enam

1K 104 22
                                    

Ting Tong.

Yoongi mengerjab.

Secepat mungkin menarik diri dari Jimin ketika fokusnya berpindah pada bel pintu.

"P-Pizzaku datang."

Suasananya benar-benar canggung. Jimin yang wajahnya sudah semerah tomat hanya menggeram kesal ketika Yoongi malah berlari menuju pintu depan. Meninggalkannya begitu saja. Ya Tuhan, orang itu mengerti tidak sih kalau mereka sedang dalam suasana paling sakral sepanjang dua tahun mereka saling mengenal? Jimin rasanya ingin melempar remot TV ke punggung Yoongi yang sudah menghilang di balik tembok.

Beberapa saat kemudian si manis datang lagi sambil mengusap tengkuknya. Ditatapnya ragu pemuda yang kini melipat tangannya di depan dada dengan raut jengkel di atas sofa.

"Jimin, pinjam uangmu!" telapak tangannya terbuka lebar di depan hidung Jimin, sambil memasang wajah merengut yang menggemaskan. Seingatnya tadi dia masih pegang dompet Jungkook, tapi tiba-tiba hilang begitu saja. Mungkin tanpa Yoongi sadari, pemuda Jeon itu sudah mencurinya kembali.

"Tidak ada." Jawab Jimin ketus. Wajahnya juga seram sekali.

Yoongi yang melotot karena terkejut mendengarnya hanya diabaikan, ia malah memilih berbaring di atas sofa. Mukanya ditutupi bantal. Dia malu sekali. Tadi itu Jimin menyatakan cinta lho. Kok Yoongi santai sekali, sih? Sial, Yoongi memang tidak pernah mau serius menanggapinya.

"Jimin serius, paman kurirnya menunggu di depan pintu."

Pinggang Jimin ditendang main-main pakai kaki, tapi pemuda itu tetap bergeming seperti orang mati.

"Jiminnn~" rengek Yoongi sambil menarik-narik kemeja Jimin. Dia mulai panik. Demi Tuhan dia sedang tidak pegang uang cash sama sekali dan si brengsek Jungkook malah pergi membawa adiknya. Tadi yang pesan makan kan mereka. Dasar tidak tanggung jawab. Lalu apa ini, Jimin marah padanya?

Sudah kepalang kesal karena diabaikan, akhirnya Yoongi nekat menarik bantal yang menutupi wajah Jimin. Ikut naik ke atas sofa lalu menangkup pipi Jimin. Tanpa pikir panjang dikecupnya bibir pemuda itu sekilas.

Jimin yang mendapat serangan tiba-tiba langsung melebarkan matanya—melongo. Yoongi ikutan melongo, terkejut atas tindakannya. Apa-apaan tadi itu?!

Tangan Jimin bergerak naik mengusap bibirnya sendiri, setelah sadar pemuda itu malah menarik senyum kecil yang menyebalkan tapi sialnya begitu tampan.

"Woah."

"B-bukan woah, kemarikan dompetmu!"

"Ya, ya, Yoongi hyung jangan pegang-pegang sembarangan. Akhh.."

Jimin berusaha menghentikan tangan nakal Yoongi yang meraba saku celananya—mencari dompet. Bahaya sekali. Si manis baru berhenti ketika berhasil mendapatkan dompet Jimin di saku belakang, lalu buru-buru berlari menuju pintu depan untuk membayar pesanan Jungkook. Setelahnya, Yoongi kembali dengan dua tumpuk kotak Pizza.

Jimin di sisi lain masih terbaring dalam mode blank setelah semua hal gila yang dilakukan pemuda manisnya.

-nya ya Jim. Memangnya Yoongi tadi menerima pernyataan cintamu? Tapi kan sudah dicium?

"Kamu mau minum cola atau sprit?"

"Yoongi hyung—"

"Cola? Ok, aku ambilkan dulu."

Sandal rumah berkepala kelinci itu ia seret dengan tergesa menuju dapur. Jimin tahu Yoongi cuma berusaha menghindarinya. Dia lihat wajah Yoongi yang tidak kalah merah dari wajahnya saat berjalan sambil menunduk.

.

Yoongi cukup lama berada di dapur. Sekitar sepuluh menit untuk mencari minuman di dalam kulkas? Jimin pikir mungkin Yoongi membutuhkan waktu untuk dirinya sendiri lebih banyak. Tapi Jimin berinisiatif untuk menyusulnya karena takut sesuatu yang buruk terjadi. Ia beranjak dari sofa dan berjalan pelan-pelan menuju dapur.

Ia melongokkan kepalanya ke dalam dapur, dan mendapati lelaki manis itu meringkuk di depan kulkas. Wajahnya disembunyikan di atas lutut. Jimin yang panik buru-buru berjalan mendekati Yoongi.

"H-hyung?" Ia menyentuh pundak Yoongi lembut.

"Jimin, maaf. Bisa tolong tinggalkan aku sendiri dulu?" suaranya teredam karena ia tidak mengangkat wajahnya sama sekali. Bahunya sedikit bergetar ketika disentuh.

"Mana bisa begitu?" Jimin menghela napas panjang sebelum ikut duduk di sebelah Yoongi. Lalu melayangkan telapak tangannya, mengelus kepala pemuda yang lebih tua.

"Hyung, coba lihat sini dulu. Hey? Kamu nggak mau lihat aku, hm?"

Yoongi menggeleng lemah. Masih enggan untuk mengangkat wajahnya. Jimin mengusap lengan Yoongi hati-hati, lalu turun perlahan untuk menggenggam telapak tangannya.

"Dengar aku, hyung." Jimin meremas telapak tangan Yoongi lembut, "Jangan merasa tertekan karena aku."

Ada helaan napas yang terasa sesak Jimin embuskan perlahan. "Jangan biarkan aku membebanimu. Jangan biarkan kata-kataku barusan membuatmu merasa tidak nyaman. A-aku, tidak apa-apa kalau kamu tidak bisa." Jimin tertawa getir, mencoba menguatkan hatinya sendiri. Punggungnya bersandar pada kulkas di belakangnya sembari kepalanya menengadah. Visinya menembus dimensi waktu dan memproyeksikan bayangan Yoongi.

"Yoongi hyung, aku memang bukan pria mumpuni seperti pria-pria idamanmu, atau—mantan kekasihmu. Aku tahu aku masih sangat jauh dari apa yang kamu harapkan dari seorang laki-laki. Aku cuma lelaki biasa dari keluarga biasa yang tiba-tiba saja jatuh cinta padamu. Aku cuma lelaki biasa yang tidak tahu tempat dan berani-beraninya mendekatimu. Aku cuma seorang Park Jimin, adik tingkatmu. A-aku tidaklah pantas disandingkan denganmu."

Bola mata Jimin mengkilat karena air mata. Rahangnya pun mengeras karena berusaha menahan suaranya agar tidak bergetar.

"Makanya, aku tidak apa-apa kalau kamu belum bisa menerimaku." Perlahan dilepaskannya genggaman itu, sesaat ia usap punggung tangan Yoongi sebelum bangkit untuk berdiri.

"Aku pulang, hyung."


Ditolak, ya? Ya Tuhan, hatinya sakit sekali. Rasanya ingin menangis keras dan memukul dadanya kuat-kuat supaya sesaknya hilang. Tetapi lelaki mana yang mau terlihat lemah di hadapan pujaan hati? Jimin tidak mau. Meski hatinya hancur berkeping-keping pun, ia tetap tidak akan membiarkan Yoongi melihatnya menangis.

.
.
.
Continued

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 29, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My PainkillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang