4 : sampah

1.3K 307 55
                                    

        "WON, rok span item gue di mana?!"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"WON, rok span item gue di mana?!"

"Lemari depan."

"Nggak ada!"

Wonu melengos keras. Membanting kotak bekal yang telah ia isi nasi beserta telur ceplok. Ingin mengamuk mendengar teriakan Weny. Ini sudah pukul setengah tujuh lewat ketika perempuan itu berlari terbirit-birit ke kamar mandi dan berteriak terlambat. Sekarang, sudah selesai mandi, masih membuat keributan dengan mempermasalahkan di mana letak rok spannya. Berbalut handuk biru muda, perempuan itu berkacak pinggang di ruang tamu. Menuntut kedatangan Wonu. "Mana?" sungutnya sebal.

Pertanyaan tersebut memaksa Wonu bergerak dari tempatnya berdiri. Ia melangkah kasar menuju lemari berkaca besar di samping televisi. Mengambil satu rok span pendek dari tumpukan baju yang telah dilipat rapi. "Nyari pakai mata, jangan pakai mulut!" tandasnya, melemparkan rok itu ke muka Weny. Kembali ke dapur, mengurus bekalnya sendiri.

"Marah-marah mulu, kayak cewek lagi mens," celetuk Weny, berjalan melewati, menuju kamarnya yang memang dekat dengan dapur. Makanya Wonu tidak kaget kalau malam-malam buta di area dapur ada suara aneh karena sudah pasti pelakunya perempuan sinting tersebut. Bahkan kucing saja lebih tahu sopan santun dibanding Weny.

          Belum ada lima menit, Weny sudah keluar lagi. Sudah pakai kemeja dan rok span hitamnya. Mengedarkan pandangan ke seisi ruangan. "Tas gue di mana, ya?" tanyanya, menggumam. Tetapi, telinga sensitif Wonu masih tetap bisa mendengar. "Perasaan kemarin gue lihat ada di sini, deh. Masa iya tiba-tiba ilang?" Mengobrak-abrik tempat, Weny mendecak.

Setelah dirasa tidak mampu mencari, Weny menatap Wonu. "Won, tahu tas gue nggak?" tanyanya, mengacak rambut. Bingung bukan main. Waktu terus berjalan sementara ia harus segera berangkat sebelum jalanan semakin ramai dan ia terlambat menuju tempat kerja.

Wonu tidak menjawab. Selepas mengisi air minum ke botol bekas, cowok itu dengan mudah melemparkan (lagi) tas hitam Weny yang berada di kursi meja makan. Tertutupi oleh meja. Weny tersentak mundur, namun semringah memeluk tas itu.

"Lo itu apa sih, Wen?" Wonu berhenti di depan perempuan tersebut.

"Manusia, dong. Kenapa? Kelihatan kayak bidadari, ya?" Weny terkikik santai. Mengecek di dalam tasnya masih ada barang-barang yang dia perlukan tidak.

"Nyari barang nggak bisa, masak nggak bisa, bangun pagi juga nggak bisa. Lo bisanya apa?" Ini pertanyaan pertama, masih ada banyak pertanyaan lain yang Wonu pendam sendirian. Percuma dikatakan. "Lo tahu kenapa sampai sekarang Tuhan nggak ngasih lo jodoh? Karena ngurus diri sendiri aja lo nggak becus, apalagi ngurusin suami." Namun, Wonu juga tidak tahan untuk meledakkan emosinya.

Sebagai satu-satunya perempuan di rumah ini, kerjaan Weny hanya ongkang-ongkang kaki. Kalau libur atau bolos kerja, bangunnya jam satu siang. Itu juga karena lapar. Habis makan, tidur lagi. Makan pun selalu beli. Wonu saksi di mana dapur berukuran sempit itu nyaris membakar rumah sebab Weny lupa mematikan kompor saat mencoba memasak.

Pendar [selesai]Where stories live. Discover now