40. Jawaban

115 33 5
                                    

Mau ditakar sedalam apa pemahaman Tama terhadap isi kehidupan Luna, Tama jelas belum mengerti banyak tentang hal-hal inti yang begitu sensitif memicu kerapuhan Luna. Sekadar tahu tentang kondisi rumah Luna yang tidak baik-baik saja, segalanya tidaklah cukup untuk mengikuti perkembangan emosi Luna yang kelewat pandai disembunyikan.

Sama seperti apa yang pernah dan sudah terjadi di dalam kehidupan Tama, semua yang berhubungan dengan hancurnya sebuah rumah selalu menjadi memori yang tak kunjung usai Tama relakan. Meski bertahun-tahun kejadian tersebut telah berlalu, Tama bahkan masih tidak mampu untuk memproses mimpi buruk itu. Semua berlangsung secara cepat, sedangkan hari-hari panjang yang telah Tama lalui sialnya tidak cukup membuat ia terus tinggal di dalamnya.

Bunda yang pergi, Ayah yang tenggelam dalam lautan emosi dan lalu tanpa memikirkan perasaan Tama ingin menikah kembali, tak henti-hentinya Tama pikirkan apakah salah satu di antara banyak kejadian buruk itu terjadi karena kehadirannya. Mungkin, jika sebelumnya Tama tidak memiliki pengalaman yang serupa, singkat cerita dari Luna tidak dapat ia pahami dalam sekali dengar.

Kehancuran utuh dalam rumah yang dititipkan secara langsung oleh Tuhan merupakan hal yang paling menyakitkan bagi Tama. Sebab sejak kecil, makna keharmonisan tidak lama tinggal di lubuk jantung keluarganya. Tama tidak tahu tolak ukur suatu kebahagiaan itu besarannya bagaimana.

Orang bilang, konsep bahagia itu terbentuk dari bermulanya kasih seorang anak, Ayah, dan Bunda yang saling berpegangan tangan. Namun, apa yang terbenam di kepala Tama adalah, Ayah dan Bunda justru sering terluka ketika datangnya mereka hadir bersamaan. Apa setelah berpisah dari Ayah, Bunda memperoleh kenyamanan yang ia cari di kehidupannya yang sekarang? Tama tidak tahu. Namun, Tama harap Bunda merasa demikian sebab Tama yakin jika bukan karena masih perlu mengurus dirinya, Ayah tidak pernah lebih berbahagia di sepanjang Tama mengamati kisah hidupnya.

Jadi, mengenai pertanyaan Luna tentang tindakannya yang memberi kebebasan kepada orang tuanya untuk berpisah itu benar atau tidak, Tama tidak tahu apakah ada jawaban yang bersifat pasti di antara keduanya. Karena di balik keputusan tersebut, Tama percaya akan selalu ada resiko yang mengikuti bagi setiap anggota di dalamnya. Perceraian adalah satu kehancuran besar yang tidak akan pernah bisa ditakar untung ruginya bagaimana. Wajar, meski orang itu adalah Luna sekali pun, semua yang dilahirkan selaku anak tentu tidak mungkin mampu memikirkannya.

"Sejak pertengkaran itu terjadi, lalu berlanjut ke hari-hari berikutnya, aku rasa, banyak dari diriku terus berubah sampai-sampai aku lupa bahwa sebetulnya aku terlahir sebagai anak perempuan yang begitu cengeng. Aku yang pemalu, aku yang penakut, dan aku yang selalu ikut di belakang punggung seseorang yang aku anggap kuat, seketika nggak bisa dipertahankan lagi karena di luar dari keegoisanku mementingkan dunia kecil itu, aku sadar Ayah dan Bunda bahkan nggak bisa melindungi dirinya sendiri.

Terjun membagikan lukisanku ke ranah perlombaan, terbuka mencoba pertemanan yang banyak berakhir menyakitkan, bahkan berhenti untuk membagikan isi perasaan, aku berusaha membuktikan pada Ayah dan Bunda kalau mereka tidak perlu khawatir tentang bagaimana cara mengurusku dengan benar. Berharap, lewat semua itu mereka akan sadar bahwa aku bukanlah lagi Luna yang perlu dijaga secara berlebihan."

Seraya menundukkan kepalanya sedikit, bibir Luna sedikit mengulas senyum yang memilukan sedang jemarinya semakin erat mengaitkan diri antar satu sama lain. Napasnya sempat tersengal sebelum melanjutkan kalimat berikutnya, masih terbawa sesak dari tangisannya yang baru saja mereda.

"Tapi, pertengkaran yang tak kunjung henti itu, pada akhirnya membuat aku sedikitnya paham bahwa apa yang mereka ributkan tidak sama sekali menyangkut ke arah sana. Seberapa besar aku berusaha, atau sekeras aku mencoba meyakinkan mereka, kekuatanku nggak akan sampai buat memperbaiki semuanya, 'kan?" tanya Luna menutup garis matanya dan melebarkan senyuman pada Tama. Laki-laki itu mengerutkan alisnya dalam, berkalut hati, namun tetap diam mendengarkan.

MALAWhere stories live. Discover now