Camaraderie

107 1 0
                                    

Suasana lorong lantai tiga begitu sepi saat suara teriakan seorang gadis memecah hening di sore hari yang cerah. Gadis itu terguling jatuh dari tangga lantai tiga ke lantai dua gedung sekolahan SMA Taruna Bakti. Tidak tampak siapa-siapa di sana. Siswa yang masih tinggal di sekolahan semua berada di lantai satu, sibuk dengan kegiatan klub masing-masing.

Gadis yang terjatuh itu dengan pandangan sedikit kabur sempat melihat kaus kaki bergambar bunga matahari kecil di bagian atasnya dengan inisial huruf A sebelum akhirnya tidak sadarkan diri.

***

Pandangan tidak menyenangkan dilayangkan kepada gadis dengan rambut pendek sebahu berponi tipis yang menghiasi wajah oval-nya. Dia tidak risi, malah mungkin tidak peduli dengan tatapan tajam teman-temannya.

Dia duduk di bangku seperti biasa, mengeluarkan semua buku pelajaran pagi itu. Gadis itu tergoda untuk membalas tatapan teman-temannya secara bergantian. Ada yang menghindar, ada juga yang masih menatapnya berani. Ayana, nama gadis itu, hanya menghembuskan napas perlahan dan kembali fokus.

Saat mata pelajaran tengah dimulai, seorang guru memasuki ruangan kelas menghentikan kegiatan belajar mengajar itu sejenak.

"Maaf, Bu saya mengganggu. Saya ingin memanggil salah seorang murid Ibu ikut bersama saya ke kantor kepala sekolah," ucap guru wanita berpostur tinggi. Masih muda dan cantik.

"Tentu, Bu, silakan," balasnya sopan dan ramah.

"Ayana, ikut saya ke kantor kepala sekolah," ucap guru wanita yang masih muda dan cantik itu tegas. Suara bisik-bisik murid seketika berdengung di telinga.

"Saya harap, kalian tidak menyebarkan gosip dan berita karangan yang belum kalian ketahui kebenarannya. Hukuman keras bagi pelaku yang menyebarkan berita tidak benar di dalam lingkungan sekolah. Mengerti!"

Seketika hening. Walaupun masih sangat muda, Bu Talita sangat berwibawa. Beliau orang yang sangat disegani oleh anak didiknya, selain sangat disiplin, dia juga merupakan salah satu guru yang dekat dan mengetahui cara berkomunikasi dengan para murid dengan baik, serta sangat berdedikasi dengan profesinya.

Ayana berjalan di belakang Bu Talita. Keduanya masuk ke dalam sebuah ruangan yang rapi dan tertata dengan sedemikian rupa. Ruangan milik kepala sekolah Taruna Bakti ini memiliki sofa untuk menerima tamu dan di sana lah mereka duduk.

"Kepala sekolah ada rapat dengan komite sekolah, jadi sementara saya ingin bicara sama kamu sekali lagi, Ay. Nggak masalah?" tanya Bu Talita sejenak setelah mereka duduk. Wajah Ayana biasa saja, cenderung cuek dan tidak terlalu peduli kenapa dia bisa dipanggil ke tempat itu. Dia sudah bisa menebak alasannya.

"Masih karena hal yang sama ya, Bu?" tanyanya.

Ayana hanya tersenyum sekedarnya lalu memusatkan kembali perhatiannya kepada guru konselingnya itu. Wajahnya serius dan tampak khawatir. Sepertinya masalah yang Ayana hadapi sangat rumit dan membingungkan.

"Ay, tolong jawab saya sekali lagi. Benar kamu ada di lantai tiga ketika peristiwa itu terjadi?" tanya Talita serius. Ayana mengangguk dengan mantap

"Jam berapa kamu pulang saat itu?" tanya Talita kembali.

"Sekitar pukul tiga sore, Bu. Dan kalau Ibu bertanya apa saya punya masalah dengan Gladis, jawabannya tidak ada. Tapi benar kalau saya dan dia sempat berdebat pagi itu, tentang arisan kelas. Saya rasa masalah itu selesai saat itu juga, hanya kesalahpahaman saja. Bisa tanya sama teman-teman di sana kalau Ibu butuh kejelasan." Sorot mata Ayana kuat dan yakin. Dia mempercayai apa yang dia ucapkan.

"Soal itu Ibu sudah konfirmasi ke Laras dan teman-teman kamu yang lain. Ay, kamu harus mengerti masalah ini cukup serius. Gladis sampai harus dirawat di rumah sakit karena peristiwa itu. Dan kamu menjadi tersangka satu-satunya saat ini. Perundungan akan disikap tegas di sekolah ini." Talita menghela napas.

Cerita PendekWhere stories live. Discover now