Bab 1

2.4K 284 32
                                    

Kerumunan di kelas XII IPS 3 semakin bertambah karena banyak yang penasaran tentang misteri roti-roti yang muncul di kolong meja Nero. Tidak bisa dipungkiri, walau Nero telah melepas statusnya sebagai ketua OSIS, popularitasnya tak goyah samasekali.

"Enak banget jadi Nero, tiap hari makan gratis."

"Ya Tuhan, aku mau jadi orang cakep biar dikasih makan cuma-cuma."

"Udah dari kelas 11 nggak sih kayak gini? Kita masih nggak tau juga siapa orangnya. Kelas ini butuh Sherlock Holmes."

Aruna berada di antara kerumunan itu, mendengar dengan saksama padahal dialah sang tersangka utama.

Gadis itu tertawa dalam hati. Ucapan teman-temannya berlebihan sekali, apalagi yang terakhir. Aruna jadi tidak tau harus bangga pada dirinya atau khawatir karena sudah selama itu mengagumi orang dalam diam. Untung saja perasaannya tidak berubah menjadi obsesi karena kalau iya, bisa dibayangkan seperti apa kisah ini nanti.

Siswa yang dijadikan topik pembicaraan pun muncul, membuat kerumunan mulai menghambur. Aruna pun melirik Nero sekilas sebelum akhirnya buru-buru duduk di tempatnya.

"Eh, roti lagi! Buat gue, ya? Lo 'kan tadi udah makan di kantin!" ucap cowok berambut cepak yang selalu menempel Nero.

Dengan gerakan cepat Nero langsung mengambil roti yang dimaksud dan mengamankannya ke dalam tas.

"Idih, dasar pelit!"

Nero mencibir, "Ini roti ditaruh di kolong meja gue, bukan lo."

Di dalam hati, Aruna tertawa senang karena mendengar ucapan cowok itu. Perjuangannya pergi ke toko roti di pagi hari ternyata tidak sia-sia walaupun ia melukai seseorang....

"Aduh, gimana kabar kakak-kakak tadi, ya?" gumam Aruna saat kejadian tadi kembali berputar di ingatannya.

Rasa bersalah yang sempat tertutup oleh bunga-bunga bahagia pun kini kembali datang. Aruna mengernyitkan alis sambil menghela napas pendek. Ia tidak suka dengan perasaan ini, ia benci terbebani dengan rasa bersalahnya sendiri.

Ia harus menyelesaikan semuanya, secepatnya.

Tiba-tiba, muncul ide cemerlang di kepalanya, membuat gadis itu langsung tersenyum lebar sambil mengangguk-angguk pelan. Dia sama sekali tidak sadar kalau dari tadi ada sepasang mata yang sedang menatapnya heran.

***

Sore itu, Aruna bediri di depan toko roti langganannya. Tangannya menempel pada kaca, tepat di sisi matanya, membentuk teropong yang sebenarnya tidak terlalu berguna. Gadis itu memincing, memeriksa semua sudut-sudut ruangan. Namun, ia tak menemukan apa yang dicarinya.

"Kenapa nggak ada, ya? Apa udah ganti shift?" gumam Aruna sambil meremas-remas jarinya. "Aku masuk aja kali, ya? Nanya ke orang ... kali aja dia lagi ke mana gitu."

Saat gadis itu sibuk dengan pikirannya, suara derap langkah konstan yang disusul dengan kalimat sederhana berhasil menarik perhatiannya, "Lagi ngapain, Dek?"

"Ah? Oh, ini lagi cari orang," jawab Aruna sekenanya. "Tadi pagi aku bikin repot Kakak yang kerja di sini."

Aku cek sekali lagi, tapi kalau tetep nggak ada juga, ya udah aku coba cari ke dalam.

Sekali lagi Aruna meneliti ke dalam. Pasti ia lebih mirip penguntit sekarang. Mata gadis itu menjelajah, melewati para pekerja juga pelanggan di sana. Namun, tak ada satu pun yang mirip dengan orang yang ia maksud ... atau bisa jadi ingatan Aruna yang sudah tidak baik.

Made with LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang