Awal dari semua Awalan

6 0 0
                                    

Siang itu saat angin hampir tak berembus dan langit yang bersih dari awan, terlihat seorang gadis kecil yang berjongkok di tengah taman bermain. Dia dikelilingi oleh beberapa anak laki-laki tengil yang baru saja menyakiti hatinya, berkata bahwa permen yang dia punya dalam kantungnya itu lebih murah dan tidak enak. Berbeda dengan apa yang mereka punya yang dibungkus apik berwarna emas juga biru mengkilat.

Di sisi lain, seorang anak laki-laki tampak acuh bermain pasir tak memperdulikan apa yang terjadi pada gadis malang itu. Yang dia lakukan hanyalah membuat gundukan tanah dan terus membuatnya semakin tinggi. Akan tetapi, ada satu yang pada akhirnya ia menatap kerumunan anak-anak itu lalu berlari menghampirinya. Dia mendengar jeritan sang gadis kecil setelah salah satu di antara mereka menendangnya.

Satu pukulan pun mendarat. Menumbangkan anak sebaya dengannya hingga menangis. Teman dari anak yang tersungkur itu pun membalas dan terjadilah perkelahian sengit di tengah taman bermain.

"Kamu tidak apa-apa?" ujar gadis kecil yang berjalan mendekat pada penolongnya itu. Perkelahian dimenangkan olehnya.

 
"Apa kamu mengenal mereka?" tanyanya. Namun gadis itu hanya menggeleng kepala singkat.
 

Gadis kecil itu dengan sedikit kaku menyerahkan permen miliknya sebagai ucapan terima kasih. Ada perasaan takut jika saja ia malah menolak pemberiannya karena permen ini  murah. Namun tak disangka, permen itu diterima dengan baik bahkan langsung mencicipi saat itu juga.

"Hmmm... ini enak sekali!"

 
"Benarkah?"

"Ya! belum pernah aku merasakan permen seenak ini."

"Syukurlah," ucapnya. Seketika canggung itu hilang dan mereka pun bermain bersama.
 

Anak laki-laki ini menyukai senyuman gadis itu. Disela permainan yang mereka lakukan ada ucapan yang terdengar. Itu berasal dari rasa bahagia juga rasa yang tak mau kehilangan.

 
  "Kalau kamu main denganku lagi, mereka tak akan pernah mengganggumu lagi," ucapnya. Gadis itu tersenyum menunjukkan gigi depannya dan sedikit menyipitkan mata. Dia sangat bahagia bisa terlepas dari rasa kesepian.
 

Langit berubah menjadi merah, juga angin berembus dari Barat yang terasa sangat dingin untuk mereka. Dari tempat masuk taman ini datanglah sekelompok orang dewasa mengenakan kemeja putih berjalan terburu-buru. Membawa anak laki-laki itu sedikit memaksa dengan ucapan sopan penuh rasa khawatir yang terasa pada tekanan bicaranya. Gadis itu mengira bahwa salah satu dari mereka adalah ayahnya, dan dia tak memperbolehkan anaknya untuk bermain lagi dengannya.

Gadis itu sedih, perlahan berjalan mundur sedikit menjauh tanpa diketahui anak laki-laki itu yang sedang dibujuk untuk pulang. Anggapannya ternyata hanya palsu belaka. Dia tak menyalahkan ini pada anak laki-laki yang diam-diam ia sukai, melainkan pada dirinya sendiri yang masih saja memaksakan diri untuk mencari teman. Sama seperti awal mula hingga ia menerima olokan dari mereka.

Dimasukkannya anak laki-laki itu ke dalam mobil, sang gadis kecil ternyata perlahan mengikutinya hingga ujung pintu taman. Saat mata mereka saling menatap, Anak laki-laki itu melambaikan tangan sebagai tanda perpisahan.  Hingga sebuah pohon besar menutupi gadis itu yang baru saja membalas lambaian tangannya.

Itulah terakhir kalinya aku bertemu dengan seorang perempuan yang sudah menancapkan kenangan begitu dalam. Sekantung permen yang dia berikan masih selalu ada dan menemaniku setiap perjalanan. Juga tak lupa harapan kuat yang selalu dipanjatkan pada Tuhan tiap kali menggenggamnya erat.

Semoga saja dia masih hidup.

Dunia kini tak lagi bersahabat dengan manusia. sebuah bencana besar yang memporak-porandakan semua termasuk 6 perusahaan Ayah yang menghidupi aku beserta keluarga, juga puluhan ribu karyawannya.

Bencana itu terjadi di seluruh negara. Pesisir terkena tsunami, tengah kota angin topan dan gempa bumi, dan daerah pegunungan terkena dampak dari erupsi gunung berapi. Bencana ini sudah diramalkan sebelumnya sehingga kami yang memiliki uang membuat rumah pertahanan secara patungan dan didirikan pada zona aman. Setelah semuanya usai, kami pun keluar dari rumah pertahanan dan menyaksikan daratan sekitar yang hampa bahkan mayat pun tak terlihat sama sekali. Tsunami itu ternyata sangat dahsyat hingga sampai hampir ke tengah Provinsi.

Mayat-mayat itu terbawa hanyut oleh air laut yang surut selepas tsunami. Bergelimpangan di bibir pantai, membusuk dibiarkan hancur oleh mikroba.

Seiring berjalannya waktu makanan yang disimpan perlahan mulai habis. Perkiraan pasokan makanan untuk 1 Tahun ke depan habis dalam waktu 3 bulan saja dikarenakan hewan peliharaan yang ikut tinggal tak terkontrol menyelinap masuk ke dalam penyimpanan dan merusak segel hingga pembusukan makanan pun cepat terjadi hingga beberapa di antaranya harus dibuang karena beracun jika dikonsumsi. Hingga perlahan para penghuni meninggalkan tempat dan memilih pergi untuk tetap bertahan hidup.

Seperti aku yang sudah 2 bulan hidup selepas berjalan bermil-mil hingga menemukan hutan. Selain tempat untuk mencari makan, juga bersembunyi dari makhluk Tuhan yang turun dari langit 2 minggu yang lalu.

Tubuh besar bertanduk rusa dengan kulit keras bagaikan permukaan pohon. Kami memanggilnya Nun. Sebuah nama  dari huruf hijaiyah yang tertera pada dahi mereka.

Semoga saja... seorang gadis yang belum sempat aku tanyakan namanya selamat dari bencana ini.

Semoga...

***

bersambung...

__________________________________

  Saya yang sempat menulis ini dulu adalah bernama Agus, itu adalah nama pena saya. Lalu berganti menjadi ED hingga terakhir menggunakan nama asli saya yaitu Januari Pebrian. Salam kenal :3

Me, Her, And GodWhere stories live. Discover now