ADELNIA || 08

3.3K 183 14
                                    

Happy Reading
.
.
.

Selamat membaca 🤗🤗🤗🤗🤗

------------

Adel terbangun saat mendengar suara benda jatuh. Dia terduduk lalu menatap sekitar dengan linglung. Kamar mewah, dimana dia? Adel membulatkan mata, dia melirik tubuhnya dari balik selimut, aman. Seketika adel menghembuskan napasnya lega.

Adel kembali menatap seisi ruangan, didominasi oleh warna abu-abu gelap dan hitam pekat. Pemilik warna ini seperti seorang misterius dan sudah ditebak. Pikir Adel.

Menurunkan kedua kakinya, Adel berdiri dan berjalan menuju pintu. Sambil menuruni tangga tanpa suara Adel memandang sekitarnya. Rumah atau entah disebut apa ini tidak luas. Dia hanya beberapa meter, tidak ada sekat hingga benak coklat bening Adel melihat punggung seorang pria. Dia mengenakan kaos hitam ketat membuat otot tubuhnya tercetak jelas dengan celana pendek hitam selutut. Sangat kontras dengan kulit putihnya.

"Kak Putra." gumam Adel, dia terpesona sesaat melihat bentuk tubuh Putra yang terlihat gagah diusianya yang masih muda.

Adel mengerjap, dia memukul kepalanya setelah sadar. "Ih Adel, apaan sih! Gak boleh mikir gitu!" rutuknya.

Mendengar suara Adel, Putra menoleh dengan dingin. "Ngapain?" tanya Putra dingin.

Adel mendongak menatap Putra, kembali dia terpesona. Rambut coklat depan cowok itu naik keatas menunjukkan jidatnya yang mulus. Alisnya yang tebal menukik dingin.

Ketampanan Putra hampir sama dengan Regal. Hanya saja menurutnya Putra jauh lebih tampan karena dia memiliki daya tarik tersendiri. Sementara Regal, dia dipandang orang-orang karena dia seorang Ketua.

Salah gak yah muji cowok lain, batin Adel.

Melihat gadis yang dicintai hanya diam, Putra mengecilkan kompor sebelum mendekati Adel. Dia menyentil pelan hidung Adel membuat si punya hidung tersentak pelan.

"Di tanya kok melamun." Putra menatap Adel dalam.

Adel mengusap ujung hidungnya masih merasakan bekas sentilan Putra. "Gak kok, cuma heran kok Adel bisa ada disini." jawab Adel lancar. Padahal bukan karena itu.

Putra kembali menuju kompornya diikuti Adel. Adel sendiri menipiskan bibir karena Putra tidak menjawab pertanyaannya.

Adel berdiri disebelah kanan Putra, memperhatikan tangan cowok itu yang sedang mengiris bawang. "Kakak lagi mau buat apa?"

"Nasi goreng." jawab Putra singkat.

"Adel bantu boleh?" Adel menatap sisi wajah Putra, dari sini Adel dapat melihat betapa tampannya Putra dengan hidungnya yang begitu mancung. Selama ini dia kemana? Kenapa baru sadar ternyata ada yang lebih ganteng dari Regal.

Putra menoleh kesamping agak menunduk. "Ambil daging sana." titahnya menunjuk kulkas melalui dagu.

Adel menurut, diambilnya daging lalu dia letakkan dekat kompor. "Di potong?"

"Hm."

Adel segera memotong daging dengan potongan sedang lalu mencucinya bersih. Kemudian dia goreng sesuai titah Putra.

Keduanya asik mengerjakan pekerjaan masing-masing tanpa bersuara hingga kemudian ponsel diatas meja makan berdering nyaring.

Adel menatap ponsel itu lalu menatap Putra. "Punya kakak?"

Putra menatap Adel, tanpa menjawab laki-laki dingin itu meraih ponsel dan melihat nama si penelpon.

"Lo dimana?"

"Apart." dengan tangan kirinya Putra mengeluarkan sebatang rokok dari bungkusnya. Menyelipkan ujung rokok dibibir kemudian menyalakan ujungnya dengan mancis kemudian dihisap kuat. Lalu menghembuskannya diudara dengan gaya keren.

"Lo tau dimana cewek gue?"

Putra berbalik memandang punggung kecil Adek. Pinggangnya dia sandarkan disisi meja. Menyelipkan rokok diantara jari-jari kirinya, Putra menjawab sambil menatap Adel.

"Yang mana."

"Ha? Maksud lo?"

"Adel atau Anabel?"

Namanya disebut segera menoleh. Putra menaikkan alis kanannya melihat Adel menatapnya.

"Cewek gue cuma satu. Adel."

"Oh." balas Putra sambil menghisap rokoknya.

"Gue serius anjing! Lo ada liat cewek gue?"

"Gak!"

"Terus, dia di-"

Tut.

Putra melempar ponselnya keatas meja. Kupingnya sakit mendengar Regal menyebut Adel sebagai ceweknya. Well, bagi Putra, gadis itu miliknya, pacarnya. Dia bukan pacar siapa-siapa kecuali pacar Putra.

Adel sedikit takut saat dia kembali menoleh kebelakang, Putra terus menatapnya dengan sorot dingin.

Tanpa mengatakan apa-apa, Putra melanjutkan tugasnya sambil terus merokok.

Setelah memasak, semua masakan yang sudah jadi diletakkan diatas meja. Putra diam sambil memperhatikan Adel menyiapkan nasi untuknya.

Doa dipimpin oleh Putra, mereka makan dengan tenang.

Setelah makan dan membereskan meja, Adel yang hendak mencuci piring segera tangannya ditahan oleh Putra.

"Besok aja." kata Putra ingin menarik Adel. Tapi Adel menahan tangannya.

"Tapi ini harus dicuci, kak. Banyak banget." Adel menatap tumpukan piring kotor.

"Nurut boleh?"

Mendengar itu Adel segera membersihkan tangannya dari busa. Dan mengikuti langkah Putra menuju sofa yang didepannya sudah menyala televisi.

Mereka berdua menonton, sebenarnya disini Adel hanya menemani karena dia tidak menikmati filmnya. Mata Adel terus melirik jam didinding. Sudah pukul 9 malam. Bagaimana ini? Besok sekolah. Ada tugas yang harus diselesaikan Adel. Tapi ijin sama Putra, nyalinya ga sebesar itu.

Putra sadar dengan tingkah Adel yang ingin pulang. Masalahnya Putra gak mau ditinggal sendirian. Ditemani Adel membuat ia tidak merasa kesepian. Tapi melihat gadisnya yang tampak kuatir membuat Putra menghela napas.

Dia bangkit berdiri, masuk kekamar meraih jaket, kunci mobil, dan ransel milik Adel. Kemudian turun dan menyerahkan ransel kepada pemiliknya.

"Ayo." ajak Putra berjalan menuju pintu.

Adel melongo, ditatapnya ransel ditangannya sebelum berdiri dan berbalik menatap Putra yang bersandar didinding sambil bersedekap, menatap Adel dingin.

"Kakak mau ngantar Adel pulang?" tanya Adel pelan.

"Hm." dehem Putra dingin.

"Tapi-" suara Adel menggantung karena Putra segera keluar setelah membuka pintu. "Ih, kak, tungguin!" seru Adel mengejar Putra.

Selama perjalanan keduanya diam. Adel ingin bicara tapi muka Putra tidak bisa diajak bercanda.

Mobil berhenti didepan gang. Pandangan Putra terus kedepan sementara Adel hendak berpamitan.

"Kak, Adel balik, yah? Nanti baju yang Adel pake nanti Adel kembalikan."

"Hm." dehem Putra tanpa menatap Adel.

Adel menghela napas. Putra dengan sikap dinginnya membuat Adel harus mengelus dada dengan sabar.

"Aku keluar. Hati-hati di jalan. Jangan ngebut. Makasih."

Pintu tertutup, segera Putra memalingkan wajahnya kekiri, menatap Adel yang berjalan memasuki gang. Sesekali gadis itu menoleh kebelakang. Setelah memastikan tidak ada yang mengikuti Adel dari belakang, Putra menyalakan mesin mobilnya dan menjalankannya dengan sangat kencang. Hingga suara mobilnya masih dapat Adel dengar.

"Bandel dibilangin." omel Adel menatap gang.

Senin 17 Juli 2023

ADELNIAWhere stories live. Discover now