II. A Mystical Magic

788 124 16
                                    

Sejak mengenal Chuuya, Dazai jadi sering berpapasan dengannya. Entah karena kelas mereka memang sama atau karena Dazai baru memperhatikan sekitarnya. Ternyata sinoper itu sejak awal sudah berada di dekatnya. Maksud Dazai adalah mereka berada di jurusan yang sama, bahkan mengambil kelas yang sama. Selama ini Dazai hanya terlalu sibuk dengan dirinya sendiri dan membiarkan orang-orang lewat begitu saja.

"Apa kau paham dengan kelas ramuan Profesor Shibusawa tadi?" ujar Chuuya tiba-tiba menghampiri meja Dazai.

"Lumayan. Dia tidak terlalu jelas ketika bicara, tapi dengan memperhatikan tangannya saja maka kau akan paham," balas Dazai dengan tips ekstra.

Chuuya tersenyum getir, ekspresi yang menunjukkan bahwa Dazai tidak menangkap maksudnya.

"Apa?" bingung si brunette.

"Bisakah kau mengajariku nanti?"

Dazai biasanya amat benci direpotkan orang lain. Tapi bila itu Chuuya, Nakahara Chuuya yang entah bagaimana telah menjadi partner bicara yang menyenangkan untuknya, Dazai merasa tidak masalah.

"Di study area, setelah makan malam," ujar sinoper itu seraya berlalu.

.

.

.

Dazai tidak habis pikir mengapa penghuni Gryffindor itu ingin mempelajari cara membuat ramuan di study area dan bukan di dungeon 5, ruang kelas mereka.

Tapi ia tetap mengikuti alur dan pergi ke tempat yang disebutkan Chuuya setelah makan malam. Sinoper itu sudah menunggunya dengan setumpuk buku tetang ramuan blemish blitzer. Itu adalah ramuan yang dapat menghilangkan jerawat, tapi Chuuya bahkan tidak memiliki jerawat jadi Dazai tengah bingung mengapa ia ingin mempelajari hal tidak penting ini. Dan Profesor Shibusawa juga tidak mengajar soal ramuan ini di kelas tadi.

"Apa Akutagawa-san juga bicara denganmu tentang Shirase?" Pertanyaan yang dilontarkan Chuuya membuat Dazai teringat bahwa ia memerintahkan penyihir tak beralis dua minggu yang lalu untuk membuntuti orang lain. Pantas saja ia jarang menemukannya lagi saat keluar dari pintu asrama.

"Tidak. Aku tidak pernah melihatnya," balas Dazai.

"Dia beberapa kali datang padaku dan memberi tahu kalau para murid sering memperhatikan gadis-gadis Beauxbatons. Jadi aku berpikir untuk melihatnya sendiri," ungkap Chuuya.

Dazai mengernyitkan dahi. "Kau terdengar seperti penguntit."

"Aku hanya ingin tahu. Lagipula aku tidak memanggil Shirase dengan sebutan senpai dan menunggu di depan pintu asramanya sampai ia keluar."

Dazai menaikkan sebelah alisnya skeptis, "Itu karena kau satu asrama dengannya."

"Tepat sekali."

Si brunette membenturkan keningnya di atas meja. Ia mendengus pelan, kesal dengan responsnya sendiri.

"Kau mau aku menemanimu?" tanya Dazai sembari mengangkat wajah, membuatnya terdengar seperti tawaran.

"Hanya kalau kau bersedia," sambut Chuuya.

"Kebetulan aku tidak memiliki kegiatan lain," ungkapnya kemudian bertanya lagi, "Triwizard-mu? Apa kau sudah berlatih?"

"Profesor Sakunosuke memberi latihan ekstra untuk perapalan mantra dan kurasa sudah cukup untuk melawan para naga berbahaya itu."

"Kau sangat percaya diri," sarkas Dazai.

"Ragu-ragu adalah sifat pertama yang harus kau buang jika ingin menghadapi naga."

[√] a normal present | soukokuKde žijí příběhy. Začni objevovat