Di depan mataku, kantorku meledak. Semua orang, termasuk aku, sudah berhasil dievakuasi dan kami berada dalam jarak aman. Dinding-dinding gedung hancur berantakan, kaca-kaca pecah, struktur bangunan runtuh hingga ke tanah.

Aku dapat membayangkan semua kehancuran yang ada di dalamnya. Aku dapat membayangkan PC-ku hancur berkeping-keping. Tamat sudah riwayat semua berkas-berkas pekerjaanku. Tamat juga semua surat-surat yang menumpuk di meja kerjaku selama berhari-hari dan tak sempat aku rapikan. Sekarang aku tak butuh paper shredder lagi untuk memusnahkan dokumen-dokumen negara tak berguna itu. Musnah juga semua deadline dan utang-utang tugasku. Setidaknya kuharap demikian.

Tentu ada juga beberapa barang yang kehancurannya membuatku sedih, misalnya jaket hoodie pemberian mantan kekasihku, beberapa film seri yang kuunduh di komputer, dan wifi gratis berkecepatan tinggi yang biasa kunikmati setiap hari.

Pesawat induk alien berwarna hitam matte berukuran raksasa melayang di langit kota yang biasanya sudah gelap oleh polusi asap. Di sekelilingnya, pesawat-pesawat lain yang lebih kecil berbaris melayang dengan rapi. Sebuah laras senjata laser yang sepintas tampak seperti tentakel bergerak-gerak dari dalam pesawat induk. Benda itulah yang tadi menembak gedung kantorku hingga hancur berkeping-keping.

Suara dengungan pesawat itu lebih mirip suara rintihan halus yang membuat bulu kuduk merinding, sementara dari tempat yang agak jauh, terdengar suara dentuman, ledakan, dan tembakan terus menerus. Kobaran api dan kepulan asap bermunculan di mana-mana, sirine meraung-raung.

Orang-orang berlarian panik, sementara petugas keamanan, polisi, dan tentara tampak kewalahan mengendalikan massa. Tak ada yang menyangka semua ini akan terjadi. Ini adalah tenggat akhir kepunahan umat manusia.

***

Beberapa tahun yang lalu, makhluk luar angkasa memarkirkan ratusan pesawatnya di luar atmosfer bumi. Tak ada yang bisa menghalangi mereka. Umat manusia tahu bahwa episode yang ditunggu-tunggu akhirnya terjadi juga. Inilah saatnya peradaban manusia membuat kontak dengan peradaban makhluk cerdas lain di alam semesta.

Sayangnya, kepanikan tak bisa dihindari. Histeria massa terjadi di mana-mana. Ekonomi hancur karena spekulasi pasar yang berubah drastis. Dunia politik, alih-alih bersatu di bawah kepemimpinan Amerika Serikat seperti di film-film Hollywood, malah terpecah belah dan berusaha memanfaatkan situasi ini.

Kehadiran makhluk luar angkasa itu membuat para pemuka agama berusaha menyesuaikan tafsir mereka atas hakikat manusia dan hubungannya dengan alam semesta. Terjadi debat panjang apakah alien termasuk dalam kategori bangsa jin atau bukan. Ribuan manusia berkumpul di Monas untuk melakukan taubat massal, khawatir jika ini adalah pertanda akhir zaman.

Terjadi beberapa kali kerusuhan dan perang kecil, hingga akhirnya manusia menyadari bahwa para alien yang melayang di atas mereka sebenarnya tidak benar-benar ingin menguasai bumi atau memperbudak manusia. Mereka hanya mengamati dan mungkin bermaksud membina hubungan baik antarspesies.

Sejak saat itu, kondisi mulai membaik. Berbagai negara maju (tidak, kami tidak pernah bersatu) dan negara berkembang yang menganggap dirinya maju, mulai membuat sistem untuk mengelola transisi ke dalam pintu gerbang pergaulan antergalaksi jangka panjang. Pemerintah RI menciptakan sebuah kementerian baru, yaitu Kementerian Luar Angkasa (Kemluang) yang bertugas membina hubungan baik dengan bangsa-bangsa lain di luar Planet Bumi. Namun mengingat hubungan antarspesies masih berada dalam tahap awal, maka dibuatlah berbagai lembaga yang bertugas mempersiapkan hubungan kerja sama jangka panjang tersebut. Salah satunya adalah tempatku bekerja, Komisi Persiapan Komunikasi Awal Luar Angkasa (Kopkala).

Kopkala didirikan untuk satu tugas utama, yaitu mempersiapkan penyambutan kedatangan bangsa alien. Kami melakukan persiapan komprehensif, mulai dari kajian budaya, bahasa, teknologi, dan persiapan teknis untuk melancarkan komunikasi antara manusia dan bangsa alien.

INVASIWhere stories live. Discover now