SURAT KEPADA LANGIT.

1.7K 82 10
                                    

Aku menulis surat itu lagi untuk kesekian kali. Surat yang berisikan kekaguman dan rindu. Alamatnya kutujukan kepada langit.

Iya,benar! Aku tidak bohong,meskipun teman-teman disekitarku menertawakan dan mengatakan aku gila.

"Langit tidak akan mengerti bahasa kita,kau hanya membuang-buang waktumu saja " ejek tanah.

"Benar apa yang dikatakan tanah,langit terlalu tinggi untuk bisa kau jangkau,bagaimana nanti kau akan mengirimnya ?" batu menambahi.

"Aku sudah sering meminta bantuan angin untuk menyampaikannya "ujarku bersikeras.

"Kalaupun surat itu sampai kepada langit,aku tak yakin dia akan membalasnya. Langit terlalu sibuk menari-nari dengan mentari,awan,bintang dan bulan. Ia arogan karena sekarang sudah terkenal. Kamu hanya akan menuai kecewa. " lembut burung pipit menasehati.

Aku terdiam. Yah,aku tahu. Aku menyadari itu. Langit yang menjulang tinggi,langit yang banyak dikagumi. Langit yang seluas jagat raya. Ia yang memiliki banyak teman. Ada mentari disiang hari yang menemaninya,ada bulan dan bintang yang selalu menebar tawa menghiasi dikala petang menjelang. Ada awan yang selalu setia mengiringi disisinya. Sementara aku ?! Dibandingkan mereka,aku bukanlah siapa-siapa. Sudah jelas ia tak mengenal aku yang tinggal jauh dibawahnya.

Aku hanya rumput liar yang tumbuh untuk diinjak-injak. Warnaku tak secemerlang dedaunan,bentuk tubuhku juga tak sekuat batang pepohonan. Sekali tercabut,tubuhku mudah terhempas. Aku juga tak seindah bunga nan cantik merona yang bisa mengeluarkan aroma. Aku hanyalah aku,rumput liar yang sering berdiri menatap langit dari kejauhan. Aku ya aku yang selalu berdiri melihat rona mata kebiruan di saat cerahnya,ataupun aku yang terhuyung-huyung menahan lara disaat ronanya berubah menjadi kelabu menakutkan,mengeluarkan airmata.

"Dia tak akan mengerti perasaanmu,jadi lupakanlah.Berhenti berbuat bodoh " kata kerikil.

Aku bimbang,dengan surat yang kian erat kucengkeram.

"Aku tak mengerti kenapa kau masih terus menulis surat yang sama. Padahal sudah terlihat jelas kau tak pernah mendapatkan secuilpun perhatian darinya " ucap embun perlahan.

"Kita semua tahu kau yang selalu menunggu penuh harap. Tapi lihatlah kenyataan,selembar surat pun tak pernah ia balas,lalu semua gunanya untuk apa ?!"tanya Angin

Semua menatapku,menunggu jawaban. Aku hanya menunduk,enggan.

"Aku...."ragu-ragu aku mendongakkan kepala,sembari memandangi langit yang tengah bersandar dibahu awan. Ia tampak kelelahan dengan senyum yang dipaksakan.

"Karena aku merasa ia menyembunyikan luka."

Hening,semua tertegun.

"Akhir-akhir ini aku menyaksikan langit banyak berubah. Dari yang cerah sekarang lebih banyak muram sejak kedatangan asap. Warnanya memudar. Setiap kali air matanya menetes,akupun turut merasakan kesedihannya. Aku berpikir jika aku mengirim surat,ia akan tahu bahwa masih ada yang peduli akan keberadaannya yang sangat mempengaruhi terutama buatku.Aku juga mengerti perasaannya. Dengan begitu,mungkin ia akan berhenti meratapi diri."

"Iya,itu jika ia membaca suratmu. Buktinya sampai sekarang ?!" sinis debu.

Semua menatap iba.

"Aku tak memaksanya untuk bercerita. Meski diawal aku berrharap balasan surat darinya,tapi sekarang yang aku inginkan ia baik-baik saja. Selintas pelangi yang tersirat itu sudah lebih dari cukup sebagai pertanda ia bahagia. Jangan salahkan langit,karena aku lah yang menaruh harap. Harapan yang menurut kalian menyedihkan karena terus menerus diabaikan,tapi bagiku melihat sosoknya diatas sana membuatku merasa lega ia masih ada menaungi kita dan menyaksikan keberadaan makhluk kecil sepertiku meski tak pernah menyapa."

"Tapi mau sampai kapan kau bertahan?! Masa hidupmu juga ada batasnya " seru lumut.

"Sampai langit kembali bercahaya...."

Mendengar hal itu,tubuh burung bergetar,mata embun berkaca-kaca. Debu bungkam,anginpun terhenyak. Sementara kerikil,batu dan tanah hanya bisa menunduk mencoba mengamini dalam doa.




ALAM BERTUTUR KATAWhere stories live. Discover now