2. USTADZAH IKLIMA

447 16 0
                                    

Siap baca chapter dua?
Jangan lupa vote dan komen ya, happy reading and enjoy guys 🔥

-

-

-

Selesai tadarusan di masjid, Fara dan Alia berjalan menuju pagar pesantren. Ditemani bulan yang masih berada di langit dan dengung sholawatan serta tadarusan yang terdenger di masjid sekitar, mewarnai pagi yang masih sejuk.

Pagi seperti ini biasanya Fara sedang bersiap untuk berangkat sekolah, tapi dikarenakan hari Sabtu libur. Rutinitasnya sebagai seorang santriwati kembali berjalan.

"Mang, nanti jangan dikunci lagi, ya. Aku sama Alia mau ke warung dulu beli sarapan."

"Siap, neng."

Lewat pagar belakang asrama putri, Alia dan Fara keluar dari kawasan pesantren, menelusuri jalanan yang masih sepi yang di kanan kirinya terdapat hamparan tanah luas dipenuhi ilalang hijau.

Di Darul Qur'an terdapat dua pagar yang menghubungkan wilayah dalam pesantren dengan wilayah luar, pagar utama yang berada di dekat asrama santri, dan pagar belakang khusus untuk santriwati. Hal ini dilakukan agar santri dan santriwati tidak saling bertemu, untuk mencegah terjadinya gadhul bashar, zina, kholwat, maupun ikhtilat.

Pesantren yang dikelola oleh Nando, memang jauh dari jangkauan perkotaan. Hal ini juga disengaja agar tidak mengganggu fokus para santri dan santriwati yang sedang menghafal Al-Qur'an.

Menempuh perjalanan sekitar sepuluh menit dengan berjalan kaki, Fara dan Alia sampai di daerah pedesaan, yang penduduknya terbilang sedikit. Hanya ada beberapa rumah yang dapat dihitung dengan jari, dan terdapat warung yang biasanya dikunjungi para santri dan santriwati untuk berbelanja.

"Assalamualaikum ... Bi Ida! Selamat pagi!" sapa Fara, ia terlihat antusias saat melihat sayur kesukaannya sudah terikat manis dengan jajaran sayur segar lain.

"Waalaikumsalam, Fara, Alia. Sayurnya nih, masih segar-segar. Bibi baru aja ambil dari kebun belakang rumah," sahut Bi Ida.

"Alhamdulillah, kebetulan ada sayur kesukaan aku, bi." Fara segera memisahkan kangkung kesukaannya.

"Iya silahkan, dipisahin aja, ya. Bibi mau lanjut ambil sayur lagi di kebun."

Fara dan Alia mengangguk, warung Bi Ida merupakan warung sehat, karena sayur-sayuran dan bahan masak yang tersedia sebagian besarnya merupakan hasil menanam sendiri. Sehingga kesegarannya sudah dapat dijamin.

"Hari ini Ustazah Iklima pamit, ya?" Alia membuka percakapan disela memilih sayur.

"Iya, Al. Ternyata benar yang kamu omongin kemarin, pas sampe rumah aku sempet tanya abang, katanya memang benar Ustadzah Iklima bakalan diganti, tapi cuman sementara. Setelah urusannya di Lampung selesai, nanti beliau ke sini lagi," jelas Fara.

"Ustadzah Iklima dari Lampung?"

Fara mengangguk. "Iya, kamu nggak tau?'

Alia tersenyum, "nggak, aku nggak tau. Taunya pas denger dari kamu barusan."

"Aku juga baru tau dari abang kemarin malam." Fara tertawa, bertahun-tahun tinggal di pesantren dan mengenal Ustadzah Iklima, Fara sendiri tidak tau bahwa Lampung adalah tempat asal Ustadzah Iklima.

Ngomong-ngomong soal Ustadzah Iklima, Fara sangat mengagumi beliau. Fara bertekad untuk menjadi seperti beliau yang wawasan tentang ilmu agama islamnya sudah luas.

"Kayaknya bakal kangen banget deh, sama beliau. Kira-kira lama nggak, ya Ustadzah di sana?"

"Aku berharap semoga sebentar, nggak dengar suara beliau lagi cerita soal kisah zaman para nabi aja aku kangen banget, walaupun cuman sehari. Apalagi kalo sampe berminggu-minggu," sahut Fara.

Qisat Fara [END]Where stories live. Discover now