#3 1 Month Later... Crocodile Slayer, maybe?

32 3 4
                                    

"Kau akan berburu buaya lagi?" Tanya Goldart.

"Mau bagaimana lagi. Mungkin ini lebih cocok denganku. Tapi setidaknya aku tidak kesulitan sepertimu? Weeeq!" Aku mencibirnya.

Goldart adalah lelaki bertubuh paling tinggi yang ada di Starting Town. Dia adalah pemilik dari perserikatan pengembara dan pedagang di kota ini. Resteress Guild. Jangan tanya artinya. Dia tidak pernah menjelaskan kepadaku. Namun lelaki ini tidak seperti suami rumah tangga. Lebih tepatnya dia adalah mantan pejuang yang telah bereinkarnasi. Namun gagal karena sebahagian tangannya di telan oleh Master of Swarm. Itu adalah julukan bagi buaya paling besar di Rawa di sekitar sini.

Sudah satu bulan aku hidup di dunia ini. Entah benar aku ini bereinkarnasi atau tidak, yang jelas, memburu Master of Swarm adalah prioritas pertamaku saat ini. Goldart adalah satu satunya orang yang memberikanku uang, bantuan, senjata, dan tempat tidur secara cuma – cuma. Kalau aku adalah manusia, bukankah aku harus membalas budi baiknya? Mungkin tidak besar, tapi setidaknya mendapatkan kepala buaya itu akan membuatnya sedikit senang.

Sistem pekerjaan disini cukup simpel. <<Quest>> dan <<Hunt>> . <<Quest>> merupakan pekerjaan yang memberikanmu tugas dengan ukuran waktu dan syarat tertentu. Sementara <<Hunt>> tidak memiliki batas waktu. Hal yang aku lakukan saat ini termasuk dalam kategori <<Hunt>>. Dan perburuan buaya ini belum pernah diselesaikan oleh siapapun. Upahnya cukup besar. Namun sudah ku coba berkali kali, akupun belum mampu untuk memancing monster rawa ini keluar dari sarangnya.

Dalam berburu tentunya membutuhkan umpan. Apalagi makhluk air yang satu ini. Namun sudah nyaris semua jenis umpan yang terlintas dipikiranku tidak pernah berhasil memancingnya. Kali ini berbeda. Aku teringat bekas luka Goldart. Ya. Aku menjadikan diriku sebagai umpan. Memang tak sepadan nyawaku dengan apapun. Namun tekad ini tak mengenal tuannya.

Setibanya di rawa, aku menelusur ke dalam rawa. Tentunya dengan perlengkapan yang matang. Dua buah tombak di pundak, satu belati, dan bomb kecil. Sebenarnya aku bisa membawa lebih, namun untuk berjalan di rawa ini saja sudah susah. Tanah, air dan udaranya saja membuatku ingin cepat cepat keluar dari tempat ini.

Setelah berada di tengah rawa, Akupun beraksi. Kusayatkan belati ke tangan kiriku. Meneteslah darahku secara perlahan. Sedikit demi sedikit mulai bercampur dengan air rawa yang bau ini. Aku mencoba untuk tetap tenang. Walau alarm nyawa ini terus berkata "LARI". Aku tetap kokoh. Kucoba menajamkan pendengaranku. Perlahan kulihat sekeliling. Air yang tadinya tenang, mulai memunculkan getaran getaran mencurigakan. Kucoba amati bentuk gelombang air yang dihasilkan. Anehnya, pusat dari gelombang itu berada di dekatku.

Gluburg!Gluburg!

Tiba tiba saja, gelembung gelembung udara itu bermunculan. Mataku sudah tak bisa tenang. Nafasku mulai tak terkendali. Jantungku berdenyut kencang. Jiwaku berkata 'LARI! LARI! LARI!" Kucoba menahan gejolak ini. Sulit sekali. Hingga Tiba tiba saja gelembung gelembung itu berubah menjadi gelombang airnya begitu tinggi.

"WHAT THE HELL!!!!" Kakiku langsung mencicing. Berusaha mengikuti insting yang menyuruhku pergi dari rawa sialan bangsat gila ini.

Aku terus berusaha mengikuti instingku. Namun gerakan kaki manusia di rawa sangat sangat lambat. Alhasil wujud monster yang begitu besar itu membuka matanya. Sangat dekat denganku. Matanya saja sudah seperti cermin besar yang menampakkan diriku di pantulannya.

Kakiku berhenti. Tangan gemetaran ini meraih tombak. Dan Stab! Tombak itu secpat kilat kutusuk ke matanya. Makhluk super besar itu meronta dan menghujamku dengan hempasan ekornya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 05, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

ANTAGONIST RPGWhere stories live. Discover now