3. Pertolongan Tak Terduga

1K 37 0
                                    

Pletakkk!

"Aduh!"

Sebongkah batu meluncur menghantam dahi Jumpring. Ia mengaduh kesakitan sambil berguling-guling di tanah. Pedangnya terpental entah ke mana.

"Siapa itu? Keluar kamu!" Seru Brawok sambil menghambur ke depan mencari penantangnya yang tak kasat mata. Goloknya diayun-ayunkan membelah angin.

Pletakkk!

Batu yang kedua mendarat telak di jidat Brawok. Ia menangis dan meraung tak kalah keras dari adiknya. Keduanya kini berguling-guling di tanah bagai semut kepanasan.

Belum sempat nalar Kasman pulih, tiba-tiba seorang anak muda muncul di hadapannya. Usianya sepantaran dengannya. Setahun lebih muda mungkin. Ia memakai baju lurik dan ikat kepala batik. Tangannya memegang ketapel. Rupanya ini sosok yang menyelamatkan dirinya.

Pemuda tadi berjalan dengan anggun menuju Kasman. Ia melewati kedua begal yang berkelejotan di tanah dengan tanpa rasa takut, kemudian memapah Kasman menuju pohon cemara besar di sisi sungai.

Kasman tertatih mengikuti langkah pemuda tadi. Mereka berhenti di depan sesosok kakek-kakek berbaju dan bersorban putih. Kasman mengangguk hormat. Sang pemuda berdiri siaga mengawasi dua begal yang masih terduduk di tanah.

"Nakmas tidak apa-apa?" Kakek itu menyapa Kasman dengan suara lembut dan berwibawa.

Kasman mengangguk. Sejurus kemudian Kasman baru sadar kakinya tiba-tiba sudah tidak nyeri lagi.

"Kakek ini siapa?" Tanya Kasman penasaran.

Belum sempat kakek itu menjawab tiba-tiba terdengar suara lain yang menggelegar.

"Senang bertemu Anda, Kiai Srenggi."

Dua sosok asing tiba-tiba hadir di tengah mereka. Mereka berdua berada di samping Jumpring dan Brawok. Satu sosok kemudian berjongkok memapah Jumpring dan Brawok untuk berdiri.

"Siapa Anakmas ini?" Tanya orang yang dipanggil Kiai Srenggi membuka percakapan.

"Aku Anusapati. Ini panglimaku Mahesa Kawulung, dan mereka ini, Brawok dan Jumpring, " jawab sosok yang tampak menjadi pimpinan gerombolan tadi memperkenalkan diri. Badannya tinggi besar dan berwibawa. Kasman merapatkan kedua tangannya yang mulai gemetaran.

"Ada perlu apa Anakmas mengganggu pemuda malang ini?" Ujar Kiai Srenggi.

"Pemuda ini sudah masuk wilayah kami tanpa izin," sahut Anusapati datar.

"Hutan ini begitu luas, Anakmas. Apa salahnya berbagi?" Kilah Kiai Srenggi.

"Jangan menggurui aku, Kiai. Kalau Kiai masih membela pemuda itu, berarti Kiai menantang kami!" Sahut Anusapati dengan mata memerah.

Anusapati tak lama kemudian menghunus pedang yang sedari tadi disarungkannya. Mahesa Kawulung mengikuti pimpinanannya. Brawok dan Jumpring yang sudah pulih memasang kuda-kuda bertarung.

Kasman menelan ludahnya yang kering. Tubuhnya bergetar hebat demi menanti tarung kanuragan yang bersiap meledak di depan matanya.

 Tubuhnya bergetar hebat demi menanti tarung kanuragan yang bersiap meledak di depan matanya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Sedulur Papat Kalima PancerWhere stories live. Discover now