BAGIAN II

671 78 4
                                    

Chuuya tidak tahu siapa yang egois. Dirinya yang ingin menghabiskan waktu berdua saat valentine, atau Tachihara yang ingin belajar demi masuk fakultas teknik, katanya mau jadi programer mesin-mesin keren. Sebodohlah.

Memang benar. Chuuya akui belajar itu benar, tidak salah. Tapi sudah berminggu-minggu mereka tidak jalan karena alasan Tachihara sibuk bimbingan ini itu dan segala macam. Apa salahnya meluangkan satu hari untuk bersama? Sebagai kekasih, Chuuya tidak sanggup menahan rindu.

Bertemu langsung dengan Tachihara yang tidak sekelas dengannya hanya untuk mengatakan ingin berkencan, membuat Chuuya emosi sendiri karena merasa perjuangannya tidak dihargai karena pria itu lagi-lagi menolak. Kini, koridorlah yang menjadi sasaran pelampiasan emosi karena Chuuya menghentakkan langkah seakan ia hendak merubuhkan bangunan sekolah yang berjasa.

Alih-alih menghabiskan waktu istirahat di kafetaria, ia malah berjalan menuju kelasnya untuk kembali dan duduk sambil menelan butir-butir emosi. Alangkah terkejut Chuuya ketika merasakan seseorang menarik pergelangan tangannya.

Peristiwa singkat beberapa menit lalu itu sangat aneh. Biasa, tapi entah kenapa membuat kesan tersendiri di pikiran Chuuya. Ia sunggu tidak mengira akan ada orang tidak dikenal tiba-tiba memeluknya. Hello! Chuuya termasuk manusia yang jual mahal. Ia memiliki prinsip senggol-bacok di baris motto dalam biografinya. Ditambah saat itu emosi sedang membara akibat perlakuan sang pacar, seluruh dunia akan maklum jikalau Chuuya melayangkan tinju ke wajah orang itu. Tapi,,, ia tidak melakukannya. Kenapa?

Entah. Chuuya hanya merasa ia tidak ingin menghajar orang itu. Sedikit sisi di benak Chuuya merasa penasaran. Orang itu meminta maaf dengan sangat tulus, merendahkan dirinya entah untuk apa. Kemudian dia meminta Chuuya memberi coklat valentine padanya.

Memikirkan itu membuat Chuuya yang tengah duduk di bangkunya meremas kepala gemas. Jangan bercanda. Sekarang pacarnya adalah Tachihara Michizou si brengsek yang tergila-gila bimbingan untuk masuk fakultas teknik, tidak ada alasan bagi Chuuya memberi hadiah valentine pada orang lain terutama orang tak dikenal. Paling-paling pulang sekolah dia sudah lupa.

Harapannya begitu.

Tidak Chuuya sangka pemuda itu berdiri di depan loker sepatu dengan mantel coklat dan syal biru. Memegang payung karena di luar hujan, lalu melihat Chuuya dengan mata anak anjing. "Aku sudah mencarimu-"

Chuuya lemah pada seluruh bagian dari anjing, terutama keimutannya. Dan kini, pemuda berambut coklat itu merefleksikan definisi imut secara sempurna dengan kedua manik ambernya. Chuuya kesal.

"Aku sudah memaafkanmu karena kurang ajar tadi, lalu kau datang lagi? Dan bagaimana kau tahu ini lokerku? Stalker ya?"

Chuuya menggeser paksa tubuh pemuda yang lebih besar darinya agar dapat membuka pintu loker. Mengeluarkan sepatu, menunggu pria itu pergi tapi ia tetap berdiri di sana dengan mata fokus menatap sosok Chuuya.

"Aku tidak tahu. Aku hanya kebetulan berada di sini."

Chuuya menatap datar. Sungguh kebetulan yang mencurigakan. "Terserah. Aku mau pulang."

"Di luar hujan."

"Tahu."

"Kau tidak bawa payung."

Chuuya mendecih. "Dengar ya, aku sudah punya pacar jadi jangan dekat-dekat. Kau mesum."

Chuuya berjalan menjauh, sedikit bersyukur karena tidak ada langkah lain yang mengikutinya. Di luar hujan turun lebat, Chuuya pasti akan basah dan kedinginan, tapi ia yakin pada sistem imunnya yang tidak akan membiarkan ia flu esok hari jika menerjang. Benar. Chuuya siap lari.

Begitu kakinya melangkah, Chuuya terkejut dengan sebuah lengan yang melingkar di dada. Menahannya untuk keluar dari teras bangunan dan terkena tetesan air. Chuuya kembali berdiri tegak, melirik dengan bola matanya siapa gerangan pemilik lengan itu.

Lucid CurseWhere stories live. Discover now