4.

5.6K 764 57
                                    





"Semangat belajarnya ya sayang." Vanya mengecup pipi Vero. Mereka berada di depan. Wanita itu mengantarkan suami serta anaknya untuk berangkat melakukan aktivitas masing-masing.

Vero mengangguk senang. "Pasti mama. Biar nanti aku bisa masuk ke universitas abang!" balasnya.

"Ya sudah berangkat sana."

Vero pun menyalimi tangan kedua orang tua Reygan kemudian berlari kecil masuk kedalam mobil Delvin. Hari ini dia berangkat bersama abangnya atas perintah Delvin.

Di perjalanan pun keduanya mengobrol. Delvin yang selalu menanggapi obrolan Vero dan Vero yang tak kehabisan topik.

"Dek, boleh abang menanyakan sesuatu?" tanya Delvin tanpa menoleh.

Vero menoleh ke arah Delvin. "Tanya apa bang?" Vero berpikir mungkin pertanyaan mengenai hubungan nya dengan Vino. Ah, dia baru ingat jika harus berhadapan oleh kenyataan pahit. Mendadak, suasana di dalam mobil suram.

"Tentang Vino, kau yakin akan melanjutkan hubungan dengannya?" suara Delvin begitu berat. Ia meremas kuat stang setir yang ia pegang, bersiap dengan apapun jawaban adiknya.

Vero tak yakin akan menjawab. Tetapi, mungkin dia harus menjawab sesuai dengan apa yang direncananya. Dia tau jika Delvin lah yang paling menentang hubungan Reygan dan Vino.

"Hm? Vino?" Vero melancarkan aksi lupanya. Ini akan berguna untuk kehidupan nya disini. "Vino siapa bang? Apa dia saudara kita? Hubungan apa yang abang maksud?" Dia memasang wajah linglung penuh tanda tanya.

Delvin sontak menepikan mobil ketika mendengar jawaban sang adik. "Vino? Kau tak ingat padanya?" tanya Delvin memastikan.

Vero menatap bingung Delvin. Dia memegang kepala seolah memaksa untuk ingat. "Ugh!"

"Hey, jangan di paksa kalau tidak ingat." Delvin melepaskan tangan Vero yang mencengkram kepalanya. Samar samar, dia menyeringai. Seringai itu ditangkap basah oleh Vero.

Vero menatap Delvin. "Vino siapa bang? Kemarin aku ingat ada anak yang bernama Vino terus menempeliku dan berkata jika aku pacarnya."

Delvin memegang kedua pundak Vero. "Dengarkan abang. Menjauh dari orang yang bernama Vino okay?" perintah nya. Mungkin dia manfaatkan ingatan adiknya untuk membawa sang adik ke jalan lurus tanpa belok.

Vero pun tak bertanya kenapa, langsung mengangguk. Ini yang dia cari. Jika seperti ini kan semuanya berjalan normal. Meski tak normal hanya karena dia kepentok tiang berujung hilang ingatan.

*

Vero duduk di bangku yang biasanya. Dia menggambar sesuatu untuk menghilangkan rasa bosan. Dia terlalu malas untuk menghampiri teman Reygan yang berada di rooftop.

"Hey bro! Kenapa ga ke rooftop?" tanya seseorang merangkul pundak Vero.

"Mager gw," sahut Vero dan menyingkirkan rangkulan salah satu teman Reygan, Glen. Sebenarnya dia trauma sama pelukan lelaki. Apalagi cerita ini 90% gay.

Glen terkekeh. Dia pun menyeret kursi di sebelah dan duduk di samping Vero. Agak merinding melihat tatapan Glen yang mencurigakan.

"Hubungan lo sama Vino gmn?" tanya Glen tiba-tiba.

Vero tak menjawab, dia lebih memustakan fokusnya pada gambar babi yang dia gambar. Semua orang di cerita ini wajib di hindari kecuali keluarga Erlangga. Haruskah Vero tenggelam saja di dasar lautan. Kenapa teman Reygan satu ini malah menatap dirinya penuh minat.

Risih sebenarnya, tapi mau gimana lagi. Vero tak ingin teman-teman Reygan curiga jika dirinya bukan lah Reygan asli. "Gw ga tau. Kepala gw kebentur kmren, gw ga inget siapa Vino- ASTAGFIRULLAH BUKAN MAHRAM!!" ucap Vero yang di hadiahi pekikan di akhir.

Vero langsung berdiri saat Glen malah menggenggam tangan nya dan menatap dirinya khawatir. "Lo ngapain pegang tangan gw?" sembur Vero.

Glen menaikkan satu alisnya. "Hanya pegang tangan kan?" kenapa temannya itu heboh. Padahal biasanya tidak seperti ini.

"Ya, tapi.. ARGHH ANJING!" Vero memilih pergi keluar kelas meninggalkan seisi kelas yang menatap kepergiannya heran.

"Hikss.. Mama mau pulang." Vero mencuci bersih tangan yang tadi sempat di pegang Glen. Dia bukan jijik, dia trauma. Berada di tengah-tengah lautan manusia yang harus dia hindari adalah hal yang tak di inginkan dia.

Dirasa jika tangannya bersih. Vero melangkahkan kakinya keluar. Pada saat itu, dia menerima sebuah tamparan di pipi kanannya.

Vero memegang pipinya, dia pun menoleh ke arah 3 orang berada di depannya. Mereka adalah Vino di sebelah orang yang menamparnya, dan disebelah kanan lelaki itu terdapat lelaki asing.

Vero menatap satu persatu name tag mereka lalu mengangguk mengerti. "Kenapa lo nampar gw?" desisnya tak terima.

"Kenapa lo bilang?!!" seru Cio. Pria manis memiliki tubuh sedikit tinggi daripada Vino. "Lo udah bikin sahabat gw nangis dan sakit hati!" lanjutnya tak sabaran.

"Cio udah!" Vino di sambil menenangkan sahabatnya yang mengaamuk setelah ia menceritakan apa yang telah terjadi.

"Kapan? Gw ga merasa bikin dia sakit hati." Karena dasarnya, Vero memang belum melakukan hal yang menyakiti hati Vino selain dia minta putus.

Cio sudah menahan amarah sejak tadi. "Lo mutusin Vino? Kenapa? Lo selingkuh dari dia?" desak pemuda itu. Dia memojokkan Vero yang linglung.

"Dia sakit hati karena gw putusin?"

"Otak lo di pake? Lo nanya gitu setelah lo dua bulan ngejalanin hubungan sama sahabat gw. Kemarin lo dengan seenak hati minta putus tanpa alasan jelas? Waras lo?!!" hardik Cio mendorong tubuh Vero mundur beberapa langkah.

Vero tak terima dirinya di dorong pun mendorong balik Cio dengan kuat. "Wow selow." Lev, pemuda yang sedari tadi diam pun langsung menolong Cio ketika pemuda itu akan terjatuh. Dia menghalangi Vero yang alan berbuat lebih pada Cio.

"Otak gw di pake. Makanya gw minta putus sama dia. Keluarga gw ga nerima hubungan tabu kek gini. Gw sama dia sama-sama lelaki. Kita ga pantas untuk jalin hubungan." Vero menjelaskan agar dia tak di pandang jelek.

"Katanya lo cinta sama Vino!" sergah Cio. Dia melirik Vino yang murung.

"Itu dulu sebelum gw sadar. Jadi hargai keputusan gw."

Vero pun melangkah meninggalkan mereka bertiga. Entah apa yang di ucapnya benar atau salah, dia harap hal itu membuat mereka mengerti. Vero tak ingin semakin takut berada di kalangan penyuka sesama jenis.







Tbc.

Menolak alur  ✔Where stories live. Discover now