Cerita Anggara; SB || 05

172 18 1
                                    

Segala keputusan yang diambil dalam keadaan emosi, tidak pernah baik. Bukan, tapi sangat tidak baik!

💫💫💫


Saat ini, Anggara tengah berada di perjalanan menuju kampus Bagas untuk menjemput Bagas, karena motor Bagas kebetulan sedang ada di bengkel. Biasanya, di saat seperti ini Bintang lah yang selalu datang menjemput Bagas. Namun, apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur.

Sebelum memutar balik ke kampus Bagas, Anggara bahkan sempat mencari di mana keberadaan sahabatnya, Bintang. Nihilnya ia tak menemukan tanda-tanda sedikit pun.

"Lo di mana, Bi?" gumam Anggara sembari terus fokus menyetir.

"Gue minta maaf," lirihnya.

"Gue ke bawa emosi," lanjutnya lagi seraya menghela napas panjang.

Tak bisa lagi melawan egonya, Anggara kini sepenuhnya sadar jika ia memang salah karena telah mengusir Bintang.

"Harusnya gue bisa sedikit ngertiin situasi hati lo," gumamnya seraya mengepalkan tangannya di setir mobil yang ia kemudi.

Huft! Anggara kembali menghela napas panjang. Ia sungguh berharap masih bisa bertemu dengan Bintang lagi. Walau hanya sekedar mengucapkan kata maaf.

Setelah sekitar 15 menit menyetir, akhirnya Anggara tiba di depan sebuah kampus. Ia membunyikan klakson mobilnya saat melihat Bagas dan juga Asya yang berdiri di depan gerbang kampus itu.

Dengan penuh tawa, kedua anak remaja itu berlari menuju mobil Anggara.

"Om dari mana aja? Lama banget deh," protes Bagas saat sudah berada di dalam mobil. Ia duduk di kursi belakang bersama dengan Asya.

"Ada urusan tadi," balas Anggara singkat, lalu kembali melajukan mobilnya.

"Om sih, usir ayah Bintang. Jadi kerepotan kan jemput Bagas," sindir Bagas dengan sengaja.

Meski tak banyak bicara, Bagas juga sangat merindukan ayahnya, padahal ini baru terhitung 1 hari sejak kepergian ayahnya.

"Ssttt! Gak sopan ihh," bisik Asya tepat di telinga Bagas.

"Kenapa sih," balas Bagas yang juga ikut berbisik.

"Gak usah bahas itu dulu! Kasian om Gara," ujar Asya memarahi Bagas.

"Iya, iya, bawel banget sih kamu," celetuk Bagas.

"Tapi kamu sayang, kan?" Asya menyandarkan kepalanya di bahu Bagas sambil tersenyum riang penuh percaya diri.

"Dasar kamu, ya. Tau aja cara narik perhatian aku," ucap Bagas seraya menarik pelan hidung Asya.

Sedangkan Anggara yang sedang fokus menyetir dapat mendengar dengan jelas percakapan mereka. Ia semakin merasa bersalah, mengingat dan membayangkan bagaimana perasaan Bagas saat ini.

Jadi Bagas pasti akan sangat menyakitkan. Memaksa diri untuk tetap tersenyum di saat ia dengan terpaksa harus menerima kenyataan jika sosok pria yang selama ini disebutnya sebagai ayah, telah pergi yang ia sendiri pun tak tahu ke mana ayahnya pergi.

"Bener kata Cara. Keputusan yang gue ambil ini emang salah. Seharusnya gue mikirin setiap konsekuensi yang terjadi setelah gue ngusir Bintang," batin Anggara penuh sesal.

"Maafin gue, Bi. Gara-gara keegoisan gue, lo jadi harus pisah dari Bagas. Pasti lo lagi kangen banget kan sama Bagas?" lanjutnya masih dalam hati.

"Kalo lo bisa dengar suara gue. Tolong kembali, Bi." Anggara menghela napas panjang saat dadanya terasa sesak di dalam sana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 19 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cerita Anggara 3: Semesta Berbahagia (ONGOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang