10.

5K 654 30
                                    







Sudah berapa minggu terlewati, Vero menjalani kehidupannya sebagai Reygan. Dia sudah menerima jika dia harus menjadi 'Reygan' dan sepenuh hati melupakan jati dirinya semenjak waktu itu.

Sejak seminggu lalu Vero atau bisa kita panggil Reygan berada di negara XX. Dia menjalani harinya dengan tentram. Reygan juga memasuki salah satu sekolah yang katanya paling elit di Kota.

Sekolah bergengsi dan terkenal dengan biaya masuk yang mahal. Tetapi karena keluarganya kaya, ia dengan gampang memasuki nya. Tak heran sih, keluarganya termasuk jajaran keluarga terkaya nomor 3 di Negaranya dahulu.

Reygan sudah membiasakan diri bersama kakek serta neneknya. Mereka sangat ramah dan begitu menyayanginya. Delvin tak ikut karena harus menyelesaikan skrispsi.

Kehidupan sekolah Reygan pun jauh lebih aman. Meski ada suatu hal yang menyebalkan di sekolahnya, tapi ia tak masalah. Selama masih batas wajar, Reygan bisa mengendalikan emosi.

"Reygan sayang ... Kamu masih belajar?"

Suara neneknya terdengar dari luar. Reygan menutup buku, meletakkan bolpoin dan segera berjalan ke arah pintu. "Iya nek," jawabnya lalu membuka pintu.

"Ya ampun, lihat jam berapa ini? Belajar boleh, tapi jangan lupa waktu makan. Ayo kita kebawah, yang lain sudah menunggu," tutur Kinsley, wanita paruh baya yang menjadi nenek Reygan.

Reygan tersenyum kecil. "Hehe, keasyikan nek. Aku harus masuk universitas di tempat abang!" serunya semangat. Meski ia sudah pindah negara, Reygan tetap kekeuh untuk memasuki universitas tempat Delvin kuliah.

Kinsley pun hanya menghela nafas. Ia segera menyuruh Reyhan kebawah. Reygan pun mengiyakan, tetapi ia menyuruh sang nenek kebawah duluan karena ia ingin ke kamar mandi sebentar.

"Jangan lama-lama. Kami tak akan memulai makan malam tanpa ada kamu!" teriak Kinsley dari luar.

"Iya nek iya."

Reygan tak menyangka jika keluarga Erlangga sedikit. Atau bisa di bilang hanya bertambah kakek dan neneknya. Yang dia tau, jika sang kakek dan nenek hanya memiliki putra semata wayang yakni papa nya. Dia bersyukur untuk itu.

Tetapi membayangkan keluarga mama nya, Reygan mengjela nafas. Dia berharap tak bertemu dengan mereka lebih cepat, karena menyebalkan rasanya jika harus bertemu dan mengenal mereka satu persatu.


*


"Malam semua." Reygan menyapa seluruh keluarganya. Dia mengecup pipi mama serta sang nenek. Sementara untuk papa dan kakeknya, dia bertos ria.

"Malam Rey," sahut semua bersamaan. Reygan pun duduk di tengah-tengah papa dan mama nya.

Vanya berdiri mengambil piring. "Mau makan apa sayang?" itu sudah kebiasaan Vanya akan mengambilkan anak serta suaminya menu makanan. Sementara untuk sang mertua. Ia tak melakukannya atas permintaan Kinsley.

"Apa aja deh mam."

Vanya mengangguk. Dia pun mengambil nasi dan ayam goreng mentega di campur tumis kangkung lalu di berikan kepada anaknya. "Makan yang lahap," ujarnya mengelus kepala sang putra.

Wanita itu bersyukur Reygan tak terpuruk oleh kenangan kelam. Putranya ceria seperti biasa dan tanpa memikirkan hal sudah terjadi. Putranya juga lebih terbuka dan sesekali bermanja padanya maupun suaminya.

"Mama aku ga suka sayuran," celetuk Reygan menyisihkan tumis kangkung itu ke pinggir. Sudah dia katakan jika ia tak menyukai sayuran jenis apapun.

"Sayuran sehat sayang. Nenek lihat kamu jarang sekali memakan sayur atau bahkan tak pernah?" balas Kinsley.

"Dia nakal bu. Sering aku menegurnya karena tak mau makan sayur. Yang ada dia malah merajuk dan tak mau makan," timpal Vanya mengadu pada Kinsley. Putranya itu memang anti sayur. Putranya bahkan pernah mogok bicara pada sang suami karena memaksa Reygan untuk memakan makanan hijau itu.

Kinsley menggeleng-gelengkan kepala. "Sayuran itu sehat nak. Ayo di makan, harus habis itu tumis kangkungnya."

Wajah Reygan kusut, anak itu merajuk. Ia menoleh ke arah Mannaf. "Makan, nenek mu berkata benar. "

Hal itu tentu saja membuat Reygan semakin merajuk karena papanya tak membela dirinya. "Hmph!"

"Sudah-sudah ... jangan memaksa cucuku. Kalau dia tak mau ya sudah," ujar Erland kakek Reygan melihat cucunya di pojjokkan. "Nanti belikan saja dia vitamin. Aku tidak mau nafsu makan cucu ku berkurang karena makanan kambing itu."

Reygan memandang Erland penuh binar. "Kakek benar. Makasih kakek." Erland pun tersenyum tipis.

Plak!

Kinsley memukul lengan sang suami. "Kamu itu yah! Bukannya ikut membantu. Kalau cucu ku itu tak mau makan sayur sampai dia dewasa gimana?!" serunya.

Erland mengangkat bahu acuh. "Tinggal belikan dia vitamin. apa susahnya."

"Sudah lah bu. Ibu juga tau sendiri kalau ayah juga tak suka makan sayur," kata Mannaf. Kinsley hanya bisa menghela nafas.

"Ah ibu ingat. Sekarang ibu tau dari mana sifat keras kepala Reygan datang."

***

"Bukannya apa ya. Aku lihat tadi kamu dekat dengan Stefanni Aku yakin kamu kan yang ngebuat Fanni jatuh?"

Inilah hal menyebalkan menurut Reygan. Dia menghela nafas lelah. Paginya terancam buruk karena seorang gadis yang selalu saja mencari muka dimanapun kapanpun.

"Lo liat gw dorong dia?" ujarnya geram. Dia menunjuk Fanni yang juga keheranan ketika Aliya, gadis itu mengatakan jika Reygan mendorongnya.

"Iya aku lihat," jawab Aliya mantap. "Hukum saja dia kak. Dia sudah membully sesama teman sekolah," lanjutnya berkata kepada wakil osis yang sejak tadi ada karena keramaian ini.

Reygan memijit pelipisnya. Mimpi apa dia semalam.

"Kak ini salah paham. Gw sama sekali ga di dorong. Ini murni karena gw tersandung tali sepatu yang lepas," ujar Fanni menjelaskan agar masalahnya tak semakin runyam. Apalagi dia kasihan pada Reygan. Karena sejak tadi teman sekolahnya itu meraaa risih.

Aliya mengernyit tak terima. "Aku lihat kok Fan. Dia dorong kamu kok!" serunya menunjuk Reygan.

Fanni jengah. "Lo batu banget sih, gw kan udah bilang kesandung!"bentaknya. Ia kesal dengan Aliya yang sejak tadi memprovokasi.

"Aku kan hanya membela kamu Fan," lirih Aliya sedih. Dia menunduk karena merasa tak di hargai.

Reygan yang sudah kesal karena paginya terganggu pun memilih pergi menghiraukan celotehan Aliya yang menyalahkan dirinya.

Melihat kepergian Reygan, Fanni pun beranjak. Tetapi sebelum itu. "Caper lo!" ucapnya pada Aliya.

"Mereka kenapa sih? Aku kan hanya ingin menegakkan keadilan!"











Tbc.

Menolak alur  ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang