15: Metanoia

47 14 7
                                    

peaschwg

"Kau puas?"

"Puas sekali, rasanya aku hampir mati." pria bernama lengkap Kim Seokjin itu tersenyum seduktif lantas merengkuh pinggang gadisnya lebih dekat.

"Baguslah, aku takut aku mengecewakanmu. Oppa jangan lupa transfer uangku, ya?" Heejoo mendorong tubuh Seokjin menjauh, memilih beranjak dari atas ranjang untuk membersihkan diri, membiarkan seluruh rasa jijik yang hinggap pada dirinya hilang sejenak.

Untuk beberapa alasan Heejoo sadar jika hal yang ia lakukan adalah hal salah, namun jika Heejoo ingat-ingat kembali bagaimana kehidupannya sebelum dunia gelap membawanya terperosok jatuh. Heejoo benar-benar muak dengan pandangan dan perlakuan orang-orang pada dirinya dulu, mata mereka seakan mengeluarkan berbagai macam hinaan dan makian, ia dikucilkan seperti hama tumbuhan yang harus dibasmi. Membuat Heejoo yang saat itu berumur delapan belas tahun terpaksa memilih jalan lain yang penuh kubangan neraka demi diakui keberadaannya.

Heejoo ingat saat ia berada di kelas menengah pertama Ayahnya pernah berkata kalau dunia itu terlalu kejam untuk bocah seusianya, memainkan segala tipu daya pada orang-orang dewasa. Sejak itu ia tidak mau menjadi dewasa, malam-malamnya hanya dihabiskan untuk berdoa agar ia terus menjadi kelinci kecil Ayah dan Ibu.

Namun waktu dan takdir tidak bisa Heejoo elak. Semuanya berubah tatkala Heejoo menginjak usia tujuh belas tahun. Ibunya meninggal, dan Ayahnya meninggalkan Heejoo kecil di distrik merah tanpa berniat menjaganya. Hingga Heejoo bertemu Seokjin, seorang Dokter spesialis berkepala tiga yang menawarkan segala indahnya kehidupan yang Heejoo impikan.

Singkatnya, ia hanya menjadi simpanan.

Ketukan pintu dari luar kamar mandi membuat Heejoo terkesiap, segera ia merapatkan handuknya sebelum melangkah keluar. "Oppa, kau sudah mau pulang? Kau tidak mau mandi dulu?"

Seokjin mengangguk. "Sudah tadi, aku harus menjemput Woojin di sekolah, nanti aku menginap lagi."

"Kau bertengkar lagi dengan istrimu?" Seokjin tidak menjawab, ia hanya menarik sedikit sudut bibirnya dan mengelus puncak kepala Heejoo lembut, "aku pergi."

"Hati-hati."

Setelah memastikan Seokjin menutup rapat pintu apartementnya, Heejoo lantas meraih Handphone-nya membaca beberapa pesan dari Namjoon yang tidak sempat ia baca tadi pagi.

Jarinya bergerak cepat mengetik beberapa pesan balasan, lantas bergegas bersiap-siap menemui Namjoon di kafe dekat apartement miliknya.

Sesampainya disana, Heejoo langsung mendudukan dirinya, merebut gelas americano milik Namjoon dan menyesapnya sedikit. "Ada apa?" ujarnya sambil menopang dagu.

"Kau masih bersamanya?"

"Kenapa kau selalu menanyakan hal ini saat bertemu denganku, Joon?" Heejoo memutar bola matanya malas, memikirkan bagaimana pria ber-IQ tinggi dihadapannya ini hanya memiliki pertanyan monoton seperti itu tiap kali bertemu.

Namjoon meraih tangan kiri Heejoo yang mulai mengetuk-ngetukan jarinya di meja lantas menggenggamnya erat, "jawab aku."

"Joon, aku tidak mau bertengkar denganmu sekarang. Kita bahas yang lain, oke?"

"Berhentilah jadi benalu." Gadis itu terkesiap, menolehkan pandangannya tepat ke arah Namjoon, "kau tidak bisa terus-terusan hidup bersembunyi di belakang pria itu, mungkin saja indahnya kehidupan yang kau inginkan selama ini sebenarnya sudah ada di hadapanmu, hanya saja kau memilih jalan pintas yang justru membuatmu tersesat. Ingat Joo, jalan pintas tidak selalu membawamu lebih cepat ketempat tujuanmu."

Tangan Namjoon semakin erat menggenggam tangan Heejoo, dengan nanar ia melanjutkan, "dia sudah mempunyai anak, kau tidak bisa menghancurkan harapan seorang anak kecil untuk memiliki keluarga lengkap."

"Kau tau apa?" Heejoo berujar sinis, tanganya menampis genggaman Namjoon, "peduli apa aku tentang anak kecil itu? Oh, apa kau sengaja mau mengejekku karena Ayahku meninggalkanku demi jalang itu, iya?"

Gadis itu berdecih, lalu melanjutkan dengan nada sedikit bergetar, "kau tahu, Kim? Kau sama saja dengan mereka yang memanggilku pelacur." kemudian Heejoo beranjak meninggalkan Namjoon yang tertunduk menatap secangkir kopi yang sudah tidak beruap di hadapannya.

"Harus dengan cara apa lagi agar kau hanya melihatku, Na Heejoo." {}

Hipnotisme Jiwa ✔Where stories live. Discover now