Chapter 48

23.8K 1.4K 93
                                    


"Kenapa tidak membangunkan aku tadi?" Tadi setelah shalat shubuh emang Hito kembali tidur, dan saat selesai shalat, Lia malah tidak kembali lagi ke kamar. Hito yang tidak bisa menahan kantuk lagi langsung tertidur lagi. Dan lebih lucunya lagi, saat bangun tadi di samping tubuhnya ada Rian yang duduk menatapnya dengan mata bulatnya.

"Hm, kan bisa bangun sendiri." Lia malu menunjukkan wajahnya saat ini karena tadi malam ia memeluk Hito dengan erat tapi melihat respon Hito ia rasa pria itu memang tidak tau kejadian semalam. Lia emang bangun lebih dulu tadi subuh, syukurnya bukan Hito yang bangun duluan. Ia rasanya ingin membenturkan kepalanya di dinding saat mengingat kelakukan bodohnya tadi malam, bisa-bisa ia memeluk Hito.

"Rian sudah mandikan, sangat wangi anak ayah ini." Hito mencium semua permukaan wajah anaknya dengan gemas, kalau ia ingin menggigit pipi kemerahan itu. Hanya saja bisa-bisa ia akan mendapat amukan dari istrinya itu.

"Iya sudah mandi, kasur juga ada pembatasan tadi makanya aku taruh di atas kasur. Rian itu lucu, kalau tidak ada kamu mana mau ditinggal di kasur yang ada malah menangis."

Tanpa disadari Lia, Hito tersenyum ia tidak bisa membendung rasa senangnya saat Lia kembali berbicara banyak padanya. Biasanya Lia emang sering cerita, hanya saja setelah permasalahan mereka, istrinya menjadi lebih pendiam.

"Ini makan." Lia meletakkan nasi goreng sederhana dengan telur mata sapi dan segelas air putih.

"Kamu emangnya mau ke mana?" tanya Hito saat Lia tidak ikut duduk di meja makan, dan Hito juga baru sadar jika Lia juga memakai baju baru yang Hito pilihkan saat mereka ke mall.

"Mau ketemu teman, sudah aku keluar dulu." Lia mengambil Rian dari pangkuan Hito. Emang sudah ada pengasuh tapi ia tidak bisa melepas Rian dengan mudah. Ia akan mencoba membangun kepercayaan lebih dahulu.

"Tega ninggalin aku?"

"Yaudah cepat makan, aku tunggu."

Lia mengira jika Hito tidak mau ditinggal makan sendirian, makanya sekarang ia dan Rian yang berada di gendongannya menunggu Hito selesai makan, tapi setelah makan bukannya membiarkan Lia pergi tapi Hito tetap mengikutinya dari belakang. 

"Kenapa kamu?" tanya Lia jengah saat Hito sejak tadi memegang tali bajunya.

"Apanya?"

"Ngapain ikuti aku?"

"Aku mau ikut, Rian boleh kenapa aku tidak boleh. Lagi pula ini hari minggu, aku bosan sendirian di rumah."

"Jangan orang akan melihat kita, kalau sampai orang tau bagaimana?"

"Tau gimana?" tanya Hito dengan raut polos yang membuat Lia geram. Lia langsung saja memukul dengan keras bahu Hito hingga pria itu terkejut dan mundur sambil memegang bahunya. Tidak terlalu sakit tapi kagetnya bikin ia hampir jantungan.

"Berhenti bertanya seperti orang bodoh, pernikahan rahasia yang kamu minta itu. Lalu sekarang sangat banyak bertanya, pulang sana, jangan ganggu aku!" Jika tidak mempertahankan sopan santunnya sudah ia umpat Hito, benar-benar suami yang bisa membuat tensi darahnya naik. Melihat Hito membuat Lia ragu, apa bisa ia nanti bisa menikah lagi jika benar-benar mereka resmi bercerai. Rasanya Lia tidak sanggup jika harus menemukan suami yang bersifat sama dengan Hito.

"Maaf aku salah." 

"Tau kamu itu cumab maaf aja ya! Lama-lama muak juga aku." Pagi-pagi begini bisa-bisanya sudah membuatnya marah. Lia menatap kesal dengan Hito yang sudah memelas, Lia sendiri jadi tidak tega melihat wajah itu, tapi ia harus ingat bahwa Hito bukanlah orang yang berhak untuk dikasihani.

"Yasudah aku pergi dulu." Lia berusaha menahan emosi dan bicara sesantai mungkin.

"Mau ikut."

"Untuk apa sih? Kamu di rumah aja!"

Rian tampak bergerak tidak nyaman dengan tangan yang meminta digendong oleh Hito. Hito yang paham langsung mengambil Rian. "Pergi terus biar aku yang jaga Rian," ucap Hito pada akhirnya dan dengan senyuman misterius.

"Sekarang sok akrab kamu sama anakku, perasaan pas makan sama selingkuhan gampang tuh pura-pura nggak kenal sama anak."

Ucapan Lia sangat pedas walaupun itu kenyataan. Sepertinya hidupnya sudah sangat penuh dengan kesalahan. Dan Hito tidak akan mau menyerah dengan keadaan, ia cukup sadar diri sudah membuat Lia dan Rian bersedih tapi Hito akan berusaha tidak mengulangi kesalahan yang sama.

"Gapapa aku bakalan jaga Rian, aku bakalan jadi ayah yang baik."

"Ya sudah kamu ikut." Lia agak sedikit tidak tenang entah kenapa membiarkan Rian pada Hito, bukan takut Hito tidak bisa menjaga Rian ia tiba-tiba berpikir buruk dengan kemungkinan Hito akan membawa lari Rian.

Hito tersenyum lebar, tapi senyumnya langsung pudar saat ingat ia tidak membawa baju. "Sebentar, aku telepon orang buat bawa baju."

Lia menghentakkan kakinya kesal, ia sudah sangat telat karena harus masak tadi sekarang harus menunggu lagi. Setelah baju diantar mereka langsung menuju restoran yang tidak terlalu jauh jaraknya dari rumah.

"Mau makan di sini? Ketemu siapa sebenarnya?" tanya Hito saat mereka sudah ke luar dari mobil dan berjalan masuk ke dalam restoran.

"Sama Zian."

Tidak tau berekspresi seperti apa yang penting Hito ingin marah entah kepada siapa. Ia menahan rasa marahnya, apalagi saat melihat Lia membenarkan letak rambutnya yang sekarang makin panjang.

"Untuk apa benerin rambut." Hito mengacak-acak rambut Lia, hingga rambutnya agak sedikit tidak tertata dengan rapi.

"Ih apaan sih." Lia menatap judes ke arah Hito.

"Lihat mamamu marah-marah terus," ucap Hito sambil mencium pipi Rian dengan kencang tapi bukannya nangis Rian malah tertawa dan bertepuk tangan.

"Lucu kali," balas Hito yang di balas dengan senyuman lebar bayinya.

"Zian," sapa Lia ramah. "Maaf ya sedikit terlambat."

"Lah untuk apa dia ikut." Bukanya menanggapi Lia, Zian malah menatap Hito dengan pandangan tidak suka.

Ucapan Zian membuat Hito emosi mengingatnya sekarang berada di tempat keramaian. Ia harus menahan diri lalu langsung duduk di kursi.

"Ini," Zian menyerahkan sebuah kotak.

"Wah." Lia menatap kagum ia membuka kotak itu, isi sebuah gelang pemberian Sarah. Saat di rumah sakit ia mendapatkan gelang ini dari mertuanya, awalnya Lia sudah menolak karena tidak enak. Dan saat kepulangannya dari rumah sakit ia lupa mengambil gelang.

Zian yang posisinya hendak menjenguk Lia kembali, ternyata ruangan sudah kosong dan tidak sengaja menemukan gelang di ujung meja.

"Untuk apa kamu memberikan barang untuk istriku!" tanya Hito dengan nada tidak bersahabat, ia bersumpah sangat kesal saat keluarga abangnya memberikan rumah untuk Lia apalagi dengan pria tidak jelas yang memberikan perhiasan untuk istrinya.

"Kenapa emang? Gelang itu tanda Lia menerimaku." Zian tau jika berbohong, walaupun tidak tahu apa permasalahan Hito dengan Lia, tapi Zian ikut kesal dengan pria ini. Apa kurangnya dirinya sampai Lia malah lebih memilih pria yang hanya bisa menyakitinya.

Hito menggeprak meja hingga membuat orang sekitar terkejut begitu pun dengan Rian yang menangis.

***

Target 1200 Vote + 200 komen + 30 Followers aku bakalan double up hari ini

- part 48-sampai end = 18 ribu (paket hemat) wa ke nomor ini ya = ‪+62 838‑6394‑7842  Yang tidak sabar menunggu bisa di pesan ☺️

Aku senang banget cerita ini tembus 1 juta pembaca. Makasih untuk semua dukungan kalian, sebelumnya aku udah tidak menulis selama ± dua tahun, karena sebelumnya aku ditipu dua pf dan rugi ratusan dolar. Aku sudah sangat berusaha untuk menyelesaikan tugas disuatu pf mengingat saat itu aku itu maba jdi padat jadwal. Dan saat aku berhasil mengerjakan semuanya sesuai kontrak, ternyata kontrak di ubah sesuai keinginan mereka.

Cerita ini sebenarnya sudah ada sejak dua tahun lalu, dan baru selesai pada tahun ini. Jadi melihat banyak komentar positif aku ucapkan terima kasih. Semoga kedepannya aku bisa menghasilkan karya yang lebih bagus lagi.

Hidden MarriageWhere stories live. Discover now