9. N e r a c a L a j u r

36.8K 4.3K 42
                                    

"Liat, nih! Anak gue imut banget segede mouse komputer!" Arin memperlihatkan hasil USG hitam putihnya itu pada Zelina. Sesuai janjinya, Arin mengunjungi Zelina di rumah sakit keesokan harinya. Namun, ia mampir terlebih dahulu ke obgyn untuk mengecek perkembangan janin yang ia kandung saat ini.

Zelina menatap foto tersebut berbinar-binar karena bentuk tubuh bayi mulai terbentuk,  "Wah, ponakan gue udah besar aja.... Gue kira masih segede biji kacang!" ujar Zelina yang gemas sendiri.

"Gue udah hamil 12 minggu, bego. Ya kali anak gue masih segede biji kacang," cibir Arin yang hanya dibalas cengiran oleh Zelina. Suami Arin, Rafa, kembali ke kantornya setelah USG karena tiba-tiba ada rapat penting. Jadilah mereka berdua di sini. Nina sendiri sedang pulang dan memasakkan makanan untuk Zelina karena Zelina menolak masakan rumah sakit. Hambar katanya.

"Rin, besok gue pulang. Tapi gak bisa langsung kerja karena lengan kanan gue masih lemes. Lo udah dapat pengganti sementara gue di kantor? Paling gue baru bisa masuk kantor senin depan," ujar Zelina tak enak hati. Arin menatapnya tajam, tidak suka dengan Zelina yang malah memikirkan pekerjaan. "Lo jangan dulu mikirin kerja kalau belom sembuh. Tenang aja, gue udah pinjem anak magang dua orang untuk ngerjain jobdesk lo dari Bu Aneth. Tapi, insentif lo minggu ini gue alihkan untuk bayar mereka."

Zelina hanya mengangguk, sedikit kasihan dengan anak magang itu karena harus mengerjakan pekerjaan kantor yang lumayan banyak perminggunya. Perhitungan insentif (bonus) di kantornya memang dikalkulasikan perminggu. Zelina tidak terlalu khawatir akan uang, toh, dia masih dapat uang lembur dan gaji rutin setiap bulannya. Biaya pengobatannya pun sudah ditanggung asuransi sepenuhnya.

Tangan Zelina terangkat untuk mengusap perut Arin dengan pelan. "Bagus. Lo jangan kerja kecapean. Kesian ponakan gue kewalahan ngikutin emaknya."

"Iya, lo juga pokoknya harus cepet-cepet sembuh. Jangan sakit-sakit lagi. Gue bakal sering nyuruh lo gendong anak gue nanti," canda Arin yang dihadiahi cubitan di pipi oleh Zelina.

"Tenang, gue ajarin manjat pohon nanti."

"Yeh, parah, lo!'

*****

"Ini obatnya diminum 3 kali sehari. Yang paling atas diminum sebelum makan dan sisanya setelah makan. Jika sakit berlebihan, Anda bisa kembali lagi ke sini. Seminggu lagi, Anda harus kembali untuk check up paska operasi. Nanti kita lihat bagaimana perkembangannya dan apakah Anda sudah bisa lepas perban dan gifs seutuhnya. Anda juga akan mendapat e-mail dari rumah sakit untuk jadwal fisioterapi masa pemulihan bahu Anda.

"Jangan lupa banyak istirahat dan jangan terlalu banyak menggerakkan bahu Anda sampai perban dan gifsnya dilepas," jelas Damian panjang lebar yang hanya diangguki oleh Zelina, sedangkan Nina menyimak dengan seksama.

Zelina menyerahkan seluruhnya kepada Nina karena kepalanya masih sedikit pusing. "Nah. Ini obatnya bisa ditebus di apotek bawah. Semoga lekas sembuh." Damian tersenyum. Zelina baru menyadari betapa menawannya senyuman Damian selama ini.  Ditambah dengan tubuhnya yang tegap dibalut snelli membuat jantung Zelina berdegup cepat dan pipinya memanas.

"Mari saya antar ke depan," ujar Damian sebelum mendorong kursi roda Zelina atas inisiatifnya sendiri, membuat Nina tersenyum sedangkan Zelina menunduk malu. "Wah, terima kasih, Nak Dokter. Perhatian sekali. Padahal, pasti sedang sibuk, ya?" puji Nina yang dibalas senyuman oleh Damian.

"Tidak apa-apa. Zelina adalah pasien terakhir saya sebelum jam makan siang. Sekalian saja, saya juga akan membeli makan di bawah. Lagi pula, Bu Nina juga harus menebus obat dulu di apotek."

Dokter Ali sudah mewanti-wanti Damian untuk memberikan perawatan terbaik pada Zelina. Meskipun bingung mengapa Dokter Ali bisa seperhatian itu, Damian sendiri pun memang entah kenapa merasa sangat bersemangat berurusan dengan Zelina. Damian akan turun tangan sendiri tanpa menyuruh suster jika dia memiliki waktu luang untuk melakukan hal-hal yang berhubungan dengan wanita itu. Rasanya menyenangkan sekali dapat melihat Zelina dan bernostalgia dengan memorinya.

ZelianWhere stories live. Discover now