who we are

11 1 0
                                    

"KRINGGGGGG" rasanya baru saja ia memejamkan mata, ia harus membuka mata kembali karena bunyi panjang jam weker yang sangat dekat dari kupingnya.

Ia membuka mata, meski sangat berat. Tangannya ia gerakkan mencoba meraih jam weker, lalu ditekannya tombol reset. Kesadarannya kembali hilang seiring hilangnya bunyi itu, namun lima belas menit kemudian suara dari alarm handphonenya membuatnya harus membuka mata kembali. Ditambah lagi teriakan dari ibunya yang mau tidak mau memaksa dirinya untuk bangun.

Sekarang sudah jam tujuh pagi. Ia harus berangkat kerja setengah jam lagi. Dengan tergesah gesah, ia meraih handuk dan berlari kekamar mandi. Hanya butuh 20 menit, ia sudah siap dengan seragam kerjanya. Kemeja berwarna merah dengan sedikit corak putih dan celana hitam berbahan kain, ia gunakan.

Ia menuruni anak tangga, dan mendapati ibunya yang sedang menyiapkan sarapan.

"pagi ma" sapanya mencium pipi ibunya. Ini adalah kebiasaan yang tak pernah lupakan.

"pagi sayang. Pasti telat lagi bangunnya" balas ibu paruh baya yang menggunakan celemek itu dengan hangat.

"ia ma. Semalam Rega mimpi aneh lagi" jawabnya lalu mengambil lapisan roti yang telah diolesi selai oleh ibunya.

"kamu mimpi apa?" wanita bertubuh subur yang tiada lain adalah tantenya, tiba-tiba muncul dari balik dapur.

"enggak tau deh tan, Rega gak ingat jelas" ia berpura-pura lupa, padahal sosok menakutkan itu masih sangat jelas diingatannya.

Ibu dan tantenya saling pandang, entahlah ia tidak tahu mengartikan semua itu, mungkinkah ada sesuatu yang disembunyikan oleh mereka, sesuatu yang mungkin berkaitan dengan mimpinya

"aku berangkat ya ma, tante" Rega meninggalkan kedua perempuan paruh baya itu, perempuan yang selalu menemaninya selama 21 tahun ia hidup. Rega hanya tinggal bertiga dengan mereka, ibu dan tantenya. Ia tak punya adik ataupun kakak. Ayah Rega sudah lama meninggal. Sudah lama sekali, bahkan sosok seperti apa ayahnya, tak ada satupun diingatannya. Yang ia tahu hanyalah dari foto yang ia lihat. Katanya, Ayahnya sangat mirip dengan dirinya. Itu benar, dari foto yang ia lihat, ia seperti melihat sosok dirinya sendiri.

Rega bekerja disebuah perusahaan telekomunikasi, posisinya sebagai Caroline Officer sudah hampir setahun belakangan ini ia jalani. Tiap hari ia harus menerima keluhan pelanggan via telepon. Yah, Caroline adalah singkatan dari Customer care online atau biasa dikenal call center. Mungkin kalian, adalah salah satu yang pernah dilayani olehnya.

Ia melayani pelanggan postpaid atau pelanggan pascabayar yang hanya digunakan oleh orang kalangan tertentu yang jumlah pelanggannya tak sebanyak pelanggan prepaid. Sehingga mendapatkan panggilan-panggilan iseng seperti yang didapatkan teman-temannya yang melayani pelanggan prepaid sangat jarang ia temukan.

Tepat jam 8 pagi, ia sudah berada dikubikelnya. Sebuah meja bundar yang terbagi menjadi 4 bilik, ia menempati 1 dari 4 bagian itu. ia harus login sekarang, karena login ibarat ceklok baginya. Baru saja headphone terpasang ditelinganya, panggilan pertama sudah ia terima. Dengan satu tarikan nafas panjang, ia menyapa pelanggannya dengan suara khas seorang Caroline officer. Suara ramah yang menunjukkan ketulusan, seolah pelanggan disana bisa melihat senyumannya. Mereka sebut dengan istilah smiling voice.

"Halo bapak Adrian, saya Ardan bisa dibantu?" begitulah ia menyapa pelanggannya dengan menggunakan nama samaran, sebagai nama identitas dirinya di layanan.

Satu, dua pelanggan ia layani, hingga tak terasa 4 jam telah berlalu. Perutnya sudah keroncongan, ia kemudian mengambil jam istirahat. Mengambil jam istirahat tentu ssaja mereka harus gentian atau bahkan mereka harus menunda istirahat mereka jika jaringan sedang sibuk.

Demon CreatureWhere stories live. Discover now