Prolog

2.4K 162 2
                                    

26 Agustus 2014

"Terima! Terima! Terima!"

Suara riuh menggema di dalam ruangan kelas yang ukurannya tak seberapa. Sedangkan yang menjadi subjek utama atas kejadian riuh ini hanya terdiam seribu bahasa. Kalau boleh jujur sebenarnya ia malu sekarang, terlebih melihat seorang laki-laki berseragam putih biru bersimpuh di hadapannya membawa 2 batang cokelat dengan senyuman lebar tersemat di wajahnya.

"Terima aja, Kai, lo sama Agam kan tetanggaan."

"Iye, mayan tuh kalo nge-date tinggal nongol depan pintu doang."

Gigi lu jontor. Justru itu masalahnya.

Tidak pernah terbesit sekalipun di pikirannya, sahabat sekaligus tetangganya ini akan bersimpuh di hadapannya, menembaknya, terlebih di depan anak-anak kelas.

Agam menatap Kaila dengan senyuman yang masih belum luntur. "Gimana? Kalo lo terima, lo bisa ambil cokelat ini. Tapi kalo—"

Tanpa pikir panjang Kaila mengambil 2 batang cokelat tersebut kemudian langsung menarik Agam untuk berdiri. "Buruan ikut gue." Kemudian Kaila berlalu dari sana disusul oleh Agam.

Suara riuh pun kembali terdengar.

"Cie jadian!"

"Pajaknya jangan lupa woi!"

"Etdahh pacar lima langkah dari rumah ini mah!"

Kaila membawa Agam menuju taman sekolah, ternyata di sana ada Ilham dan Rizal, sahabat sekaligus tetangga mereka. Belum sempat Kaila balik badan, teriakan dari Ilham membuat Kaila diam di tempat.

"Kalian.. jadian?"

"Engga!"

"Iya,"

Tatapan elang milik Kaila teruju ke Agam. "Gue gak bilang iya."

"Tapi lo ngambil cokelatnya tuh." Dagu Agam tergerak untuk menunjuk cokelat yang digenggam Kaila.

Sadar dengan apa yang ada digenggamannya, Kaila langsung megembalikan cokelat tersebut ke Agam. "Ya ini gue ambil biar lo gak malu."

"Tapi gue serius, Kai."

"Lo habis kesambet apa sih? Dapet dare ya lo dari Rizal sama Ilham?"

Merasa namanya dibawa-bawa, Rizal langsung berdiri dari duduknya. "Gue kagak ikut-ikutan, Kai. Sumpah dah, mati kena samber geledek gue mah kalo bohong." ucapnya pias dengan tangan yang menunjukan simbol peace.

"Gue juga kagak tau, Kai. Suer!" Sahut Ilham.

Hening menyelimuti mereka sesaat, sebelum suara Ilham kembali terdengar. "Kayaknya lo berdua perlu bahas ini tanpa kita, dah. Ayo, Zal balik ke kelas." Punggung Rizal dan Ilham pun lenyap dari pandagan Kaila, nafas berat keluar dari mulut gadis tersebut.

"Bercandaan lo gak lucu tau, Gam."

"Lo liat gue, coba cari di mana letak gue bercandanya, Kai."

Kaila mengusap wajah gusar. "Kenapa gue? Sejak kapan? Kemarin sore kita baru adu bacot tiba-tiba gak ada angin gak ada hujan hari ini lo nembak gue. Sadar, Gam, sadar! Lo habis nonton sinetron apa lagi kali ini?"

"Ya gue juga gak tau sejak kapan. Kalau gue tau pun gak bakal gue kasih tau."

"Wah.." Kaila berkacak pinggang, ia kehabisan kata-kata. Agam tetap Agam, mau diajak bicara tentang negara sekalipun jawaban yang terlontar tidak akan pernah sesuai ekspetasi Kaila.

"Udah deh, bakal gue anggap hari ini gak ada kejadian apa-apa. Dan lo—" tunjuk Kaila sambil menarik nafas dalam. "Jangan pernah bikin onar lagi." ucapnya kemudian berbalik. Belum sempat gadis itu berjalan, tangannya ditahan oleh Agam.

"Kenapa lagi, sih?"

"Satu angkatan udah tau," cicit Agam.

"Terus?"

"Gue malu,"

"Siapa suruh lo beraksi gila kayak tadi Agam Pradana." geram Kaila.

Agam tersenyum lebar. "Biar gak malu, gimana kalau lo terima aja?"

Kaila membalas dengan senyuman yang tak kalah manis. "Mimpi." ucapnya penuh penekanan.

Kaila tidak pernah tau, bahwa dari kejadian ini hubungan pertemanan antara dirinya dan Agam justru membawa perubahan luar biasa.

Perubahan hubungan pertemanan menjadi permusuhan.

____________________

____________________

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Batin bocah NT :

Batin bocah NT :

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
The Apple of My EyeWhere stories live. Discover now