Last Game

316 14 2
                                    

"Apa kau tau? jika kita berada di tempat gelap sambil memandangi kaca selama sepuluh menit, otak kita akan menciptakan ilusi sehingga membuat kita merasa melihat makhluk menyeramkan?" Rini menatap datar pada temannya Ira, yang sedari tadi sibuk dengan smarthphone-nya. Gadis berambut pendek itu memutar bola mata dan memusatkan perhatiannya kembali pada TV. "Mungkin kita harus mencobanya." Lanjut Ira bersemangat.

"Berhenti mempercayai semua yang ada di internet."

"Tapi apa masalahnya mencoba, jadi kita bisa tau ini benar atau tidak," bujuk Ira.

"Membuang waktu percuma," jawab Rini singkat, tak mengalihkan pandangannya dari televisi. "Dan aku sedang menonton."

"Oh ayolah, kau sudah mengulang film bodoh itu sebanyak puluhan kali, aku bahkan hafal dialognya di luar kepala."

"Mungkin aku tak perlu mengulang kalau kau tidak menggangguku setiap aku menontonnya."

Ira membuang napas, frustrasi dengan temannya yang tidak mau melakukan apapun selain menonton. Jarinya kembali menggeser layar ponsel sebelum sebuah senyum mengembang di wajahnya. "Aha ...."

"Gak."

"Dih, Rin, belum juga aku ngomong." Wajah Ira cemberut. Matanya tak beralih dari wajah Rini membuat gadis bertubuh tinggi semampai itu merasa tidak nyaman.

Rini mengerang lalu mematikan TV. Menatap kesal pada Ira dia bertanya. "Sekarang apa?"

Ira tersenyum, sekali lagi dia menang. "Kau tau permainan Tsuji-Ura asal jepang?

"Ga usah aneh-aneh deh, Rha."

"Denger dulu, ih." Ira mendekati Rini dan menjelaskan cara memainkan permainan tersebut. "Liat kan? ga ada hal-hal berbahaya, kita cuma bertanya tentang nasib kita dan mereka akan menjawab," jelasnya.

"Setelah itu kamu ga akan ngajakin aku yang aneh-aneh lagi?" Tanya Rini.

"Janji." Ira meletakkan tangan kanan ke dada untuk menambakhkan efek dramatis. Rini memutar bola mata lalu beranjak.

"Yaudah cepetan."

"Bentar ... bentar ...." Ira mengambil syal dan sebuah sisir lalu mengikuti Rini ke luar.

---

"Kamu beneran yakin ini aman?" Tanya Rini mulai ragu, dia bergidik ngeri melihat jalanan yang sangat sepi.

"Aman kok, udah sini." Ira mengarahkan Rini untuk duduk di persimpangan, sesuai dengan petunjuk yang di lihatnya di internet.

"Terus?" tanya Rini yang mulai merasa bodoh karena mengikuti ide gila sahabatnya itu.

"Bentar." Ira mengeluarkan ponselnya lalu membaca intruksi yang sudah terlebih dahulu ia simpan tadi. "Hmm ... di sini katanya kita cuma manggil terus kalo ada yang dateng langsung tutupin muka kita, terus tanya tentang apa aja." Ira tersenyum lebar. "Mudah juga."

Rini betul-betul ragu untuk meneruskan, tapi temannya pasti akan terus merengek kalau dia tidak menyelesaikan ritual bodoh ini. Lagipula, dia cukup penasaran dengan hasilnya.

Ira mengeluarkan sisir yang tadi ia bawa, membunyikan tiga kali dengan menarik gigi-gigi sisir tersebut menggunakan jarinya.

"Tsuji-Ura ... Tsuji-Ura ... Tsuji-Ura ... grant me a true respond." Rini mendengar Ira berucap pelan, hampir berbisik.

Jantungnya berdegup, perasaannya mulai tidak enak. Bagaimana kalau ternyata mereka malah memanggil roh jahat.

"Ada yang datang." Lamunannya buyar saat mendengar bisikan Ira. Rini segera meraih syal dan menutupi wajah, mengikuti Ira. Dia mendengar Ira bertanya tentang nasibnya pada siapapun yang sedang lewat itu, tapi tidak ada jawaban yang dia dengar.

Beberapa waktu berlalu, kedua gadis itu membuka tutupan wajah mereka dan merasa konyol melihat jalanan yang kosong. Tadi itu pasti hanya orang yang hanya kebetulan lewat, pasti dia mengira kalau mereka adalah orang gila.

"Sekarang apa?" tanya Rini kesal. Ira masih juga menunjukkan semangat yang sama.

"Kita ulangi sampai ada yang menjawab." Ira kembali mengulang ritualnya.

Rini tidak sempat menjawab saat suara langkah kaki terdengar dari kejauhan. Mereka segera menutupi wajah kembali, lagi-lagi Rini mendengar sahabatnya itu bertanya.

"Apakah besok Adrian akan mengajakku ke pesta perpisahan nanti?" Beberapa detik berlalu dan belum juga ada jawaban. Namun atmosphere saat itu mendadak berubah, udara terasa lebih dingin, membuat Rini menggigil padahal sekarang pertengahan bulan Mei.

Terdengar suara napas berat lalu sebuah suara parau berbisik.

"Dead girl have no future." Andai bukan karena keadaan yang begitu sunyi, maka Rini tak mungkin mendengar suara tersebut.

Sontak mereka menyingkirkan syal dari wajah dan menatap takut pada jalanan kosong. Apa mereka hanya membayangkan semua itu? Rini hendak beranjak, berdiri di atas lututnya, ia hendak meraih Ira yang masih mematung di sebelahnya, saat cahaya lampu datang dari arah belakang diiringi suara mesin kendaraan.

Rini menoleh, tak sempat bereaksi manakala sebuah truk berjalan ke arah mereka. Dia bahkan tak sempat berteriak pada sahabatnya untuk menyelamatkan diri sebelum truk itu menghantam tubuhnya. membuatnya terhempas ke atas aspal dan kehilangan kesadaran seketika.

---

Lima tahun sudah berlalu sejak hari itu, tetapi Rini masih mengingat seolah semua baru terjadi kemarin. Dia berhasil selamat setelah mengalami koma selama hampir tiga bulan. Namun Ira tak seberuntung dirinya. Gadis itu tepat berada di arah roda truk maut tersebut,membuat tubuh rampingnya tergilas truk berkecepatan tinggi itu. Melumatkan daging dan tulangnya hingga tak berbentuk.

Rini tak pernah menyangka, bahwa permainan malam itu akan menjadi saat terakhirnya bersama sahabat masa kecilnya itu.

FearWhere stories live. Discover now