[Three]

65.9K 5.2K 256
                                    

"Jadi... ada yang mau lo ceritain?"

Aldan menatap Kara yang tengah duduk di kasur sambil memeluk lututnya. Pandangan cewek itu terlihat kosong, membuat Aldan sedikit khawatir pada keadaannya.

Tadi, sewaktu Aldan datang menjemput Kara ke rumahnya, cewek itu benar-benar dalam kondisi yang jauh dari kata baik. Rambutnya berantakan dan matanya sembab. Kara memang enggak mengatakan apapun, tapi Aldan tahu betul kalau sesuatu yang buruk telah menimpa cewek itu.

Untungnya, Mama Aldan nggak menyerbu Kara dengan seribu pertanyaan begitu mendengar Kara akan menginap di rumahnya malam ini. Beliau cukup memaklumi kebiasaan Kara menginap di rumah Aldan sewaktu ia dan ayahnya sedang bertengkar.

Hening cukup lama sebelum akhirnya Kara menghela napas panjang dan menjawab, "lo tau aja kalau ada banyak hal yang harus gue ceritain."

Aldan terkekeh. "Tiga taun kita bareng-bareng terus, Kar. Apa sih yang nggak gue tau?" katanya santai sembari berputar-putar di kursi belajar yang ia duduki.

"Gue berantem lagi sama bokap," ucap Kara memulai ceritanya.

"Karena hal yang sama?"

"Yap." Kara mengangguk. "Gara-gara basket."

"Terus?"

"Gue nggak ngerti deh, Dan. Kenapa sih bokap sebegitu nggak sukanya kalau gue ikut basket?" lanjut Kara dengan wajah jengkelnya.

"Mungkin dia takut sekolah lo keganggu," ujar Aldan.

"Nggak! Gue bukan anak kecil lagi! Gue udah gede! Gue bisa ngatur waktu," tandas Kara. Cewek itu menggigiti guling yang ada di dekatnya karena kesal.

Aldan meringis lalu menarik paksa guling tadi dari tangan Kara. "Jangan digigitin! Entar gue kena rabies dari lo!"

Tanpa menggubris perkataan Aldan barusan, Kara menarik kembali guling cowok itu lalu menggigitinya lagi sebagai pelampiasan emosi. "Iih, sebel!"

"Ini guling kesayangan gue! Baru di cuci dua hari yang lalu gara-gara ada bekas gigitan lo!" Aldan menarik lagi gulingnya dari pelukan Kara.

Kara cuma balas mencebikkan bibir tanpa melakukan perlawanan lebih lanjut. Cewek itu merebahkan tubuhnya di kasur lalu menatap langit-langit kamar Aldan. Bagi Kara, kamar Aldan adalah kamarnya juga. Entah sudah yang keberapa kalinya cewek itu tertidur disana. Yang jelas, Kara nggak pernah sekalipun menganggap kamar Aldan adalah kamar orang lain. Kamar Aldan terasa nyaman senyaman kamarnya sendiri.

Melihat Kara yang kembali bengong, Aldan dengan sigap langsung ambil tindakan. Cowok itu segera bersuara agar Kara tak terlalu larut dalam lamunannya. "Gak usah dipikirin, Kar. Besok juga bokap lo bakalan nyusulin kesini terus minta maaf."

Kara tertawa sumbang. "Besok dia nggak akan kesini..."

Aldan mengerutkan keningnya. "Kenapa?"

"Kata bokap, gue bukan anaknya lagi," lirih Kara. Cewek itu masih memandangi langit-langit kamar Aldan dengan senyum kecut. "Dan gue... sendirian. Gue nggak tau harus tidur dimana malem ini kalau nggak ada lo."

Aldan langsung tertegun begitu mendengar ucapan Kara. Cowok itu menatap sahabatnya dengan tatapan tak percaya. "Lo... diusir?"

Kara tertawa hambar lalu mengangguk. "Gue nggak punya rumah lagi."

"Pantesan pake bawa koper gede segala," gumam Aldan, cukup keras untuk bisa didengar oleh Kara.

Kara bangun dari rebahannya di kasur lalu menatap Aldan penuh harap. "Dan, lo mau bantuin gue buat cari tempat kosan yang murah, nggak?"

Shades of BlueWhere stories live. Discover now