14 - Berusaha, Emang Bisa?

4.2K 444 30
                                    

Langkah kaki lain lebih dulu menghalangi pergerakannya untuk keluar

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Langkah kaki lain lebih dulu menghalangi pergerakannya untuk keluar. Keringat dingin yang nampaknya akan terlihat di sekitar pelipis akan menjadi tanda bahwa aura gadis di hadapannya mampu membuat siapa saja tertunduk.

Masih belum mempersilakan gadis itu untuk enyah dari hadapannya, Agatha seakan dibuat penasaran dengan kotak kecil yang berada di meja seseorang. Tentu dirinya tak lupa dengan nama yang tertera di atas meja tersebut selepas kelas unggulan resmi dibuka tempo hari.

"Tunggu sini." Memberi perintah untuk tetap tinggal, tanpa sebuah perlawanan maupun protes kala lengannya kembali ditarik untuk menghadap Agatha dan juga kotak makan yang terangkat oleh satu tangannya.

"Kasih ini buat Dirga biar di-notice sama dia?"

Yasmine hanya bisa menunduk tanpa menunjukkan raut panik ketika menghadapi tatapan menusuk Agatha. "Cara klise untuk seukuran anak kuliahan!" gerutu Agatha sembari melempar kotak makan tersebut ke arah Yasmine. Untung gadis itu cekatan untuk menerimanya, jika tidak ... mungkin isi di dalamnya akan berhamburan kemana-mana.

Menjauh setelah mendapat isyarat untuk segera beranjak, masih menjadi pusat perhatian bola mata Agatha sebelum derap langkah kaki dari arah berlawanan membuatnya berbalik badan.

"Udah lama?"

"Baru sampe, kok. Kebetulan belum ada yang datang, makanya aku di luar."

Sempat memberi kecupan singkat sebagai salam pagi hari, menelusuri kelas yang akan dijadikan sebagai ujian pertama bagi mahasiswa unggulan, dan rupanya memang belum ada satupun yang datang kecuali dirinya dan juga Agatha.

Apakah keduanya terlalu pagi untuk bersiap dengan ujian? Apakah Agatha terlalu bersemangat untuk menghadapi segala cobaan yang akan menerjang otaknya dikala ingatan perihal Yasmine justru menghantui benaknya? Mungkin tidak, tapi inilah permainan takdir.

"Setelah ngampus ada jadwal photoshoot?"

Duduk di bangku panjang depan ruang kelas, menerima uluran minuman kaleng sembari menggeleng pelan. "Sebenarnya hari ini ada wedding, sih. Tapi aku minta izin ke Zony karena ada ujian kelas unggulan."

"Nggak apa-apa?"

"Zony orangnya santai, kok, nggak mempermasalahkan izin aku. Dia bahkan juga tahu kalau aku lagi butuh beasiswa itu."

Sejenak terdiam atas kalimatnya sendiri, menoleh ke arah Agatha kala gadis itu ikut menaikkan satu alisnya. "Butuh?" gumam sang kekasih.

"Iya butuh itu, Tha. Buat buktiin ke Mama sama Papa kalau anaknya bisa berprestasi di kampus." Berdalih seakan tak ingin Agatha tahu tentang keperluan mendatang yang mengharuskan beasiswa kelas unggulan menjadi satu-satunya bantuan nyawa yang harus Dirga dapatkan jika ingin tetap berjumpa di semester mendatang.

Keterdiaman yang membuat Dirga cukup panik. Apalagi Agatha sering melamun karena satu hal yang seharusnya tidak perlu ia pikirkan. Gadis itu sudah menanggung banyak beban di punggungnya, jadi sebisa mungkin Dirga harus menjaga setiap perkataannya sekalipun ingin bercerita perihal keadaan keluarganya saat ini.

Tapi sepertinya tidak sekarang, mungkin nanti di saat waktunya sudah tepat atau bahkan tidak sama sekali. Dirga akan menyimpannya seperti halnya menyimpan rapat password login untuk ujian pertama kelas unggulan.

"Masih ada empat kali ujian di hari mendatang dengan perolehan nilai yang akan diakumulasikan pada setiap ujiannya hingga pihak kampus mendapatkan lima mahasiswa terbaik yang berhasil mendapatkan beasiswa tahunan."

Ambisi Dirga untuk mengejar mimpinya begitu besar. Dirinya tentu tidak akan melewatkan kesempatan tersebut sekalipun orang lain sering meremehkannya. "Kenapa harus bersusah payah merebut beasiswa itu, lo kan, anak orang kaya." Sepertinya mulai saat ini Dirga akan tersenyum tipis mendengar kalimat tersebut.

Hanya bisa mendengar kalimat yang dianggap sederhana bagi sebagian orang, namun cukup nyeri ketika diucapkan di sebelahnya.

***

Dirga menyadari bahwa kehidupannya begitu bertolak belakang dengan gadis di depannya. Mengendarai kendaraan beroda empat sebagai hadiah ulang tahun, walau sebenarnya tanggal lahir Agatha masih satu minggu lagi.

Sabara memang tengah berada di Singapura untuk menjalani masa pemulihan, akan tetapi pria itu tak lupa dengan janjinya kepada sang anak serta ucapan ulang tahun yang terlampaui tak biasa.

Tersenyum tipis sekaligus bingung dengan kinerja otaknya yang mencoba untuk bertanya perihal keinginan kado yang nantinya akan ia berikan untuk sang kekasih. Tiap tahunnya, Dirga selalu menanyakan itu kepada Agatha lantaran dirinya bingung. Tak pernah memberikan hadiah ulang tahun kepada perempuan lain selain Mama dan juga sang adik. Lebih baik bertanya langsung daripada berdiri di depan toko perlengkapan make-up selama satu jam.

"Kayanya tahun ini aku nggak ngadain party, deh."

Menyelipkan satu rokok di bibirnya setelah menghidupkan korek, duduk di atas kap mobil sembari merangkul bahu sang kekasih diiringi kepulan asap di sekitarnya. "Kenapa?" tanya Dirga, tanpa mengalihkan pandangannya dari para mahasiswa yang berlalu lalang.

"Papa nggak ada di rumah, jadi kurang aja kalau aku ngadain birthday party tanpa dia."

"Intimate lebih baik, Tha. Mengundang orang terdekat, saudara, teman, pacar--" Menggantungkan kata terakhir, terkekeh geli sembari mengusap rahang sang kekasih.

"Kamu tahu sendiri kan, kalau aku nggak punya teman. Di kampus ini, aku cuma punya kamu, Ga."

Sejak SMA Agatha memang jarang memiliki teman akrab di dalam satu kelas. Gadis itu justru tak enyah dari dua sahabatnya dari Bandung yang saat ini telah berkuliah di luar negeri. Akan sangat sulit bagi keduanya untuk datang di acara birthday Agatha mendatang.

Tahun lalu pun hanya via video call, tanpa bersua secara langsung. Tahun ini pun bisa dipastikan sama. Ketiganya akan meniup lilin ulang tahun di belahan negara berbeda.

Mengusap bahu Agatha sebagai penenang agar tak memikirkan party yang masih dalam angan, memilih untuk mengalihkan fokus Agatha karena Dirga sendiri tahu perihal tamu yang selalu hadir di pesta gadis itu hanya tamu dari pihak Sabara.

Mengajak serta anak dari rekan kerja pria itu, menjadikan ramai serta riuh party berlangsung setiap tahunnya.

Sebenarnya keinginan terbesar Dirga yang sampai sekarang belum bisa terwujud, salah satunya ingin merayakan ulang tahun Agatha tanpa adanya orang lain. Waktu dan juga jadwal yang begitu padat di tahun-tahun kemarin membuat keduanya sedikit berjarak karena kesibukan masing-masing.

Dan tahun ini, Dirga bisa pastikan bahwa dirinya akan merealisasikan hal tersebut. Berdua dengan Agatha, berharap tak ada orang lain yang sibuk mengacaukan dunia keduanya.

"Semoga Dewi Fortuna kali ini berpihak sama kita ya, Tha."

***

Maaf yaaa, suibuk pwoll.



Come on, Ga!Where stories live. Discover now