First Met

1K 37 1
                                    

            Alunan musik indah mengisi suasana direstoran klasik. Devan menatap kearah luar jendela, hujan turun kembali dimalam hari ini. Beristirahat ditempat seperti inilah impian dirinya, terlepas dari tugasnya dan mendapat bonus libur selama 3 hari cukup baginya untuk memanfaatkan sebagai perehatan sementara sebelum dirinya kembali bertugas sebagai Kapten Pilot.

" Kapten " seruan seorang lelaki berperawakan tinggi menghampiri Devan yang sedang menikmati espresso, memandang sekilas seseorang yang sudah berdiri dihadapannya kini.

Devan menyimpan minumannya dan melipat kedua tangannya disimpan tepat didepan dadanya, melihat dengan seksama dari atas hingga bawah rekan kerjanya ini. Secara normal tidak ada yang aneh dengan penampilan Gio, namun entah mengapa tatapan yang diberikan Devan mampu membuat Gio tidak percaya diri dengan penampilannya sendiri.

" Ada apa sih ?" Gio yang sudah penasaran dengan tatapan yang diberika Devan akhirnya menyerukan suaranya. Devan menghentikan tatapannya dan kembali menyicipi espressonya. Kenikmatan yang tak bisa ia hindarkan.

Gio duduk dihadapan Devan dan memesan minuman kepada pelayan restoran. Setelah itu Gio melipatkan kedua tangannya didepan dada, dan melihat keluar jendela hujan gerimis mampu membuat hatinya kembali bimbang.

" Kapten," belum sama sekali Gio melanjutkan perkataannya, Devan sudah menyela percakapaan Gio.

" Stop panggil Kapten, ayolah ini diluar jam tugas dan kita lagi dapat bonus liburan. " Gio terkekeh dengan perkataan yang baru saja diucapkan Devan, sudah terbiasa memanggil dengan embel-embel Kapten disaat libur pun menjadi sedikit sulit untuk mengubahnya.

" Sorry, " Devan mengangguk . " Mau ngomong apa ?" Gio mengerutkan dahinya, mencari-cari, memutar-putar hal yang akan dirinya bicarakan kepada Devan, Devan menatap kearah Gio yang sedari tadi masih terdiam dan seperti memikirkan sesuatu.

" Lo jadi ngomong gak sih ?"

" Anjir, gue lupa mau ngomong apa, sumpah-sumpah gue lupa."

Devan tak mengerti lagi dengan tingkah laku konyolnya seorang Gio, dari penampilan oke untuk kalangan wanita, berwibawa, namun jika sudah mengenalnya lebih dekat Gio hampir sama dengan dirinya, selalu memberikan candaan ringan, serius jika sudah pada waktunya dan tegas.

" oh gue inget, masa kontrak Adinda nyampe kapan di penerbangan cabang 2 ?"

" Lo kalau suka kenapa gak langsung tembak ?"

Gio menggelengkan kepalanya " Bukan budaya gue tembak-menembak, gue mau langsung ngajak ta'aruf."

" Basi, dari dulu juga ngomong gitu tapi gak lo lakuin"

" Karena semuanya butuh proses Van, gak semata-mata gue langsung dateng ke rumahnya Adinda, gue juga harus siap mental,fisik, materi, jasmani, rohani dan doa restu orang tua gue."

Devan hanya menanggapi nya dengan anggukan malas dan mata yang sudah sangat malas melihat peneturan yang dilakukan kerabat kerjanya. Gio memang tipikal lelaki yang bisa dibilang disukai para pramugari, karena beribu-ribu rayuan gombal khas Gio mampu meluluhkan para hati pramugari manapun.

Lain dengan Devan, dirinya bisa disebut tidak begitu cepat akrab atau berkomunikasi panjang lebar denga perempuan. Bagi dirinya percuma saja saat berlama-lama harus berbicara dengan pramugari-pramugari contohnya, mereka tidak fokus dengan apa yang sedang dibicarakan, malah menatap kagum saat Devan berbicara, dan hal itu yang membuat dirinya menjadi risih.

Selain hal itu, Devan memiliki peristiwa yang membuatnya tak ingin begitu dekat dengan perempuan, bukan karena Devan dalam artian tidak menyukai perempuan. Namun ada peristiwa yang sangat kelam dan Devan sangat berhati-hati untuk kali ini agar hal yang sudah terjadi tidak terulangi lagi untuk kedua kalinya.

The Perfect MateWhere stories live. Discover now