuk paling tidak tahu diri di dunia. Katrin baru menyadari kesalahannya itu akibat kejadian di suatu senin siang. Yakni ketika suara bariton Pak Anjar memanggil namanya untuk maju mengerjakan salah satu soal latihan di bab Statistika.

"Nyari kuartil doang gampang. Rabu kemarin, lo bilang udah ngerti, kan?" Tatapan Garvin terlihat menantang. Dia tahu, selama ini Katrin tak benar-benar mengindahkan penjelasannya.

Katrin mambaca soal sekali lagi. Ada tabel cukup panjang disana. Tak perlu menelisik lebih jauh, dia seratus persen yakin otaknya tak mampu mengerjakan soal ini.

Katrin menatap Garvin dengan tampang memelas. Kalau sudah diposisi terdesak begini, dia rela menekan jauh-jauh ego dan gengsinya. Biar bagaimanapun dia masih perlu bantuan cowok menyebalkan ini.

"Please," bisik Katrin dengan wajah mengiba, lengkap dengan puppy eyes yang barangkali bisa bikin cowok datar itu luluh. Garvin yang paham maksud Katrin langsung mendengus.

Panggilan dari Pak Anjar kembali menyentak Katrin. Mau tak mau dia maju ke depan meski hatinya sudah ketar-ketir tak karuan. Tamatlah riwayatnya.

Soal yang harus dikerjakan Katrin yakni mengenai statistika. Katrin diminta mencari kuartil bawah, tengah dan atas dari sebuah data tabel distribusi frekuensi.

Katrin menyalin angka-angka dalam soal di papan tulis. Apa yang diketahui dan apa yang ditanya. Hanya sebatas itu. Selebihnya dia mulai celingak-celinguk mencari pertolongan.

Tiana maju ke papan tulis untuk mengerjakan soal berikutnya. Di depan kelas, Katrin dan Tiana saling berpandangan. Katrin dengan tampang menyedihkannya, dan Tiana dengan cengiran andalannya. "Untung gue dapet soal nomor dua," bisik cewek itu pelan. Katrin semakin gelisah. Cuma dia yang nggak akan selamat siang ini.

Katrin menoleh ke arah Garvin. Berharap cowok itu mau memberikan jawaban.

"Buat frekuensi kumulatifnya dulu," Katrin dapat melihat Garvin memberinya intruksi tanpa suara.

"Caranya?" jawab Katrin dengan isyarat gerak mulut yang langsung dihadiahi cekikian geli oleh teman-teman sekelasnya.

"Jumlahin frekuensinya per kolom," balas Garvin.

"Semangat, Kat!" Oka yang duduk paling depan, tersenyum menggoda.

Katrin kembali menghadap papan tulis tanpa memedulikan teman-temannya yang merasa terhibur dengan aksinya. Dilakukannya apa yang diperintahkan Garvin sebelumnya. Setelah selesai, dia menengok Garvin lagi.

"Gini?"

Garvin mengangguk.

"Terus?"

"Satu perempat dikali n."

"N?"

Deheman keras Pak Anjar membuat Katrin terlonjak kaget, dia buru-buru menghadap papan tulis.

Karena KatrinaWhere stories live. Discover now