POHON.

343 17 4
                                    

Aku adalah sebuah pohon yang tumbuh ditengah padang pasir. Bentukku tampak kurus kering, terlihat dari banyaknya daun yang rontok, berjatuhan ditanah tandus untuk mengurangi penguapan air dari tanah tempatku bersemayam. Sekali angin berhembus, guguran daunku yang menguning akan terbang, terhempas sejauh angin ingin membawanya. Ranting dan cabangku kecil, tak sekokoh pohon beringin ataupun pohon besar lainnya. Akarku menonjol, menjalar serabut kesegala arah. Seakan berusaha mencari sisa-sisa air yang ada disekitar.

Berdiri ditengah teriknya mentari membuatku terkadang bertanya mengapa hanya aku sendiri disini yang tersisa. Terlantar namun tetap mencoba bertahan hidup meski sepi melingkup ditiap respirasi batangku. Tak kutemui disekelilingku tanaman kaktus sebagai teman untuk berbincang, ataupun rumput ilalang sebagai kawan dalam menjalani hari. Semut, ulat dan kalajengking bahkan telah lama mengungsi. Oase pun entah keberadaannya. Maka tak usah heran, jika tak ada tumbuhan yang bisa bertahan ditanah kekeringan tanpa adanya curah hujan yang pasti. Disini, hanya ada kerikil batu pasir, arak-arakan awan dan desiran angin yang akan menemani.

"Dimanakah pohon yang lain ?" tanya bintang disuatu hari saat petang mulai merayap mendekati kegelapan malam.

Aku tersenyum memandangi langit yang kini berwarna kelam.

"Andai aku tahu dimana keberadaan tanaman yang lainnya,"gumamku lirih.

"Kau tak pernah bertemu dengan mereka ?"

Aku tak tahu harus menjawab apa. Yang bisa kulakukan hanya menunduk dalam diam.

"Tentu saja ia pernah,"jawab bulan kepada bintang,"hanya saja selama ini ia terlalu banyak menyaksikan kawanannya pergi,"

"Pergi kemana ?" penasaran bintang.

"Ketempat yang dinamakan fatamorgana,"sahut batu.

"Bagaimana bisa ?" seru bintang tak percaya.

"Kerumunannya meluruh, runtuh satu persatu. Sekarat ditelan keganasan panas tanah ini," terang awan, "Bahkan bunganya layu sebelum membentuk biji. Burung-burung mulai terbang meninggalkannya dan enggan kemari lagi."

Bintang terbungkam, tak berani bersuara lagi . Rasa bersalah dengan tiba-tiba menyelusup kehati bintang yang tadi tak peka.

Itu pasti sangat menyedihkan dan terasa menyakitkan, pikir bintang. Sebatang kara hidup melalui hari ditempat terpencil seperti ini hanya untuk menyaksikan kenestapaan sunyi.

"Hidup lama tetaplah sebuah karunia,"hibur angin sembari membelai lembut dahan"Lagipula mereka pergi ketempat yang lebih baik, iya kan?"

Aku tetap enggan menjawabnya. "Apakah aku terlihat menyedihkan dimata kalian ?"

Tak ada yang menyahut. Hanya hening yang tercipta sementara.

"Aku tahu apa yang kalian sangkakan, tapi aku tak merasa keadaan seperti ini memilukan," imbuhku "Kalian lebih tahu daripada aku bukan? Karena kalian lebih lama memperhatikan semua ini dibandingkan aku."

Semua membenarkan dalam senyap.

Bintang melirik rembulan yang tengah menghela napas berat hingga mendorong awan membentuk gulungan tebal. Sementara angin membeku sebagaimana batu yang terpekur sendu menatap langit.

Semesta adalah saksi bisu tentang perubahan datang dan perginya makhluk hidup selama jutaan tahun lamanya. Dalam diam, semesta hanya bisa memandang. Yang tumbuh kemudian mati, yang patah hilang berganti. Dari masa ke masa siklus kehidupan mempunyai akhir kisah yang sama. Kendati proses alurnya memiliki jalinan yang berbeda-beda.

"Meski begitu, mendapatimu seorang diri bertahan dalam pijakan tanah gersang ini sungguh menyesakkan,"desis batu lirih.

"Kau merapuh termakan usia, jika kelak kau tumbang tak akan ada yang---"ucap bintang terputus-putus tak ingin meneruskan. Binarannya nampak berkaca-kaca membuat kerlipannya sedikit meredup jika dilihat lebih dekat.

"Aku tahu," jawabku pendek, "Apapun yang terjadi nanti, esok, lusa atau kapan pun itu,semoga kelak onggokan kayu yang tak berdaya ini masih bisa memberi naungan untuk hibernasi serangga ini,"

Batu mendongak sembari menajamkan penglihatan. Bulan menyipit bersama bintang, berusaha mencari tahu makhluk apa gerangan yang dimaksud. Angin bergerak menyibak pelan, lalu terlihatlah disana sesuatu yang bergelung diantara dedaunan yang jatuh.

Kepompong.







ALAM BERTUTUR KATAWhere stories live. Discover now