Sejak kecil, Arlyn pengen banget jadi penulis. Tapi, dia sadar kalau ternyata dia nggak pandai buat nulis cerita, dia cuma bisa kagum aja sama karya. Sampai akhirnya dia punya kesempatan untuk kerja di Write Here Publishing, sebuah penerbit yang bua...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Hai, Hacin?
Maap ya up tengah malem!
But I hope u guys still enjoy it!
Jangan lupa vote yak?
- -
Bohong sih kalau aku nggak kaget, kayak berusaha mastiin berkali-kali kalau itu emang dia. Yuga emang punya akun Instagram juga, tapi nggak begitu aktif dan dia emang ngikutin akun semua orang-orang kantor. Menurutku, itu langkah wajar juga untuk seorang pemimpin mantau keseharian bawahaannya gimana.
Baru-baru ini aja dia ngikutin sih, baru sekitar enam bulan yang lalu kalau nggak salah, semenjak kita ada konsultan khusus, ini mungkin salah satu saran dari konsultan itu untuk Yuga. Biar lebih bisa mengawasi banyak hal. Sebagian penerbit memang punya konsultan khusus yang dibayar untuk ngasi saran bisnis, strategi atau hal-hal penting lainnya.
Aku masih mengamati layar itu, belum aku buka pesannya, masih ada di halaman depan sebagai notifikasi. Bingung mau jawab apa, palingan standart ya cuma 'makasih, Pak' aja, atau mungkin aku harus sedikit lebih memulai seperti balas dengan, 'waduh, Pak. Kalau gak dibalap, takut nggak selesai', gitu kali ya? Dengan harapan dia bakal bales lagi, jadi percakapan bakal ya seengaknya sedikit lebih panjang.
Aku mikir lama banget, mungkin karena terlalu gugup dan bingung proses semuanya. Tapi, pada akhirnya, aku tarik napas panjang, dan mau buka pesannya.
Tapi, HAH??!!!
Pesannya di-unsent!
Gimana bisa? Dia delete pesannya? Padahal aku belum buka!
Ihhhh kesel banget!
Aku langsung refleks aja tetep ngetik.
"Iya, Pak. Makasih ya, ini juga lagi ngejar biar keburu semua deadline-nya, Pak. Anyway, pesannya udah saya baca kok, tadi."
Tau nggak apa yang terjadi setelahnya?
Cuma dibaca doang.
Gak dibales.
Aku cuma bisa hela napas, ya mau gimana lagi, masa aku maksa dia buat bales.
Bukan pacar, tapi bikin overthinking.
Pusing.
Aku coba fokus lagi, lanjutin kerjaan, karena sebucin-bucinnya aku, tetep kewajiban nomor satu. Otak harus waras untuk tetap bisa bekerja, karena cinta saja nggak akan bisa ngisi perut kalau lagi lapar.
