5

123 11 1
                                    

Pulang

Edginee memutar kunci mobil di tangannya. Hari ini adalah hari sabtu. Dan minggu ini Edginee memang mengambil jatah liburnya di hari sabtu.

Sudah beberapa bulan ini dia tidak pulang. Kali ini bukan karena malu menggagalkan pernikahan yang tinggal menghitung hari tapi karena pusing mendengar permintaan Tante Soraya untuk berkenalan dengan anak temannya.

Edginee tahu umurnya sekarang sudah 27 tahun. Tapi ya Tuhan. Apa salahnya di umur 27 tahun belum menikah atau memiliki pasangan? Kegagalannya dulu jelas membuat Edginee lebih berhati-hati memilih pasangan.

"Ya udahlah, pulang aja." Edginee membereskan barang-barang yang akan di bawanya ke dalam tas. "Gimana nanti aja lah Tante Soraya mah."

Edginee masuk ke dalam mobil city car nya dan mengumpat pelan. Siapa sangka jalanan di sabtu pagi sudah padat. Jarak tempuh yang seharusnya satu jam sampai akhirnya harus memakan waktu lebih dari dua jam untuk sampai ke rumah kediaman kedua orangtuanya.

"Ma! Edginee pulang tuh!" teriak Elleonora dari taman depan rumah. Di tangannya penuh dengan pot-pot kecil bunga mawar.

"Berasa di hutan ya loe teriak-teriak!"

"Iya. Gua kan peri hutan, Kalau Cici sih monster hutan."

"Heh!"

Elleonora langsung kabur begitu saja setelah mengejek Edgniee.

Perbedaan umur yang hanya satu tahun, membuat Elleonora kurang sopan pada Edgniee. Kadang dia akan menanggil Cici pada Edginee tapi kadang juga dia langsung memanggil nama.

"Ma. . ." panggil Edginee begitu sampai di dapur.

"Kamu pulang sayang?" Ghea melepaskan apronnya dan memeluk anak pertamanya itu.

Ghea dan Sandy selalu mengajarkan keterbukaan. Masalah apa pun yang kedua anaknya hadapi, mereka bisa cerita dan berbagi kapan saja pada Ghea ataupun Sandy. Ghea dan Sandy pun belajar untuk tidak pernah menjudge salah siapa.

"Tenang aja kamu hari ini di sini. Tanye Soraya belum pulang dari rumah Gabby." Ghea melepaskan pelukannya dan menuntun Edginee untuk duduk di meja makan.

"Gabby kenapa Ma?"

"Mau cerai di sama Hendrik." sahut Elleonora di sela-sela acara membuat roti bakar.

"Hah?"

"Dan tahu nggak apa alasan cerainya?"

"Apa?"

"Gabby ketahuan jalan berdua sama atasannya beberapa kali. Gila lah! Itu atasannya udah umur 35an kayanya. Mana anaknya udah 3."

"Mereka jalan ketemu client kali." ujar Edginee positif. "Lagian Gabby di bagian Sales kan? Anak Sales emang biasa jalan keluar ketemu client."

"Yeh!" Elleonora melemparkan pinggiran roti tawar pada Edginee. "Orang istri atasannya datang ke kantor terus ngelabrak Gabby. Gilanya itu istri atasannya punya foto sama rekaman suara selama Gabby jalan berdua sama suami orang."

Ghea menggelengkan kepalanya. Elleonora ini mulutnya sebelas dua belas dengan Soraya. Makanya Soraya selalu kalah bila adu debat.

"Hendrik mau nunggu hasil DNA anak yang di kandungan Gabby dulu baru maju ke pengadilan." lanjut Elleonora, "Kalau anak di kandungan Gabby itu anak Hendrik, Hendrik mau nunggu sampai anak itu lahir baru cerai ke pengadilan. Tapi kalau bukan, ya langsung maju pengadilan."

Edginee menggelengkan kepalanya. Sejujurnya dia cukup kasihan dengan nasib anak Gabby. Mau anak Hendrik atau tidak tetap saja dia akan kehilangan kasih sayang dari kedua orangtuanya.

"Sudah. Ayo makan." Ghea menghentikan Elleonora yang akan semakin menggosib.

Edginee masuk ke dalam kamarnya perlahan. Entah mengapa sudah tiga tahun ini Edginee belum biasa masuk kamarnya dengan perasaan biasa saja.

Hubungannya dengan Caiden bukan hanya setahun dua tahun. Sebelum menjalin hubungan empat tahun pacaran, Caiden dan Edginee sudah saling mengenal. Karena Caiden adalah senior satu tahun di atas Edginee selama masa sekolah.

Edginee membereskan beberapa barang di kamarnya. Mengelompokkan barang-barang tersebut menjadi yang akan di sumbang, dibuang, atau di simpan.

"Niat loe ke sini emang mau beberes kamar ya?" Elleonora masuk kedalam kamar Edginee dan menjatuhkan badannya pada tempat tidur Edginee yang selalu di ganti sepreinya oleh sang Mama.

"Heeh."

"Udah move on beneran dari Caiden?"

Edginee melempar bantal pada Elleonora, "Udah dari lama kali gua move onnya."

"Masa? Terus kenapa masih diem di apartemen bukan pulang ke sini?"

Edginee menghembuskan nafasnya perlahan, "Gua nggak mau jadi beban pikiran Mama Papa. Cukup sekali gua bikin Mama sama Papa malu karena kelakuan gua."

"Ci. . . Loe ngerasa nggak sih kalau Mama sama Papa nggak pernah masalahin putusnya loe sama Caiden. Buat Papa mending loe gagal nikah dibanding udah nikah entar cerai."

"Gua sih bukannya keberatan ya ngejagain Mama sama Papa. Tapi ada kalanya, Mama sama Papa itu mau ceritanya sama loe bukan sama gua. Buat mereka loe tetep anak pertama yang harus tahu pertama kali tengang apa pun di rumah ini."

"Pulang deh. Toh jarak hotel sama rumah nggak jauh-jauh amat."

Edginee mengangguk saja. Dalam hati dia akan memikirkan dengan baik-baik perkataan Elleonora.

Selama tiga tahun belakangan ini Edgniee sangat jarang pulang. Dia hanya akan pulang saat perayaan hari besar, ulang tahun kedua orangtunya atau Elleonora, atau saat dia sendiri ingin pulang. Ghea atau Sandy tidak pernah meminta Edginee pulang karena bagi keduanya, ini adalah rumah Edginee dan akan ada saatnya di mana Edginee akan pulang ataupun pergi.

Dan kebebasan itu yang kadang di manfaati Edginee dengan tidak tahu diri.

~ Dream Wedding ~

To Be Continue

J.F.E.L

Dream Wedding ☑️Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz