Kepribadian Ganda+

3.3K 168 6
                                    

Shani merebahkan tubuhnya di sofa yang empuk itu. Membiarkan wanita yang berada di atas pangkuannya memimpin. Chika dengan senyumnya yang tak pernah luncur terus melancarkan aksinya.

Jari jemarinya yang lentik itu senantiasa menari nari di pipi serta wajah Shani. Kini jari telunjuk Chika tepat berada di bibir ranum milik Shani. Menatap netra Shani yang berada di bawahnya.

Tanpa sepatah kata, Shani mendekatkan bibirnya kemudian mengecup bibir Chika. Memberikan persetujuan kepada Chika untuk melanjutkan aksinya.

Chika pun memegang kedua pipi Shani, mengecup dengan sensual bibir pink milik Shani. Dikulumnya bibir bagian bawah milik Shani yang di balas olehnya.

Mereka terus bersilat lidah, bertukar Saliva tanpa rasa jijik sama sekali. Tangan Chika tidak bisa diam sama sekali. Ia terus merangsang tubuh Shani dengan segala sentuhannya.

Merasakan pasokan udara yang semakin menipis, Chika melepaskan ciumannya dan menghirup udara sebanyak-banyaknya.

Namun Shani tak membiarkan hal tersebut terjadi. Shani menarik tengkuk Chika kemudian mencumbunya kembali. Menahan tengkuknya agar ia tak bisa melepaskan ciumannya.

Chika pun menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, berusaha untuk melepaskan ciuman Shani. Tapi semuanya sia-sia, Chika merasakan jika ciuman Shani semakin dalam di area bibirnya. Mengabsen giginya kemudian berakhir di lidah.

Shani yang tidak ingin berlama-lama lagi memutuskan untuk meletakkan tubuh Chika di atas sofa. Tak berniat untuk melepaskan lingerie yang terpasang di tubuh Chika.

Shani hanya melepaskan celana dalam yang Chika kenakan. Kini kedua tangan Shani mengarah ke kedua payudara milik Chika. Diremasnya lembut dengan sesekali memainkan putingnya.

"Nghh, Shani..." Chika menyentuh lengan milik Shani merasakan hangatnya telapak tangan Shani di payudaranya.

Chika membuka lebar kedua pahanya membuat Shani dengan leluasa menggesekkan miliknya yang masih terbungkus dengan celana.  Chika mengerang dengan hebat merasakan rasa geli di area bawahnya.

"Langsung aja. Shan..." Shani menganggukan kepalanya. Menyudahi semua rangsangannya kemudian ia melepaskan satu persatu pakaian yang ia kenakan.

Mata Chika membola dengan sempurna kala melihat milik Shani  besar dan juga tegang. Ia ingin beranjak dari sofa namun dengan cepat ditahan oleh Shani.

"Aku kira kamu..." Chika tak dapat melanjutkan ucapannya karena benda tersebut sudah berada di depannya.

"Buka mulut kamu, Chika." Chika menelan ludahnya dengan kasar. Ia menatap dengan dalam milik Shani yang besar tersebut. Ia tidak yakin jika benda tersebut muat di mulutnya.

Dengan terpaksa Chika membuka mulutnya, membiarkan benda tersebut menerobos masuk. Chika memejamkan matanya dengan erat kala merasakan benda itu memenuhi rongga mulutnya. Iya juga menggenggam erat paha daripada Shani.

Shani pun mulai menggerakkan pinggulnya. Merasakan hangatnya rongga mulut milik Chika. Shani menengadahkan kepalanya, merasakan ia akan mencapai puncaknya.

Ia mencabut miliknya dari mulut Chika. Membuat Chika seketika terbatuk dan menghirup banyak oksigen.

Shani mendorong secara perlahan tubuh Chika, membuatnya terlentang di atas sofa.

"Shani, jangan. Aku baru saja menikah." Chika menahan perut Shani agar benda tersebut tidak masuk ke dalam liangnya.

"Lalu? Apa masalahnya?" Shani mendekatkan miliknya lalu menggeseknya. Membuat tubuh Chika seketika merinding.

"Aku masih perawan," jawabnya.

"Tapi kamu yang menggodaku, tadi." Chika bungkam. Ini memang salahnya.

Chika mengira, Shani adalah wanita yang normal. Wanita yang bisa ia jadikan sebagai pelampiasan nafsunya kala ia bekerja.

Melihat Chika yang termenung, Shani langsung memasukkan miliknya ke tubuh Chika. Yang membuat Chika langsung memekik kesakitan.

"Shani... Sakit!"

Chika memeluk tubuh Shani agar Shani tidak menggerakkan pinggulnya terlebih dahulu.

Shani yang mengerti pun memilih untuk menyeka air mata yang keluar dari ujung mata Chika. Mengecupnya agar menghilangkan rasa perih yang Chika rasakan.

Merasakan Chika yang mulai tenang, Shani mencoba untuk menggerakkan pinggulnya. Merasakan milik Chika yang sangat sempit. Chika pun semakin membuka lebar pahanya karena merasakan milik Shani yang penuh di dalam sana.

"Ahh, Shani..." Tubuhnya bergoyang sesuai irama yang dilakukan oleh Shani. Mendesahkan nama Shani setiap kali benda itu menusuk tubuhnya.

Chika merasakan tempo Shani yang semakin cepat, miliknya yang semakin membesar di dalam sana.

"Chika..." Shani mendesis dan mengeram. Merasakan sebentar lagi ia akan mencapai puncaknya.

Chika berusaha untuk mendorong Shani. "Jangan di dalam, Shan." Namun terlambat. Sperma milik Shani seluruhnya tumpah di dalam. Menciptakan rasa nikmat di tubuh Chika.

"Sudah Shan. Berhenti." Shani menggeleng. Kembali melanjutkan kegiatannya hingga Shani merasa benar benar puas.

Akhirnya setelah sekian lama, Shani bisa merasakan kepuasannya.

✨✨✨

Sudah hampir tujuh tahun semenjak pertemuannya dengan Chika di dalam klinik tersebut. Usai melakukan hal tersebut Chika buru-buru untuk kembali ke rumahnya. Meninggalkan Shani yang masih mengatur nafas di atas sofa.

Selama tujuh tahun itu pula Shani tak henti-hentinya mencari keberadaan Chika. Ia ingin mengetahui keadaan wanita itu, apakah ia baik-baik saja atau tidak.

Kini Jogja menjadi rumah kedua bagi Shani. Ia enggan untuk berpergian ke mana-mana sebelum bertemu dengan Chika. Berkunjung ke kliniknya, dikatakan bahwa sudah tidak beroperasi lagi. Membuat Shani semakin frustasi.

"Udahlah, Shan—"

Baru saja teman Shani mengatakan hal tersebut, ada beberapa orang yang berlari menuju ke kerumunan yang berada di depan sana. Membuat Shani dan temannya ikut penasaran dan beranjak dari duduknya.

Shani melihat ada seorang wanita dengan gadis kecil berada di gendongannya. Wanita itu sedang di permalukan di depan umum oleh seorang lelaki.

"Lihatlah wanita malang ini! Memiliki anak dengan pria lain!" Teriakan makian terus terlontarkan dari mulut mereka yang menyaksikan. Menyalahkan kelakuan dari wanita tersebut.

"Berhenti! Ada apa ini?"

ONESHOOT48Where stories live. Discover now