CHAPTER 15

8.6K 742 57
                                    

Rayyan membuka netranya, rasa pusing tiba-tiba saja menyerang kepalanya, netranya mengerjap melihat sekeliling ruangan, ia tidak mungkin asing dengan ruangan ini.

Dalam hatinya memekik senang, bagaimana tidak, ia telah kembali ke dunia aslinya, dimana dia dapat bertemu dan berkumpul dengan keluarga kandungnya.

Rasanya ia tidak percaya, tapi ia juga senang, setidaknya ia sekarang bisa berjumpa dengan keluarganya dan akan membalas perbuatan sang adik, enak saja ia di timpuk pakai novel se enak jidat, walau pun itu hanya kumpulan lembaran kertas yang di jadikan satu, namun tetap saja sakit, apa lagi novelnya setebal dua kali buku paket.

Ia perlahan melangkahkan kakinya keluar dari kamar, ingin sekali rasanya ia berjumpa dengan keluarganya, ia yakin, pasti sebelumnya ia hanya bermimpi, tidak mungkin ia bisa memasuki novel yang bahkan alurnya ia tidak tahu.

Tangannya memegang kenop pintu kamar, tapi tangannya terlewat begitu saja, ia berulang kali mencoba, namun tetap saja, ia tidak bisa, apa lagi saat ia berusaha mendobrak pintu, dirinya kembali terpental saat keras, seperti ada sesuatu yang menghalangi tubuhnya.

Rayyan mengacak rambutnya frustrasi, bagaimana bisa menjadi seperti ini, bukankah sekarang ia sudah kembali? Namun kenapa sekarang tubuhnya menjadi aneh?

Rayyan berbalik menuju ranjang miliknya, namun tatapannya terpaku dengan tubuhnya yang masih berada di atas ranjang, ia bingung sekarang, jika tubuhnya berada di atas ranjang, lalu kenapa ia bisa berjalan-jalan di kamar?

Semakin di pikirkan semakin ia tidak mengerti, apa lagi saat ia menatap tangannya yang terlihat transparan, Rayyan kalut, ia tidak ingin seperti ini, memang ia ingin segera kembali kesini, tapi tidak dengan wujud seperti ini.

Berulang kali Rayyan mencoba memasuki raganya, namun tetap saja tidak bisa, raganya seakan menolak keberadaan jiwanya.

Apa kah sekarang dirinya sudah mati, jika itu benar, bagaimana bisa dirinya masih berada di kamar? Apa lagi dengan baju yang sama seperti terakhir kali dirinya kehilangan kesadaran. Namun jika tidak, apa alasannya ia tidak bisa memasuki raganya sendiri, ingat! raganya sendiri, bukan raga milik orang lain.

Rayyan menyerah, ia lebih memilih duduk di samping raganya sembari menatap wajah miliknya. Jika di pandang, dirinya tidak sejelek itu, namun apa alasannya sang adik selalu mengatainya jelek, Rayyan berdecak, ia tidak habis pikir, bagaimana bisa wajah tampannya di pandang rendah oleh sang adik, padahal wajahnya mempunyai standar yang tinggi.

Lama termenung, ia merasa ada sesuatu yang aneh, kenapa sekarang ruangan ini berkedip-kedip, Rayyan mengusap matanya beberapa kali, mungkin ia hanya salah pandang karena rasa takutnya, namun tidak, ruangan yang ada di mimpinya semakin jelas, ia bingung, mungkinkah selama ini dirinya di sini hanya mimpi? Sebenarnya dimana dunia aslinya, di sini atau kah yang berada di dalam mimpi? Ia tidak tahu, sungguh.

Apa lagi tubuhnya semakin transparan, bahkan Rayyan sendiri tidak bisa melihat tubuhnya sekarang, dan perlahan-lahan tubuhnya menghilang.

.
.
.
.

Rayyan membuka matanya perlahan, ruangan bercat putih dan bau obat-obatan kembali ia rasakan, ia bingung, sebenarnya apa yang terjadi, bagaimana bisa ia bisa berada di sini.

Kepalanya tertoleh ke samping, di sana ada orang tuanya, saudara kembarnya, juga sang adik kecil, ia bingung sekarang, ia harus mempercayai yang mana, dunia ini atau dunia yang tadi sempat ia singgahi.

Tapi sekarang kenapa rasanya begitu sakit, ia merasa seperti sesuatu di renggut darinya secara paksa, tapi apa?

Tanpa sadar Rayyan menitihkan air mata, apa yang harus ia lakukan sekarang, sebenarnya siapa keluarga aslinya, ia merasa dua dunia ini terasa begitu nyata, sampai ia bingung harus mempercayai yang mana, yang membedakan setidaknya kehidupan yang ia jalani tidak sesakit seperti kehidupannya di dunia yang ini.

the twins sick figure (END) Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ