Mimpi

25 1 0
                                    

Api, Lava, reruntuhan, bebatuan, retakan, sepanjang Rega memandang, hanya itu yang dapat tertangkap oleh matanya. Bahkan diujung pandangnya hanya ada hitam, kelam tak bercahaya. Dimana ia sekarang? Apakah ini penggambaran dari neraka?

Rega berdiri diatas pijakan reruntuhan batu yang dikelilingi lelehan lava yang membentuk sebuah kolam. batu yang ia pijak nampak sangat rapuh dengan retakan yang tak beraturan yang mungkin jika ia bergerak sedikit saja, ia akan tercebur kedalam kolam lava. Melahap habis jasadnya hingga hanya tersisa tulang belulang penyangga tubuhnya atau bahkan tak tersisa sama sekali.

Tidak, Rasanya aneh. Meski sumber api itu sangat dekat dengannya, ia tak merasakan panas sedikit pun. Bahkan sebulir keringat pun tak nampak dikeningnya.

Apakah benar ia sedang berada di neraka sekarang? Apakah hidupnya telah berakhir dan ini sebagai penghakiman atas dosa-dosa yang telah ia perbuat selama didunia?. Tapi bukankah ia telah menjadi manusia yang taat selama hidup didunia? bahkan ia tak punya satupun catatan criminal, bahkan sekecil catatan guru BK selama ia sekolah dulu.

Rasanya masih aneh, jika memang ia berada dineraka, jika memang ini adalah penghakimannya, mengapa ia tak merasakan sakit sedikit pun. Bukankah penghakiman itu identik dengan pemberian hukuman, penyiksaan yang tak manusiawi seperti yang banyak diceritakan pakar agama saat ia hidup didunia.

Atau mungkin bukan karena penghakiman ia berada ditempat ini. melainkan dirinya adalah bagian dari tempat ini. lihat dirinya sekarang, bahkan ia tak yakin apakah yang ia saksikan adalah memang dirinya sendiri. Yah, mungkin Rega bisa merasakan bahwa ini dirinya, ruhnya masih ruh yang sama. namun apakah benar jasad ini miliknya? Bagaimana bisa ia memiliki sepasang sayap yang terkembang di punggungnya. Sayap dengan kobaran api selayaknya penggambaran makhluk bernama iblis yang konon penghuni tempat semengerikan ini. dan juga kehadiran sepasang tanduk yang menancap kokoh didahinya. Bukankah ia sekarang tak lebih seperti sosok iblis itu?

Sebuah suara menggemah keras di langit-langit. Suara berat selayaknya karakter jahat dalam satu lakon film. Suara yang seperti sedang berbicara dengannya meski ia tak tahu mengartikan suara itu. Sebenarnya bahasa tersebut sedikit familiar ditelinganya, ia sering mendengar ibu dan tantenya menggunakan bahasa itu. tapi bukan berarti ia paham dengan bahasa itu.

Rega ketakutan, ia berusaha keluar dari sana, mencoba berlari diantara reruntuhan batu, mencari jalan agar ia tidak tercebur kedalam lelehan lahar panas. Seberapa hati-hatipun ia mencari jalan, tetap saja kakinya memijak batu yang salah. Hampir saja ia terjebur kedalam, untungnya ia cukup cekatan melompat kepijakan yang lebih kokoh.

Hei tunggu, bukankah ia memiliki sayap? Mengapa tak coba ia gunakan. Tapi bagaimana? Apakah cukup dengan mengepakkannya saja lalu ia bisa terbang?

Ia mencoba melomcat kecil, mengangkat tubuhnya keatas sambil menggerakkan otot punggungnya, berharap sayapnya bisa terkepak. Kepakan kecil itu telah menahan tubuhnya diudara. Ia menambah tenaga, menambah kekuatan kepakan sayapnya, dan seketika ia bisa menggerakkan tubuhnya diudara.

Inikah rasanya terbang? Rasanya sangat menyenangkan saat udara menerpa seluruh tubuhmu, sangat menyenangkan saat menerobos kumpalan angin yang bertiup berlawanan kearahmu, menyenangkan ketika berhasil melawan satu hukum kekekalan fisika.

Tak ada orang yang pintar hanya dengan sekali coba, mungkin benar ungkapan itu. meski ia berhasil menggerakkan tubuhnya diudara. Kemampuan terbangnya bukanlah apa-apa, hanya seorang penerbang amatiran. Tubuhnya kehilangan keseimbangan, seberapa upaya pun ia mencoba menyeimbangkan tubuhnya kembali, menyelaraskan kepakan sayapnya, tetap saja tidak berhasil. Ia terjatuh kedalam lelehan lahar panas itu. Seketika ia berfikir, tamat sudah riwayatnya.

Rega membuka mata, mencoba menerjemahkan apa yang ditangkap oleh matanya sekarang. Warna putih dalam temaram cahaya kekuningan, oh untungnya ini hanyalah mimpi. Ia mengatur nafasnya yang terburu, melepaskan energi negative yang masih melekat pada dirinya dari mimpi buruk tadi.

Ada perdebatan dalam benaknya, ketika ia mencoba untuk tertidur kembali, sebagian dirinya seolah melarang dirinya untuk kembali terlelap, takut terbawa kembali kemimpi itu. Namun akhirnya ia tetap terlelap, ia menguatkan dirinya bahwa itu hanyalah sebatas mimpi, sebatas bunga tidur yang episodenya telah berakhir.

Rega seperti dibawah kembali ketempat tadi, tapi ia tak melihat dirinya disana. Yang ada hanyalah makhluk yang sangat-sangat jahat, bahkan menggambarkan wujudnya saja, ia tak punya cukup kata untuk mendeskripsikan makhluk itu. dibanding dengan sosok iblisnya tadi, mahkluk itu jauh lebih menyeramkan.

Rega terbangun kembali, nafasnya terburu, keringat membasahi seluruh tubuhnya, bahkan tubuhnya bergetar dilanda katakutan yang teramat sangat. Butuh waktu lama, hingga ia bisa menenangkan diri, melepaskan sedikit rasa takutnya, atau paling tidak telah meyakinkan dirinya, bahwa ia telah kembali kedunianya sekarang.

Ia menyingkap selimut yang ia gunakan dan beranjak dari tempat tidur. Sebungkus rokok ia keluarkan dari dalam laci. Ia kemudian membuka jendela kamar lalu duduk diatas kusen. Ini adalah tempat favoritnya ketika ia terbangun dari tidur malamnya. Tempat yang tepat untuknya menenangkan pikiran sambil menatap langit malam hari.

Ini bukan pertama kalinya ia terbangun dari tidur malamnya. Hampir setiap malam, ia bermimpi seperti ini, bermimpi tentang banyak sisi lain dunia yang belum terjamah oleh dirinya. Bermimpi tentang sosok dirinya yang lain. Mungkin karena ia terlalu banyak berfantasi sehingga fantasinya masuk kedalam alam mimpinya. Apakah hanya sebatas alasan itu? apakah ini bukan sebuah pertanda? Sebuah cara pengungkapan misteri yang mungkin berkaitan dengannya.

Rega mengeluarkan sebatang rokok dari bungkusnya lalu menyulutkan api kemudian menghisapnya. Asap mengepul keluar dari mulutnya, sebuah sensasi yang benar-benar bisa menenangkan pikirannya. Ia terdiam sembari memandangi langit malam yang hanya dihiasi sedikit titik bintang, bahkan titik itu tak cukup untuknya menarik garis lurus hingga menjadi rasi bintang, seperti yang sering ia lakukan.

Matanya tak sengaja menangkap sosok makhluk yang membuatnya bertanya-tanya. Bagaimana bisa seekor burung hantu bisa bertengger ditiang pagar rumahnya. Mungkin tak aneh jika ia tinggal dipedesaan yang memang habitatnya dekat dari sana. Tapi rumah Rega berada diperkotaan, bahkan ditengah-tengah kota, yang bahkan pohon-pohon yag disekitar rumahnya saja tak cukup bagi makhluk nocturnal itu berhabitat. Mungkinkah peliharaan tetangganya yang lepas? seingatnya, ia tak punya tetangga yang memelihara burung, apalagi burung hantu yang bisa dibilang peliharaan yang tidak lazim untuk lingkungannya.

Mata burung hantu tersebut melotot kearahnya sambil menggerakkan kepala kekiri dan kekanan. Beberapa kali terdengar bunyi keluar diantara kedua paruh kokohnya. Mungkinkah burung itu berbicara kepadanya? Ah lagi-lagi, ia berfikir terlalu banyak. Itu hanyalah sebatas perilaku makhluk nocturnal, tak ada hal yang macam-macam.

Rega menatap jam yang berada diatas nakas, sudah jam 3 pagi. Mungkin sudah saatnya ia untuk tidur kembali. Tapi sungguh perasaan takut ini masih menyelimuti dirinya.

Rasa takut itupun akhirnya ia tepis karena rasa kantuk yang teramat sangat ia rasakan, terlebih sebagian dalam dirinya masih meyakini logika yang ia pegang teguh, semuanya hanyalah sebatas mimpi. dan ia berhasil melalui akhir malamnya tanpa terganggu kembali dengan mimpi mengerikan sialan itu.

Demon CreatureWhere stories live. Discover now