Keesokannya, otakku sangat bodoh. Mengumbar-umbar aku sudah tembak Annisa. Seluruh kelas terperangah. Karena aku punya pacar adalah keajaiban dunia. Dari semester satu, aku belum pernah berkata cinta. Tapi sekarang cinta itu melekat pada tubuhku, yang akan mengubahku menjadi kasmaran.

Dan banyak orang yang meminta sebuah "Pajak Jadian" what is this? Think about it, kalau kalian hidup bersamaan dengan pajak, itu wajar. Tapi, kalau pajaknya udah "berlebihan" its all about awkward. Right?

Ok, lanjut. Percintaan aku dengan Annisa ini juga disebar luaskan kepada guru. Lebih tepatnya lagi guru Matematika. Kenapa ini kuanggap aneh? Karena guru itu, menganggap bahwa dirinya dokter cinta. Padahal umurnya sudah empat puluh satu tahun. Makin parah kan?

"Eh, ya nggak apa-apa kalau pacaran, normal. Tapi, kalau misalkan kamu butuh sesuatu yang berhubungan dengan hati, bapak siap. Kan bapak dokter cinta," begitulah ucapan guru Matematika itu.

Huwa tertawa terbahak-bahak. Pipiku memerah.

Kayaknya si cungpret itu sudah puas akan kelaknatan mulut iblis.

Dan di klub Ipa pun, disebarkan oleh si cungpret.

"Eh, tahu nggak, pak ketua sudah punya pacar baru, namanya Annisa. Aneh nggak yah, ketua pacaran? Nggak berpendidikan," ucap dengan nada komedi yang berakhir psikopat.

Yang paling sakit, ia mengucapkan kata itu, didepanku saat meeting acara klub Ipa.

"Hah? Iya. Wah, selamat yah pak ketua. Nggak nyangka udah punya pacar," ucap Yudi.

Aku tersenyum.

Lalu, aku mulai basa basi tentang percintaan Huwa dengan Winda, "Alah, kalian tahu si Winda kan? Nah, itu cinta dua puluh menitnya Winda. Tapi, Huwa ingin selamanya. Ngerti nggak, itu teka-teki."

Alfa berdiri, lalu tertawa terbahak-bahak, "Oh, aku paham. Winda nerima cinta Huwa kan? Tapi, cuma dua puluh menit kan? Hahahahahahahahaha."

"Langsung putus lagi, hahahahahaahaha," aku tertawa terbahak-bahak lagi.

Huwa tersenyum malu.

Hatiku berkata, "Mampus. Rahasia, sudah diumbar. Mau apalagi kau? Hah? Hahahahahahahaha."

Ok. Meeting hari ini, seperti critical eleven. Delapan menit pertama, kaku tanpa apapun, dan tiga menit terakhir berakhir bahagia. Maaf kalau salah definisi critical eleven. Maklum, penulis masih amatir. Untuk itu, penulis meminta maaf jika definisi itu salah. Maaf sebesar-besarnya.

Setelah rapat itu, aku menaiki angkutan kota sambil melamun. Berfikir, gimana kalau ramalan tentang Alfa itu benar. Alfa akan naik terus naik, dan menendangku untuk down. Menjadi ketua klub Ipa. Dan mengikuti olimpiade. Oh, aku takut.

Sudahlah, manusia kuat itu tidak boleh takut. Masa sama Alfa saja kalah. Pengecut.

***

Malam hari, dirumah.

Aku mengobrol bersama Annisa via whatsapp. Oh, indahnya masa-masa pacaran. Seperti diangkasa lepas aku terbang. Melihat konstelasi bintang gemintang, lubang hitam, supernova, dan matahari yang indah.

Aku mengabaikan berbagai pesan dari grup Ipa whatsaap. Dan aku hanya betah melihat kalimat-kalimat biasa yang berubah menjadi anggun ketika dia yang menuliskannya. Ok. Sudah malam, saatnya aku tidur.

Tidak lupa memberi ucapan selamat malam kepada Annisa, "Selamat tidur Annisa. Mimpi indah. Aku suka kamu."

"Selamat malam juga Fatur. Aku juga suka kamu. Mimpi indah," balasnya selang 10 detik.

Malam ini, berakhir bahagia lagi. 

Satu (part 2)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz