29 | pusing

66.9K 8.9K 2.4K
                                    

Rei dibangunkan dengan lengan seseorang melingkar di pinggangnya, menariknya mendekat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rei dibangunkan dengan lengan seseorang melingkar di pinggangnya, menariknya mendekat. Cewek itu menghela napas, merasa lega ketika dia mengenali aroma parfum yang terhirup. Itu wangi parfum Jenar. Nggak seperti wangi parfum Dhaka atau Tigra yang tertinggal di udara, wangi parfum Jenar berbeda. Ada jejak wangi yang samar, jika dia berdiri tak terlalu jauh dari Jenar. Namun ketika mereka berada sangat dekat seperti sekarang, harumnya baru benar-benar tercium. Hangat. Bikin Rei merasa aman.

Jenar nggak menutup gorden tebal jendela kamarnya, hanya membiarkan selapis selubung tirai tipis jadi satu-satunya penghalang antara dunia di luar jendela selain kaca. Bukan masalah. Unit apartemen Jenar berada di ketinggian, jadi mereka nggak perlu akan ada yang mengintip mereka—kecuali mungkin yah, tukang bersih-bersih kaca apartemen, tapi mereka kan nggak akan memulai pekerjaan mereka di larut malam atau subuh-subuh seperti sekarang.

Rei menarik dirinya mundur sedikit, biar dia bisa melihat wajah cowok di sebelahnya. Kayaknya, Jenar memang nggak pernah terlihat jelek. Bahkan sekarang, ketika dia lagi nggak sadar. Ada titik-titik keringat di dahinya, membuat helai rambutnya menempel ke kulit. Rei mengernyit, lalu baru sadar jika air conditioner ruangan nggak dinyalakan.

"You're so sweaty." Rei bergumam pelan, mengulurkan tangan untuk merapikan rambut yang menempel di dahi Jenar yang lembab.

Ada kerut muncul diantara kedua alis Jenar, terus pelan-pelan, matanya terbuka. Matanya menatap sayu, tapi kemudian, senyumnya tertarik. Lesung pipinya tercetak dalam, yang memicu Rei meletakkan jari telunjuknya di sana. Menyentuh liang yang tercipta di wajah Jenar.

"Mataharinya hari ini terang banget."

"Mataharinya belum terbit."

"Loh, kata siapa? Jelas-jelas gue lagi ngelihat ke mataharinya..."

"Simpen dulu gula dan kejunya." Rei berdecak. "Lo keringetan. Kenapa AC-nya dimatiin?"

"Waktu tidur, lo sering banget batuk-batuk. Terus pipinya dingin. Gue inget lo pernah bilang kalau lo paling nggak tahan dingin. Jadi gue matiin aja."

"Bukannya lo nggak bisa tidur kalau nggak nyalain AC?"

"Gue kira begitu. Tapi ternyata bisa."

"Nyalain aja lagi. Nggak apa-apa."

"Nah, it's okay." Jenar mengulurkan tangannya, menyentuh salah satu pipi Rei. Kini mereka tengah berbaring menyamping, saling menghadapi satu sama lain. "Now you know, right?"

 "Now you know, right?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Teknik ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang