[Five]

69K 4.5K 167
                                    

Dengan berapi-api, Kara terus menceritakan semua perilaku menyebalkan Redy kepada Aldan. Sesekali cewek itu menggebrak keras meja kantin, membuat sebagian anak-anak yang sedang beristirahat menoleh dan menatapnya bingung. Aldan sendiri cuma balas meringis dan tertawa kecil menanggapi cerita Kara.

"Serius?"

"Dua rius!" Kara kembali memukul meja sambil melotot. "Sepupu lo emang minta ditabok!"

Aldan tertawa. "Tabok aja. Lo biasa nabok gue ini."

"Tapi masalahnya, jangankan nabok. Buat berdiri sejauh seratus meter dari dia aja gue ogah!"

"Masa?" Aldan menaikkan sebelah alisnya menggoda Kara. "Di sekolahnya, Redy itu banyak dikejar cewek loh, Kar. Lo yakin nggak bakalan ikut ngejar-ngejar dia juga?"

Sesendok bakso yang tadi siap untuk memasuki mulut Kara kini menggantung di udara. Cewek itu mendelik Aldan lalu menaruh kembali sendok baksonya di mangkuk. "Kalau seandainya gue beneran ngejar dia, itu pun karena gue kepingin neror dia sampe mampus."

Aldan langsung terbahak usai mendengar pernyataan Kara barusan. Setelahnya, ia menyuapkan nasi gorengnya ke dalam mulut lalu berkata dengan geli, "entar lo malah di teror balik sama fansnya Redy, gimana?"

"Cowok kayak gitu punya fans?" Kara berdecih. "Iya sih, dia ganteng. Gue berberat hati harus mengakui itu. Tapi, apa nggak ada hal lain yang bisa dia banggain selain mukanya yang emang di atas standar?"

"Hmm..." Aldan tampak berpikir sambil mengusap-ngusap dagunya. "Iya, sih. Ngadu PS bareng gue aja dia sering kalah..."

"Nah!" Dengan wajah tampak puas, Kara menjentikkan jarinya. "Dia itu nggak kayak Kak Zio. Kalau Kak Zio sih, udah ganteng, jago basket, ramah pula. Paket lengkap lah pokoknya!"

Aldan mencibir. "Iya gue tau. Lo 'kan Ziolicious. Kapan sih, lo nggak muji-muji itu orang?"

"Lo sirik ya, Redy sama Kak Zio punya fans tapi lo nggak?" Kara nyengir sambil memasang tampang minta ditaboknya pada Aldan. Ia menaik-turunkan alisnya untuk menggoda cowok itu.

"Lo nggak tau, ya? Loker sama laci meja gue itu selalu penuh sama kertas-kertas warna pink," sergah Aldan cuek sembari menyuapkan makanan ke mulutnya.

Kara terkikik. "Iya, itu kertas tagihan utang dari Ibu Kantin!"

"Anjir, enak aja! Gue serius. Bahkan, di kertas itu sering disebut-sebut nama lo sebagai cewek gue." Aldan menatap Kara sebentar lalu bergidik ngeri. "Bah, mana mau gue pacaran ama papan penggilasan."

"Emang tipe-tipe triplek kayak lo itu cowok idaman gue? Hih, sori ya, selera gue terlalu tinggi, Dan."

"Zio? Selera tinggi? Justru selera lo itu terlalu rendah sampe bisa-bisanya suka sama cowok macem dia. Dari luar doang keliatan bagus, dalemnya boro-boro," kata Aldan.

Kara memajukan wajahnya tepat ke hadapan Aldan lalu menyipitkan mata. "Sok tau," desisnya tajam. Kemudian, ia menarik kembali wajahnya menjauh dan memakan bakso dengan tenang.

Aldan berdecak. "Yah, dikasih tau malah ngeyel."

• • •

Seperti biasa, Redy selalu menemui Kaila di kelasnya tepat sedetik setelah bel tanda istirahat dibunyikan. Biasanya, duo sejoli itu bakalan menghabiskan waktu istirahatnya dengan makan berdua di kantin atau mojok di dekat tangga menuju ke lantai tiga untuk sekedar mengobrol dan bercanda. Ah, Redy kok jadi flashback masa lalunya bareng Kaila, sih?

"Kaila mana Kaila?" seru Redy cukup keras sambil melongok ke dalam kelas 12 IPS-C.

"Tadi udah ke kantin," sahut anak yang lain.

Shades of BlueWhere stories live. Discover now