Sejak kecil, Arlyn pengen banget jadi penulis. Tapi, dia sadar kalau ternyata dia nggak pandai buat nulis cerita, dia cuma bisa kagum aja sama karya. Sampai akhirnya dia punya kesempatan untuk kerja di Write Here Publishing, sebuah penerbit yang bua...
Hi syg ya ampun maaf ya sibuk banget aku tuh, kebanyakan cerita on going, chap ini gak terlalu banyak tapi kuharap tetep bisa menyirami suram hari kalian eakkkk 😭😭😭😭😭
Jangan lupa vote y syg ya
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Kayaknya mulai sekarang, aku harus belajar untuk terlihat normal meski lagi suka banget sama seseorang.
Iya, seengaknya itu yang aku pikirin setelah insiden sandal yang beda sebelah itu. Lagian, ngapain juga sih Yuga paling notis itu segala? Kayak, yaudah padahal. Biarin aja.
Pura-pura nggak tau, kan juga bisa?
Emang ya, suka sama orang itu ngeselin banget, kayak udah tau orangnya agak nyebelin, tapi masih aja suka, masih aja sayang, masih aja baper. Masih aja baik ke orang itu.
Iya, aku lagi ngomongin diriku sendiri, yang sekarang mau aja nerima projectdadakan dari kliennya Yuga. Ada salah satu rumah produksi film yang ngajak kerjasama untuk buat novel dari film yang akan mereka garap. Hal seperti ini udah biasa sih, gimmick dan turunan produknya di atur dari jauh-jauh hari.
Mulai dari tweet yang viral di twitter, yang sebenarnya itu kelihatan alami viralnya, padahal itu udah direncanakan. Ada influencer yang udah punya banyak pengikut jadi angkat itu juga, terlihat natural, padahal semuanya scripted. Ada agensi yang membangun itu di baliknya. Meski nggak semuanya pakai taktik ini, tapi sebagian ada yang menggunakannya, karena memang sudah punya rencana yang matang mulai dari membentuk hype, target pasar, dan bahkan sampai turunan produknya.
Sebenarnya aku suka di awal, ikut meeting seperti ini, karena aku pikir, ini bisa nambah pengalaman aku juga. Kami meeting berempat, aku, Pak Narto dari pihak PH atau Production House, Pak Yuga, dan satu lagi dari Gista dari tim marketing.
"Gimana, apa bukunya bisa terbit akhir bulan ini juga?"
Ini yang bikin aku kaget dan agak kesel. Kenapa mendadak banget, tapi aku tentu nggak boleh protes di sini. Aku tarik napas dulu. "Tapi, Pak, maaf apa naskahnya emang sudah ada dan jadi siap edit? Karena jadwal terbit kita akhir bulan ini lumayan padat, takut nggak keburu editnya."
"Hmm, kata penulisnya sih minggu depan udah selesai," jawab Pak Narto masih dengan senyum khasnya yang sejak tadi terpancar di bawah kumis tipisnya. "Ayolah, Mbak. Bisa kok ini. Soalnya naskahnya lagi boom banget."
"Iya, Pak, saya tahu kok. Cuma dari segi kesiapan kami juga perlu, apalagi itu adaptasi dari sebuah thread ke narasi novel, pasti ada prosesnya dulu. Mungkin bakal ada perbaikan lagi. Takutnya nanti malah nggak maksimal isi bukunya."
"Gak papa, sih, Mbak. Asal ada aja, pasti laku kok. Kita manfaatin hype yang ada. Promosinya juga nggak usah terlalu effort lagi, kan sudah terkenal naskahnya."
