7

662 61 4
                                    

.

.

.

Disebuah rumah besar, seorang wanita sedang duduk dengan anggunnya. Didepannya disuguhkan secangkir teh hangat dengan asap mengepul. Seperti baru dibuat. Seorang pria berbadan tegap duduk menghadapnya. Mereka nampak sedang membicarakan sesuatu yang serius.

"Sulit di percaya. Kenapa Eomma begitu keras kepala?"

"Kita harus segera menemukan anak itu."si pria nampak meremat tangannya.

"Hidup atau mati."tambah si wanita yang ternyata adalah nyonya Jeon.

"Hidup atau mati? Kau gila? Dia anakmu."protes pria dihadapannya itu.

"Aku tidak peduli. Kita memang membutuhkan anak itu. Eomma tidak akan menurunkan hartanya jika ia tidak kembali, tapi eomma akan melakukannya jika ia melihat jasadnya."

"Kau memang tidak waras."

"Sejak dulu aku sudah tidak waras. Aku bosan selalu di banding-bandingkan dengan yang lain. Jika aku tidak bisa membawa anak itu, mungkin dia sendiri yang akan aku singkirkan."

"Tapi kau tau, tidak mudah menyingkirkan ibumu."

"Karena itulah aku lebih memilih menyingkirkan Jungkook. Lagipula kita masih punya Junghyun yang lebih bisa diandalkan."

"Kau memang kejam, istriku."

"Karena itu kau menyukaiku, kan?,"keduanya saling menebar tatapan cinta. Benar-benar pasangan gila. Sampai sebuah panggilan mengganggu kemesraan keduanya.

"Ini dari Junghyun."

"Loudspeaker."

"Ya, nak. Bagaimana?"

"Sulit, eomma. Dia selalu di kelilingi orang lain."

"Apa tidak ada celah sama sekali?,"tanya sang ayah.

"Em, ada appa. Tapi ketika dia dalam perjalanan."

"Junghyun-ah, anak eomma yang pintar. Eomma rasa, kau sudah mengerti apa yang harus kau lakukan."Junghyun terdiam sesaat.

"Tapi apa boleh aku melakukannya, eomma?"

"Lakukan saja. Pilihanmu ada dua, membawa dia hidup-hidup atau membawa kabar kematiannya."

"Ne. Aku mengerti, eomma."

"Bagus anakku. Bagus."

Suami istri itu saling melempar senyum dengan tatapan membunuh mereka setelah sambungan telepon itu terputus.

-

-

Jihoon keluar dari kelas, ia melambai pada beberapa temannya. Tidak sulit baginya punya teman karena wajah imutnya itu. Ia punya karakter yang lucu, meski kalau marah cukup menyeramkan. Tapi ia tidak pernah marah di depan teman-temannya.

Jihoon berharap hari ini Jungkook juga akan menjemputnya seperti sebelumnya. Ia sangat bersemangat berjalan ke arah gerbang. Sesekali membungkuk hormat pada guru yang berpapasan dengannya. Begitu di depan gerbang, ia celingukan mencari mobil kakaknya. Jungkook memang tidak pernah bilang kalau ia akan menjemput.

Dua kali klakson mobil berbunyi, Jihoon menoleh ke kanan, sedikit memicingkan matanya saat seseorang berdiri di pintu mobil sambil melambai ke arahnya. Jihoon menarik bibirnya maju, berjalan mendekat dengan sedikit malas.

"Kau tidak suka aku menjemputmu?"

"Hyeong kan sudah mengantarku tadi pagi, nanti teman-teman berpikir aku punya Eomma baru sungguhan."

Mirror [Part 2]Where stories live. Discover now