11

97 11 2
                                    

Curhatan

Maura menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri begitu Edginee membuka pintu apartemennya.

"Loe mau tidur sama gua apa di kamar tamu?" tanya Edginee yang sudah ada di dapur sedang membuat coklat panas.

"Kamar tamu. Gua mau teleponan sama Gandhi."

"Dih! Numpang aja banyak tingkah loe!"

"Loe nih jadi atasan kurang ajar. Masa bawahannya di suruh ikut lembur bareng loe. . ."

"Lah?"

Maura terkekeh pelan sambil menyalakan netflix.

Apartemen Edginee adalah satu-satunya tempat yang bisa Maura tumpangi kalau sedang malas pulang ke rumah.

"Gi!"

"Apa?" Edginee meletakkan dua buah gelas coklat panas yang siap menghantar tidur mereka.

"Gua lupa mulu mau nanya. Itu di kamar tamu kok ada mesin tenun sama mesin jahit. Punya siapa?"

Sejujurnya dari awal menginap di apartemen Edginee, Maura sudah kepo sama peralatan di kamar tamu.

"Punya gua."

"Hah?"

"Loe tahu gosib harta-hartaan keluarga Prawira nggak?"

Maura menggelengkan kepalanya. Hei, sekalipun Maura secara kelas ekonomi satu level sama Edginee tapi secara jumlah kekayaan jelas keluarganya di bawah keluarga Edginee. Mana mau Maura mengurusi harta orang lain. Takut iri.

"Keluarga Papa tuh agak apa ya. . ." Edginee menusuk pipinya sendiri, "Agak kolot soal pewaris. Menurut Opa Martin, hanya anak dan cucu laki-laki yang berhak atas perusahaan. Anak dan cucu perempuan itu cuma punya saham sekian persen yang jelas kita nggak boleh kerja kayak mereka di perusahaan."

"Serius?"

"Heeh!" Edginee menganggukkan kepalanya pasti, "Tapi harta yang lain itu di bagi rata mau perempuan atau laki. Cuma di masalah kedudukan di perusahaan aja bedanya."

"Karena Papa cuma punya dua anak perempuan yang sudah pasti kesingkir dari jabatan di perusahaan Opa, Papa tuh ngedidik gua sama Elle agak kejam. Dari jaman sekolah kita tuh di batasin uang jajannya. Cukup nggak cukup ya harus cukup. Gua sama Elle aja cuma perginya yang di anter pakai mobil, pulangnya ya naik kendaraan umum atau jalan kaki kalau uangnya abis."

"Makanya buat menuhin kebutuhan yang nggak di cover uang dari Papa, gua jualan."

"Jualan? Jualan apa?"

"Scraf, baju atasan cewek, kaos-kaos sablon, atau gelang-gelang tali gitu."

"Itu mesin tenun sama mesin jahit. . ."

"Ya buat bantu gua bikin begituan. Ada alat sablon sama catnya juga kok kalau loe buka alat-alat di lemari yang warna putih."

Maura berdecak perlahan. Sekarang dia mengerti kenapa Edginee mengelola hotel dan Elleonora membuka butik. Padahal perusahaan Prawira itu terkenal di mana-mana.

~ Dream Wedding ~

Kabar putusnya hubungan Enrico dan Bella sudah menyebar luas. Pelakunya tentu saja Bella sendiri yang membuang postingan foto mereka berdua dari media sosial.

"Loe putus lagi?" tanya Stevanie saat melihat Enrico tengah asyik bermain PS di rumah.

"Hem."

"Ya ampun, itu udah mantan ke berapa coba?"

Jessline tertawa kecil mendengar gerutuan Stevanie. "Cici emang mau ngitungin mantannya Koko ada berapa? Meimei sih nggak mau. Pusing."

"Ya nggak mau lah, Mei. Cuma ya bo lebih lama dikit gitu waktu pacarannya. Ini sama Bella yang dari temen aja cuma itungan bulan."

"Meimei nggak suka ih sama Ci Bella." cetus Jessline yang langsung mendapat atensi Stevanie dan Enrico.

Karena dari sekian banyak barisan para mantan Enrico, Jessline itu termasuk calon adik ipar yang masa bodoh. Menganggap ada dan tiada.

"Nggak suka kenapa?" tanya Hansen sambil menyerahkan susu hamil pada Stevanie dan duduk di samping Enrico.

Stevanie dan Hansen memang tinggal di rumah kedua orangtua Stevanie saat mereka tahu Stevanie mengandung. Alasannya tentu saja karena Hansen terlalu sibuk bekerja. Maklum cucu pertama, jelas harus di perlakukan spesial.

"Waktu Meimei pulang sekolah cepet, Meimei kan ke Cafe Rainbow gitu loh. Trus ada Ci Bella di sana lagi marah-marah. Ci Bella marah sama pelayan yang nggak sengaja numpahin minuman ke meja Ci Bella kena tasnya."

"Trus Ci Bella ngomong gini, gaji loe itu nggak akan sanggup buat beli ini tas terus loe seenaknya basahin tas gua. Loe tahu nggak gua itu siapa? Gua itu tunangannya Enrico Geraldo yang punya PT Gutama. Kalau gua mau pecat loe sekarang juga bisa. Gitu kata Ci Bella."

"Serius Mei?" tanya Enrico yang langsung mendapat anggukkan kepala dari Jessline.

"Ih rame banget itu Ko. Sampai banyak yang videoin. Akhirnya di take down viral videonya sama Ko Jammy."

Jammy Theodore, pemilik Cafe Rainbow itu salah satu sepupu Enrico dari pihak Mama.

Jessline tahu jelas seberapa emosinya Jammy saat membereskan kekacauan di Cafenya. Masalahnya pelayan tersebut nggak ngerugiin Bella apa-apa selain tas yang basah dan bisa kering hanya di lap tisue.

"Meimei nggak suka ih Koko pacaran sama Ci Bella. Koko cari cewek yang baik luar dalem napa sih. Bukan cuma cantik luar tapi dalemnya busuk."

"Hahaha. . ." Stevanie tertawa mendengar gerutuan Jessline.

Memang Enrico ini harus di sadarkan oleh Jessline kalau semua mantan pacarnya itu nggak ada yang beres. Cantik sih wajahnya tapi tutur kata sama kelakuannya minus semua.

"Dengerin tuh curhatan Meimei." Hansen mendegungkan kepala Enrico sambil tertawa puas.

~ Dream Wedding ~

To Be Continue

J.F.E.L

Dream Wedding ☑️Where stories live. Discover now