Renggen

1 0 0
                                    


Saat itu aku berulang tahun, Cendrick berlari lalu melompat dan mendarat ke kasur saat aku hendak tertidur lelap. Meskipun menyadari dirinya datang, kantuk itu lebih menguasai tubuh yang sudah mulai merasa tenang. Sehingga tak mampu menghindar dari Cendrick yang langsung menimpa perutku. Seketika kesadaran pun kembali sembari menahan sakit.

"Cendrick, kau-,"

"Selamat ulang tahun, Kakak!" teriak bocah tengil ini mengotori keheningan ruangan kamar.

Dia lantas segera melompat lagi untuk menghindar karena sadar aku akan memukulnya. Namun dia memiliki cara lain agar hal itu tak terjadi, yaitu sebuah kue berbentuk aneh dengan krim yang begitu tebal dihiasi lilin yang menyala. Seketika aku mengetahui jika ini pasti buatan dirinya.

"Sekarang, aku yang lebih dulu mengucapkannya daripada Ibu dan Ayah."

Sebenarnya ini bukan tepat pukul 12 malam. Malah sebentar lagi juga pukul 2 pagi. Jadi ingat saat tahun kemarin, Cendrick ingin menjadi orang pertama untuk mengucapkan selamat padaku. Karena saat ini Ibu dan Ayah sedang berada di luar kota dan hanya menyempatkan selamat melalui SMS. Lebih baik aku diam daripada menyakiti perasaannya terlebih dia rela untuk tidak tidur semalaman untuk membuat susunan dari keping biskuit yang dilumuri krim.

"Iya, kau yang pertama. Terima kasih, ya?"

Mungkin ini yang dinamakan kilas balik sebelum kematian datang. Ah, benar. Saat ini Nun merah akan mendaratkan pukulannya.

"Woi!!"

Suara asing berteriak yang terdengar dekat denganku. Mata ini lantas terbuka karena ingin tahu siapa gerangan dirinya. Ada dua orang berbadan kekar tengah melompat ke arah Nun merah. Wajahnya sangat menunjukkan rasa percaya diri yang bahkan tak tersentuh rasa takut sama sekali.

"Dia-" ucapku kala melihat sosok yang pernah sekali aku bertemu dengannya. Yaitu luka yang ada di wajah adalah sebuah ciri khas dari orang itu.

Sebuah serangan langsung yang sangat berani. Pria itu langsung mengarahkan moncong pistol, menempel pada kening yang tepat pada tulisan nun. Tembakan meledak di sana, Nun itu diam tak bergerak membiarkan orang yang baru saja menembaknya berlalu dengan mudahnya. Sepersekian detik aku baru menyadari jika Nun merah itu sudah mati dan tubuhnya mulai roboh ke tanah.

Ini adalah pertunjukan yang luar biasa.

"Bukan begitu caranya jika ingin membunuh Nun merah."

"I-iya, piirku jika ditembak dari sini dia bisa mati."

"Hmmm ... jarakmu terlalu jauh jika hanya menggunakan pistol sekecil itu. Kau lihat apa yang aku lakukan barusan?"

"Ya, aku melihatnya. Kau menembak dengan jarak yang sangat dekat."

"Kau benar. Nun ini memiliki tempurung kepala yang amat keras."

Aku menoleh ke arah dimana 3 Nun lainnya namun sudah tumbang oleh satu orang yang dibawa olehnya. Dia terlihat asing, namun ketangkasannya sangat luar biasa karena berhasil mengalahkan 3 Nun hijau sekaligus. Sayang, aku tak melihat bagaimana dia melakukannya.

Orang ini bernama Louis pemimpin dari pasukan elit Negara dimana dia yang bertugas melatih pasukan yang terkenal tangkas kala itu. Banyak para pengusaha besar membeli orang yang dia didik sebagai bodyguard termasuk ayah yang juga membeli Giandra, Yoda, dan Gibran. Akan tetapi Gibran sudah gugur terlebih dahulu saat kami bertemu dengan Nun putih. Kami dibuat kewalahan dengannya. Dia bergerak sangat cepat bahkan dia mampu menghindar dari peluru yang melesat ke arahnya. Gibran pun meminta kami untuk pergi meninggalkan dirinya kala itu. Dengan sangat terpaksa, dia pun ditinggalkan sehingga kami bisa selamat berkat dirinya. Dia benar-benar seorang pahlawan.

"Giandara, berantakan sekali penampilanmu," sapa Louis yang kemudian Giandra memaksakan dirinya untuk berdiri tegap sempurna "astaga, janganlah kau seperti itu. Karena untuk saat ini, terlihat agak konyol. Bukan begitu, Prashraya?"

Aku tertegun pada perubahan sikap yang terjadi pada Louis. Dulu dia begitu hormat bahkan santun jika berbicara kepada para pengusaha yang meminta kepada jasasnya.

"Kau benar, terlebih uang untuk saat ini tak berharga sama sekali." Jawab ayah.

"Sebenarnya aku masih bisa berbuat demikian. Jika saja orang itu memiliki sumber makanan banyak juga tempat berlindung yang mumpuni. Seperti tempat yang akan aku datangi,"

Louis menunjukkan kami sebuah kertas berwarna biru yang terdapat tulisan di sana. Benda itu terlihat sama dengan yang menempel di wajah Nun merah. Louis pun menyerahkan kertas itu pada ayah, sedangkakan aku memungut yang ada pada wajah Nun ini.

Sebuah kertas dengan tulisan yang ditulis menggunakan komputer dan dicetak dengan print mengatakan bahwa ada sebuah tempat perlindungan bernama Ranggèn. Dengan sebuah peta yang langsung menuju ke sana guna mempermudah juga tersedia. Komputer dan printer, itu berarti di sana ada pembangkit listrik.

"Jadi, ini adalah tujuan kalian?" tanya ayah.

"Ya, apa kalian juga tidak tertarik? Mungkin saja istrimu ada di sana juga, kan?"

Ibu?

Apa benar kalian pergi ke sana?

"Bagaimana, Yandra? Apa kau setuju?" Ayah melempar pertanyaan Louis itu padaku. Tapi bagaimana kalau dia tidak ada di sana? Akan tetapi, sebaiknya aku mencari mereka di sana terlebih dahulu guna mencari tahu. Jika tidak ada, kami bisa mencarinya di tempat lain.

"Ya, aku setuju."

Sebuah kesepakatan telah dibuat sehingga kami memutuskan untuk menuju Renggèn bersama. Semoga saja ibu dan Cendrick ada di sana, sehingga kami mungkin bisa bertahan lebih lama dalam pemukiman itu. Terlebih lagi, di sana ada banyak sekali senjata juga peluru. Menurut informasi yang aku dapat dari Louis, mereka telah mengumpulkan berbagai senjata lalu dikumpulkan di Renggèn. Tempat itu benar-benar tempat yang sangat menjanjikan.

Tak sabar rasanya ingin segera ke sana.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 08, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Me, Her, And GodWhere stories live. Discover now