bagian dua

2 0 0
                                    

Beberapa saat yang lalu aku mendengar dari kawan-kawan akademi-ku bahwa tahun ini penempatan lulusan Akademi Militer akan diprioritaskan di Indonesia Timur. Dengan kata lain, aku bisa saja bertugas di perbatasan.

Kali ini aku sedang duduk di kursi tunggu bandara ibukota, menunggu panggilan boarding yang seharusnya diumumkan lima menit lagi kalau tepat waktu. Setelah pelantikan, aku memutuskan pulang sebentar ke Semarang sebelum menunggu kabar penempatan kerja.

Disampingku ada kawan seperjuanganku. Bukan kenal sejak awal masuk Akademi Militer, melainkan sejak awal masuk SMA. Aku pun juga tidak menyangka akhirnya akan jadi seperti ini. Yudhis, yang dulu kumusuhi sekarang menjadi bersahabat lagi denganku karena memasuki akademi yang sama.

"Nggih, kamu udah tahu belum kalau lusa ada acara reuni Smanda?" tanya Yudhis sembari memainkan ponsel di genggamannya.

Aku mengangguk. Semalam aku sudah baca di grup angkatan kalau lusa ada acara reuni tahunan. Aku merasa tahun ini aku harus datang ke acara itu karena empat tahun terakhir aku sama sekali tidak sempat datang. Yudhis pun merasakan hal yang sama.

"Semoga aja ketemu Anggia ya, Nggih?" Yudhis tahu bagaimana aku dengan Anggia.

Mengingat gadis itu, aku sudah lama tidak bertukar kabar dengannya. Setelah obrolan hari kelulusan itu, esoknya Anggia langsung berangkat untuk pengobatan. Untuk bulan pertama kami berpisah, kabar-kabaran masih selalu setiap hari. Anggia sempat mengungkapkan bahagianya setelah tahu aku diterima di Akademi Militer. Lalu bulan-bulan berikutnya, mulai jarang untuk memberikan kabar karena kesibukan masing-masing. Dan sampai sekarang, aku belum sempat untuk mencari kabarnya lagi.

"Kira-kira Anggia udah pulang apa masih pengobatan ya, Dhis?" tanpa sadar aku bertanya seperti itu.

Yudhis menepuk jidatnya, "Hell, Nggih.. jaman sekarang sosial media buat apa dah?" ia balas bertanya dengan aksen betawi-nya yang khas.

Pesan line yang kukirimkan pada Anggia beberapa bulan yang lalu sampai sekarang tak mendapatkan jawaban. Ia yang tak pernah absen muncul di grup angkatan, setelah pengobatan tidak pernah mengucap apapun di ruang obrolan itu. Dan akun instagramnya, tidak aktif sejak tahun lalu. Ia tak punya akun media sosial yang lainnya.

Kira-kira, gadis itu akan datang atau tidak di acara reuni.

***

Seperti perkiraanku sebelumnya sebelum datang ke acara reuni bersama seorang Yudhis. Anak-anak angkatan semua terkejut melihat kami. Pasti yang ada di pikiran mereka, bagaimana bisa orang yang dulu pernah bertengkar sampai masuk bimbingan konseling bisa datang ke acara reuni secara bersama-sama dan mengenakan seragam yang sama pula.

Baru kusadari bahwa karena masalah itu, aku dan Yudhis jadi sedikit lebih populer. Banyak juga yang menanyakan kabar kami dan antusias dengan kehadiran kami.

Kuhampiri meja besar yang ditempati kelasku dulu, IPS 1. Meja itu hampir penuh dan hanya tersisa tiga kursi. Mereka langsung ribut melihat kehadiranku setelah empat tahun tak bertemu. Seperti reuni biasanya, kami bertukar kabar dan cerita.

Seorang kawanku datang setelahku dan duduk di salah satu kursi. Kali ini hanya tersisa kursi satu. Semakin gusar aku menyadari bahwa kursi kosong satu itu seharusnya diduduki Anggia.

"Ca, Anggia kemana?" tanyaku pada seorang teman yang dulu semasa sekolah dekat dengan Anggia, namanya Eca.

Eca sejenak mengerutkan keningnya, "Tahun lalu dia dateng kok, Nggih. Tapi kemarin kukabarin dia, nggak ada jawaban" rupanya bukan aku saja yang tidak mendapatkan balasan darinya. Eca pun juga merasakan hal yang sama.

SENANDIKAWhere stories live. Discover now