[3] Kesabaran

223 6 0
                                    

Satu bulan berlalu.

Sore itu, aku keluar dari ruang dosen pembimbing usai konsultasi, Fadly mengiringi.

"Bro, cewek yang waktu itu gue kenalin, terus-menerus menanyakan kabar lu. Ada pesan?"

Kuhela napas panjang. "Sampaikan kalau gue baik-baik saja."

"Udah?"

"Udah."

"Itu aja?"

"Itu aja."

Dia manggut-manggut. "Artinya enggak berharap jadian sama dia?"

"Enggak ada harapan sama sekali."

"Sayang banget," keluhnya.

Alisku berkerut. "Dia bilang enggak siap nikah." Jangan ngadi-ngadi lah. Aku tidak ingin membuka pintu maksiat.

"Kan bisa menunggu."

"Gue enggak mau menunggu."

"Akhyar, kenapa sih elu kebelet pengin jadi manten? Kayak besok mau kiamat aja."

Aku menghadap Fadly. "Karena gue normal."

"Mestinya."

Aku meneruskan, "Apa lu pikir gue enggak pengin pegang-pengangan, pelukan, ciuman sama cewek? Ya gue pengin, lah! Karena itu, gue memilih menikah biar bisa ngapain aja bersama istri gue nanti. Bebas sebebas-bebasnya, tidak seperti orang pacaran yang ngumpet-ngumpet dan jarang bertanggung jawab."

Sosok di sampingku serius mendengarkan.

"Kalau sudah halal, setiap kali bermesraan mendapat pahala. Berbeda kalau belum menikah, apa aja yang dilakukan selama berdua-duaan sudah pasti menjadi dosa."

"Bro, enggak setiap pacaran berakhir hamil," simpulnya.

"Setiap 'kecelakaan' berawal dari pacaran," tegasku.

"Seperti apa tipe cewek lu?" tanyanya setelah lama terdiam. "Ukhti-ukhti kerudung lebar? Di kelas gue banyak. Kalau lu mau, entar gue kasih nomor WA mereka."

Bisa dikatakan Fadly adalah setan berwujud manusia. Jenis yang suka menolong. Dia bahkan tidak menyadarinya.

Andai mendapat jodoh semudah memberi nomor kontak. Benar-benar menggoda. Aku tak perlu susah-susah membuat CV segala. Tinggal mengirim chat kepada lebih dari satu perempuan. Berkedok menanyakan tugas, kemudian berlanjut mengirim hal-hal remeh, receh, dan mungkin sedikit gombalan. Tapi di balik itu semua, ada peluang yang merusak proses ikhtiarku yang lurus dalam menemukan calon istri.

Berdua-duaan di alam maya dengan lawan jenis, sama saja dengan berdua-duaan di dunia nyata. Modus pacaran syariah, begitu ujar seorang ustadz. Jika menginginkan istri yang pandai menjaga diri, maka aku juga harus menjaga diri. Jodoh itu cerminan. Perempuan yang keji untuk lelaki yang keji, dan lelaki yang keji untuk perempuan yang keji. Begitu juga sebaliknya. Perempuan yang baik untuk lelaki yang baik, dan lelaki yang baik untuk perempuan yang baik. Bertahan sebagai jomlo sampai halal, itulah prinsip yang mesti dimiliki oleh pemuda muslim seperti kami. Di sana-sini melakukan kemungkaran sementara diri sendiri tidak ikut-ikutan itu sulit. Sesulit menggenggam bara api. 'Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api'.

Kujelaskan semua hal tersebut pada Fadly.

Wajahnya berubah warna, kemudian dia pergi seraya mencibir, "Sok alim lu."

* * *

Kesabaranku mempertahankan status jomlo membuahkan hasil. Malamnya, aku mendapat pesan WhatsApp dari Nasir bahwa seseorang ingin nazhor--bertemu denganku. Dia menyertakan foto-foto print out CV perempuan itu. Dalam hati senang bukan main. Di bumi yang luas ini ada satu yang tertarik pada pemuda kampung sepertiku.

Ada hal yang tidak sreg, terutama hobi perempuan itu. Tapi bukan masalah besar karena bisa didiskusikan. Setelah bertemu dengannya besok, mungkin pandanganku berubah. Kata Nasir, taaruf dianjurkan melihat langsung siapa calon pasangannya.

Aku berbalas pesan dengan Nasir.

Anda :

Makasih, bang.
Sudah repot2
bantuin saya

Bang M. Nasir, S.Kom :

Sama2. Misalnya nanti
tdk jodoh, mas akhyar
jgn baper ya

Anda :

Saya mau nanya.
Maaf kalo kurang sopan.
Dulu abang taaruf juga?


Bang M. Nasir, S.Kom :

Alhamdulillah iya

Anda :

Siapa yg
comblangin?


Bang M. Nasir, S.Kom :

Orang tua

Anda :

Berapa lama
taaruf abang?

Bang M. Nasir, S.Kom :

Tiga setengah bulan :)

Anda :

Misalkan lebih
dari itu?


Bang M. Nasir, S.Kom :

Baiknya jgn lama2.
Kalau gak cocok
mending berhenti.
Khawatir jdi maksiat.

Anda :

Bang, saya udah nentuin
tanggal bulan pernikahan.
Pdhl belum apa2
hehehe
Gak halu lho ini, bang


Bang M. Nasir, S.Kom :

Masyaallah.
Justru bagus.
Calon istri mas akhyar
jdi tahu antum orangnya
tegas n berkomitmen.
Bukan cmn kasih harapan.

Anda :

Alhamdulillah


Bang M. Nasir, S.Kom :

Oh iya hatinya
dijaga ya, mas.
Jgn naksir dulu.




Konsekuensi taaruf : jangan libatkan perasaan sebelum berujung di pelaminan. Jika belum ada cinta, maka tak ada pihak yang terluka. Kedua klien "dipisah" dengan cara baik-baik.

Oleh karena itu, taaruf, nazhor, dan khitbah mesti dirahasiakan. Andai gagal dalam proses perjodohannya, takkan terjadi kehebohan satu kelurahan sebagaimana putusnya orang pacaran.

Aku susah tidur, membayangkan sosok yang kutunggu-tunggu. Apakah gadis itu tulang rusukku? Apakah aku pantas menjadi imamnya?

[ ].

Menjemput Teman Hidup (tamat)Where stories live. Discover now